Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... Dosen - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Keluar dari Jebakan Kekuasaan Menurut Falsafah Jawa

7 Februari 2024   09:09 Diperbarui: 7 Februari 2024   09:13 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluar dari jebakan kekuasaan menurut falsafah Jawa. (Freepik/jcomp)

"Tanpo guno wibawaku neng ngarepe manungso nek Gusti ngasorake awakku..." (Tanpa guna kekuasaanku di hadapan manusia jika Tuhan merendahkan aku...)
"Sopo wonge sing adigang adigung adiguno bakal diasorake marang kuasane Gusti pengeran..." 
(Siapapun yang sombong dan menganggap diri hebat dan berkuasa akan direndahkan oleh kekuatan Tuhan Yang Maha Esa...)
"Sopo wonge sing isoh lembah manah lan andap asor bakal antok sihing Gusti pengeran... 
(Siapapun yang bisa merendah dan rendah hati akan mendapatkan kasih sayang dari Tuhan Yang Maha Esa...)

Ketiga pepatah Jawa ini menawarkan pandangan yang mendalam dan komprehensif tentang nilai kerendahan hati dalam konteks kehidupan modern. 

Di era yang sering didominasi oleh pencarian pengakuan dan pencapaian materi, pesan-pesan dalam pepatah ini menjadi pengingat penting akan kekuatan kerendahan hati, penolakan terhadap kesombongan, dan pentingnya memupuk cinta dan kasih karunia dalam interaksi kita sehari-hari. 

Dengan menyelami makna yang disampaikan oleh pepatah ini, kita diajak untuk merenungkan dampak besar dari kerendahan hati, tidak hanya pada dinamika antarpribadi tetapi juga pada upaya kolektif kita dalam bidang kemanusiaan. 

Pendekatan hidup ini, yang berakar pada pemahaman dan penerapan nilai-nilai tradisional dalam konteks modern, menawarkan panduan berharga untuk mencapai kepuasan dan kebahagiaan yang lebih dalam.

1. Pentingnya Kerendahan Hati di Hadapan Tuhan dan Manusia

Dalam kehidupan ini, kita sering terjebak dalam pengejaran kekuasaan, pengakuan, dan pengaruh terhadap orang lain. Namun pepatah Jawa, "Tanpo guno wibawaku neng ngarepe manungso nek Gusti ngasorake awakku...", mengingatkan kita akan batas sebenarnya dari kekuasaan dan pengaruh kita. 

Kekuasaan tanpa kerendahan hati adalah sia-sia, apalagi jika kita kehilangan rasa hormat dan cinta kepada Yang Maha Kuasa. 

Pesan ini mengajak kita untuk selalu mengingat bahwa kekuasaan dan kedudukan yang kita miliki di dunia ini hanya bersifat sementara. 

Kita hendaknya menggunakan pengaruh itu dengan bijaksana dan selalu ingat untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan dan sesama manusia. 

Kerendahan hati bukanlah sebuah indikasi kelemahan, melainkan sebuah potensi yang memperluas sambutan terhadap rahmat, kebijaksanaan, dan perspektif yang lebih komprehensif tentang keberadaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun