Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peran Perpustakaan Sebagai Pemberdaya Perekonomian

19 September 2025   20:59 Diperbarui: 19 September 2025   20:59 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpustakaan Umum Daerah Jakarta yang nyaman di Taman Ismail Marzuki (sumber: gramedia.com)

Bagi mereka yang pernah menonton film Good Will Hunting (1999) pasti ingat bagaimana tokoh utama Will Hunting---diperankan Matt Damon---membuat mati kutu mahasiswa Harvard dalam perdebatan soal perekonomian kapitalis di sebuah bar dan mempermalukan telak sang mahasiswa dengan kalimat, "Sayang sekali kau menghabiskan puluhan ribu dolar uang orangtuamu untuk ilmu yang bisa engkau dapatkan secara gratis di perpustakaan umum!" 

Nah, di tengah pendidikan yang kian mahal di negara ini, kutipan di atas tak pelak memberikan inspirasi untuk menjadikan perpustakaan sebagai basis untuk memberdayakan warga negara. Bahkan lebih jauh lagi, dan ini kerap terluput dari perhatian para pengambil kebijakan, peran perpustakaan sebenarnya bisa digairahkan sebagai sarana untuk memajukan perekonomian masyarakat. 

Balai Life Skills

Selama ini, perpustakaan identik dengan ruangan suram penuh buku yang membosankan atau hanya berkutat pada kegiatan akademis semata. Paling jauh, perpustakaan hanya diposisikan sebagai tempat ngobrol atau tempat untuk tidur sejenak. Padahal, perpustakaan sebenarnya dapat diposisikan sebagai balai keterampilan untuk melatih pengunjung dengan keterampilan hidup (life-skills) yang bermanfaat bagi siapa pun untuk menjalani realitas kehidupan sehari-hari.  

Dalam konteks ini, pembaca melalui perpustakaan diberdayakan tidak sekadar dengan pengetahuan tapi juga dengan keterampilan yang dapat digunakan untuk hidup---atau bahasa gampangnya cari duit. 

Caranya, perpustakaan dapat memberi pembaca pelatihan gratis atau berbiaya murah lewat dana perpustakaan sendiri atau lewat kemitraan dengan perusahaan yang ingin menyalurkan program corporate social responsibility (CSR) mereka. Pelatihan yang dimaksud bisa berfokus pada bidang-bidang yang beririsan dekat dengan dunia baca-membaca dan dunia intelektual, seperti pelatihan menulis novel atau skenario film, berbicara di depan publik (public speaking), membuat dan menulis blog, menyutradarai film, pemanfaatan social media untuk pemasaran, dan banyak pilihan lainnya. 

Sudah banyak contoh pribadi yang mampu menafkahi diri mereka dengan kegiatan intelektual yang terkait tulis-menulis atau baca-membaca. Misalnya, sastrawan Ajip Rosidi hanyalah lulusan SMA yang hidup semata dari karang-mengarang dan nyatanya berhasil menjadi dosen di Jepang. Sebagaimana diceritakan Ajip, ia mendapatkan ilmu mengarang ini dari sebuah perpustakaan pribadi milik Obaso di Majalengka. 

Atau Arswendo Atmowiloto mantan wartawan Kompas dan Pemimpin Redaksi almarhum tabloid Monitor. Dia juga hanya memiliki ijazah SMA, namun sukses menggeluti hidup dengan modal membaca di perpustakaan dan menulis. Arswendo lantas terkenal sebagai jurnalis, novelis, pembicara seminar, sutradara sinetron dan berbagai profesi lain yang dipelajarinya secara otodidak lewat berbagai sarana, yang salah satunya adalah perpustakaan.    

Dengan berfungsi sebagai balai pelatihan, perpustakaan tidak lagi sekadar tempat membaca tapi juga menjadi wahana untuk memberdayakan masyarakat sekaligus menciptakan lapangan pekerjaan. Alhasil, perpustakaan bakal punya peran sebagai alat perekayasa ekonomi (economic engineering tool). Sebab, terciptanya lapangan pekerjaan identik dengan terciptanya penghasilan (income generation) bagi masyarakat, yang pada gilirannya mendongkrak daya beli serta melejitkan angka-angka pertumbuhan ekonomi. 

Karena itu, gerakan dan ikhtiar menghidupi perpustakaan menjadi keniscayaan. Perpustakaan di seantero Nusantara harus dibuat nyaman, lengkap, buka sampai malam dan memberdayakan. Perpustakaan Umum Jakarta di Taman Ismail Marzuki adalah salah satu model perpustakaan nyaman yang patut ditularkan ke berbagai daerah. Peran pemerintah pusat maupun daerah---sebagai organ utama yang diberikan mandat untuk mensejahterakan bangsa---sangat diperlukan untuk mendorong peran perpustakaan lewat politik penganggaran yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun