Tambahan lagi, pemerintahan Obama menerapkan kebijakan pengurangan pajak bagi semua kelompok atau segmen masyarakat. Juga, Obama memberlakukan regulasi perbankan yang disiapkan mantan Chairperson The Fed sebelum Alan Greenspan, Paul Volcker.Â
Pada intinya, pemerintah Obama kala itu ingin mengembalikan perbankan pada fungsi utamanya, yaitu intermediasi alias mengalihkan dana dari kelompok masyarakat yang kelebihan dana (surplus unit) ke kelompok masyarakat yang kekurangan dana (deficit unit), bukan pada investasi spekulatif.Â
Gaji para eksekutif perbankan pun diatur sedemikian rupa sehingga besaran gaji mereka tergantung pada kinerja riil perusahaan, bukan pada penilaian aset yang kadang hanya menggelembung (bubbling) dan digelembungkan (marked-up) secara semu.Â
Konteks Indonesia
Bagaimana relevansi pemikiran Keynes di Indonesia? Inilah yang tampaknya sedang dilakukan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai pengganti Sri Mulyani. Dana yang parkir di BI dialihkan ke perbankan BUMN guna memulihkan fungsi intermediasi perbankan supaya kredit menggeliat dan perekonomian jalan.
Menkeu Purbaya juga menaikkan pendapatan tidak kena pajak (PTKP) ke Rp 10 juta per bulan. Gampangnya, jika gaji kita kurang dari 10 juta rupiah, kita tidak perlu membayar pajak penghasilan lagi. Jelas ini sangat menguntungkan bagi kaum pekerja.
Belum lagi Menkeu menangguhkan pemungutan pajak kepada pengusaha toko daring. Pungutan akan diberlakukan ketika kondisi ekonomi sudah baik. Ini merupakan kabar melegakan bagi pelaku usaha di e-commerce, yang sebagian besar adalah usah mikro, kecil, dan menengah. Dan, selaras dengan resep Keynesian.
Terakhir, pemerintah masih menunjukkan komitmen untuk meneruskan dan menggelontorkan berbagai program bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak oleh gejolak ekonomi.
Syarat utama
Hanya saja, langkah-langkah antidot atau resep ala Keynesian dalam mengatasi krisis punya satu syarat utama lain supaya efektif, yaitu meminimalkan potensi moral hazard alias perilaku tak bermoral dari para oknum tidak bertanggung jawab.
Dalam Theory of Business Enterprise (1914), sosiolog Thorstein Veblen memperingatkan betapa biadabnya kaum kapitalis modern yang sering melakukan aksi spekulasi, menipu konsumen dan pengusaha kecil, melakukan penyimpangan, menimbulkan kepanikan di bursa saham, menyebabkan depresi industri dan pengangguran. Veblen bahkan menyebut mereka sebagai hewan predator (predatory animal).