Kedua, dalam kondisi darurat penguasa tetap harus mematuhi kewajiban sesuai hukum internasional, tidak melakukan diskriminasi atas dasar ras, etnis, agama, dan lain sebagainya, serta menjamin HAM yang non derogable sesuai perjanjian atau konsensus internasional.
Ketiga, HAM yang non derogable mencakup hak untuk hidup, bebas dari penyiksaan, bebas dari perbudakan, dihargai integritas moralnya, kebebasan berpikir, dan lain sebagainya.
Rekomendasi kebijakan
Dari tinjauan teoritis di atas, ada satu rekomendasi kebijakan dari saya bagi pemerintah dan DPR untuk menghalau kecemasan masyarakat terhadap potensi darurat militer. Rekomendasi itu adalah berupa revisi UU Keadaan Bahaya 1959 yang sudah ketinggalan zaman dan belum memenuhi standar minimum Paris. Atau, kalau perlu, bisa dibuat UU Keadaan Darurat yang baru.
UU baru itu harus memuat segala pembatasan konstitusional yang mungkin dan memenuhi standar minimum Paris. Tujuannya adalah supaya HTN Darurat tidak bisa diaktifkan secara semena-mena. Dan, jika diaktifkan, HTN Darurat tidak akan menggelincirkan negeri ini ke situasi negara diktator yang tidak demokratis. Inisiatif pembuatan UU Keadaan Darurat ini mendesak guna menjaga prospek demokrasi negeri ini sekaligus melindungi hak-hak rakyat ke depan.
*Magister Filsafat UI. Peminat Kajian Filsafat Politik, Hukum, dan Ekonomi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI