Jakarta -- Krisis iklim kini tidak lagi sekadar isu lingkungan. Dampaknya telah merambah ke ranah kesehatan publik, bahkan menyentuh persoalan paling intim dalam tubuh manusia sistem hormonal dan memengaruhi kesehatan mental generasi muda.
Dalam seminar bertema "Resiliensi Gen Z: Bangun Generasi Tangguh Hadapi Perubahan Iklim" yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) pada Rabu, 2 Juli 2025, sejumlah pakar lintas bidang memperingatkan bahwa perubahan iklim memicu ancaman kesehatan ganda, baik secara biologis maupun psikologis, yang harus segera direspons.
Gelombang Panas Rusak Keseimbangan Hormon Perempuan
dr. Heru Kasidi, Ketua Harian Pita Putih Indonesia, mengungkapkan fakta yang selama ini jarang dibahas dalam isu iklim: dampak gelombang panas ekstrem terhadap sistem neuroendokrin manusia. Dalam sesi bertajuk "Dampak Perubahan Iklim terhadap Pola Hormonal Tubuh", ia menjelaskan bagaimana kenaikan suhu bumi berpengaruh langsung pada kerja hipotalamus, pusat kendali hormon di otak.
"Hipotalamus sangat sensitif terhadap stres termal. Saat terganggu, produksi hormon seperti GnRH (Gonadotropin-Releasing Hormone) juga ikut kacau. Hasilnya, siklus menstruasi perempuan menjadi tidak teratur, ovulasi terganggu, hingga berisiko mengalami menopause dini," kata dr. Heru di auditorium FISIP UHAMKA.
GnRH sendiri memegang peran penting dalam sistem reproduksi. Gangguannya tidak hanya berdampak pada kesuburan, tetapi juga meningkatkan risiko sindrom ovarium polikistik (PCOS) dan gangguan tiroid, yang kini semakin sering ditemukan pada perempuan usia produktif.
"Ini adalah persoalan serius yang belum banyak disuarakan. Perempuan sebagai penjaga kehidupan justru menjadi kelompok yang paling rentan," tambahnya. Ia juga menyoroti beban ganda yang dipikul perempuan sebagai ibu, pekerja, sekaligus pengelola rumah tangga, yang membuat mereka lebih mudah terdampak stres lingkungan.
2024 Tahun Terpanas dalam Sejarah