Mohon tunggu...
syafira kamila
syafira kamila Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

manusia yang suka kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Metafora Nasi Menangis dengan Kebiasaan Membuang Makanan yang Tak Habis

17 Januari 2023   22:41 Diperbarui: 17 Januari 2023   22:48 1914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tangkapan Pribadi/Tangerang Selatan 2 April 2022.

Mitos ini berhubungan dengan pemujaan kesuburan, terutama pada masyarakat berbudaya agraris di seluruh dunia yang sudah sangat tua usianya. Cerita Dewi Sri tertua terdapat dalam teks Tantu Panggelaran. Teks itu mengisahkan tentang keadaan Pulau Jawa ketika baru diciptakan. Dewa-dewa turun ke Pulau Jawa untuk menyempurnakannya.

Tentu inilah yang menjadi cikal bakal adanya metafora "Nasi Menangis" dimana diibaratkan jika kita tidak menghabiskan makanan kita maka makanan kita akan menangis karena umumnya makanan pokok di Indonesia adalah nasi.

Bu Rebi (58) seorang petani ladangnya sendiri dan penandur padi menggatakan bahwa memang kecendurungan cerita ini sudah mengakar "Kalo orang tua bilang jaman dulu harus dihabisin, kalo ga dihabisin nasinya nangis. Sayang kasian."Ujarnya. Belum lagi beliau juga menjelaskan hidangan nasi yang sehari-hari kita makan tidak serta merta bergitu saja ada prosesnya.

"Perjuangannya berat mba, Kan padi abis dijemur mau bikin nanem langsung direndem satu malem langsung diangkat disumpet abis itu dibuang buat biji tanaman padi abis dibuang entar kalo udah umur dua puluh hari dicabutin baru ditanem." Ucap beliau, dan bu Rebi juga menjelaskan kurang lebih tiga bulan untuk tumbuhan padi siap jadi padi dan kemungkinan memakan waktu tiga bulan lebih menjadi beras yang siap dimasak. 

"Belum tiga bulan itu kalo udah tua langsung diambil dipotongin dan dimasukkin langsung dibawa pulang dijemur langsung di pisahin, Panjang mbak." Ujar bu Rebi yang menjelaskan bagaimana proses tanaman padi.

Jika dilihat lebih jauh ini juga cerita rakyat ini sekaligus memberitahu kita bahwa perjuangan tanaman padi menjadi beras penuh dengan perjuangan, dan alangkah baiknya kita menghargai dengan tidak membuang makanan. Belum lagi adanya metafora yang berbasis tradisi budaya dan cerita rakyat. 

Dampak pada Kebiasaan.

Secara tidak langsung kebiasaan ini mau tidak mau mempengaruhi pola berpikir kita paling tidak terkadang metafora ini sering terbesit dikepala kita hingga dewasa. 

Raisa (21) ia mengatakan memang metafora ini kadang mengingatkan kita akan tidak menghabiskan makanan "Iya masih ada recalling-recalling memori kaya gitu kan yang diingetin nasi nangis. Jadi kaya misalnya, mau buang nasi kayak oh iya mubadzir nih terus kaya ada terbesit kaya oh waktu kecil nih gue kalau buang nasi nanti nasinya nangis gitu."

Mengingat "Nasi Menangis" yang identik dengan membuang makanan yang tidak di habiskan ketika di konsumsi. Hal ini juga berdampak kepada limbah sampah makanan yang berada di sekitar lingkungan. Alangkah baiknya jika kita membatasi pori makanan kita seperti yang dibilang oleh ibu Rebi "Yang penting udah kenyang dan secukupnya ga boleh disisain kasian sayang, kalo kata orang tua nangis kalo aku ga dihabisin kenapa aku engga?."

Catatan Penulis. 

Narasumber, Rebiyem (58) Petani. Raisa Zakiah (21) Mahasiswi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun