Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Kenapa Banyak Ayah Kehilangan Anak Saat Usia Paruh Baya?

29 Juni 2025   11:29 Diperbarui: 29 Juni 2025   12:35 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ayah paruh baya dan anak. (Sumber: Freepik.com)

Beberapa malam lalu, anak ketiga saya---si bungsu yang kini duduk di kelas 2 SMP---mendadak bertanya di tengah kami menonton film bersama, "Yah, ayah dulu pernah enggak sih ngerasa takut jadi orang tua?"

Saya tertawa kecil waktu itu, tapi sejujurnya, saya tidak langsung tahu harus menjawab apa. Saya ingin bilang tidak. Tapi kenyataannya, pertanyaan itu justru membuka banyak ruang yang selama ini saya abaikan. Bahwa di usia saya yang 55 tahun ini, menjadi orang tua bukan sekadar rutinitas, tapi proses yang diam-diam mengubah banyak hal---tentang siapa saya, bagaimana saya bertumbuh, dan seberapa besar saya benar-benar hadir.

Saya bukan ayah baru. Anak pertama saya sudah dewasa, anak kedua kuliah, dan si bungsu tinggal tiga tahun lagi lulus SMA. Tapi justru sekarang, di titik ketika tugas-tugas pengasuhan fisik terasa lebih ringan, saya merasa mulai kehilangan pegangan tentang siapa saya sebagai ayah. Apakah saya tumbuh bersama anak-anak saya? Atau saya hanya menua sambil menjalankan peran yang saya pikir sudah saya pahami?

Pertanyaan-pertanyaan ini ternyata bukan sekadar kegelisahan pribadi. Saya menemukan sebuah studi yang sangat membuka mata, dilakukan oleh Fadjukoff dan rekan-rekannya di Finlandia. Mereka mengikuti ratusan orang tua dari usia 36 hingga 50 tahun, dan menemukan bahwa identitas sebagai orang tua terus berkembang---bahkan setelah anak-anak memasuki remaja. Banyak yang baru benar-benar 'menjadi' orang tua dalam arti psikologis di usia paruh baya.

Ada istilah yang mereka pakai: parental identity achievement---mereka yang telah mengeksplorasi dan memilih secara sadar cara mereka menjadi orang tua. Mereka bukan hanya menjalani, tapi memaknai. Dan, menariknya, lebih banyak perempuan yang mencapai tahap ini. Sementara laki-laki lebih banyak terjebak di posisi foreclosure---yakni menjalani peran orang tua berdasarkan warisan cara lama, tanpa banyak refleksi atau eksplorasi.

Saya merasa dikenai.

Selama ini saya kira cukup menjadi ayah yang hadir: ikut rapat sekolah, mengantar les, mengingatkan salat. Tapi dari studi ini saya belajar bahwa kehadiran fisik belum tentu berbanding lurus dengan keutuhan identitas. Dan itulah yang mulai saya rasakan---bahwa saya mungkin sudah terlalu lama "menjalankan" peran ayah, tanpa benar-benar mengevaluasi siapa saya di dalamnya.

Kita terlalu sering fokus pada anak-anak yang mencari jati diri. Tapi siapa yang bicara tentang orang tua yang juga masih bertumbuh, meski rambut mulai memutih?

Saya pikir, usia 50-an adalah masa yang sangat krusial. Banyak dari kita mulai pensiun dari pekerjaan, peran di masyarakat bergeser, pasangan hidup juga semakin mandiri dalam dunianya. Anak-anak, seperti anak saya yang bungsu, sudah tidak lagi meminta diajari cara pakai sepatu. Tapi diam-diam, mereka tetap butuh orang tua yang reflektif, yang tidak hanya menasihati, tapi juga mau belajar mendengarkan dan memahami dari posisi setara.

Sayangnya, ruang untuk pertumbuhan itu minim---terutama bagi para ayah. Obrolan parenting masih didominasi oleh perspektif keibuan. Narasi ayah lebih sering digambarkan sebagai "membantu" atau "melengkapi", bukan sebagai pengasuh utama yang punya refleksi dan pergulatan sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun