Akan tetapi, di dalam perpustakaan pribadi yang padat itu, jiwa-jiwa pustaka yang rindu disapa wacana di dalamnya seakan tetap meronta-ronta ingin merdeka di alam terbuka horison pemikiran manusia yang berbeda. Bagaimana solusinya untuk menghidupi perpustakaan ini?
Tibalah perkenalan saya dengan Kompasiana pada awal tahun 2025 ini. Perkenalan yang mungkin telat, bahkan terjadi di momen yang banyak disitir orang sebagai senjakala Kompasiana.Â
Namun, kemudahan mengunggah konten di Kompasiana plus komunitas penulis maupun pembaca yang sudah mapan (established) membuat saya merasa blog warga anak usaha Kompas Gramedia Group ini tepat sebagai kanalisasi bagi arus deras jiwa para pustaka saya yang selama ini lebih sering terbendung hanya di dalam rak-rak buku sunyi.
Keputusan ini juga mendorong saya pribadi mengalami arus balik ke membaca pustaka cetak, menekuninya secara teliti, mereguk saripati, dan melepaskan jiwa para pustaka itu dari penjara kesendirian mereka entah lewat resensi atau lewat penggunaan konsep di dalam buku-buku itu ke dalam permasalahan yang ada dalam tulisan.
Entah bagaimana, saya langsung merasakan kembali sensasi pembebasan seperti yang sering diungkapkan trainer membaca dan menulis almarhum Hernowo dari penerbit Mizan (Andai Buku Itu Sepotong Pizza, Mizan, 2003). Hernowo sendiri mengutip istilah menulis itu membebaskan dari psikolog James Pennebakker.Â
Membaca buku cetak seperti bertemu lagi dengan kawan lama, bertukar kabar mengingat daya tafsir dan tangkap saya sebagai pembaca telah berubah seiring usia, dan mengekspresikan ulang pengalaman reuni itu dalam tulisan yang mengabadikan dan menjadi wahana penitipan bagi pengalaman bersama kedua jiwa kami.
Tanpa terasa, dengan jumlah tulisan yang sudah mencapai ratusan, sudah ratusan pula jumlah pustaka yang telah terbebas jiwanya ke alam lepas panorama pemikiran dunia manusia. Jiwa para pustaka itu bagaikan terbang bebas menuju tempat penitipan mereka yang nyaman dan menyenangkan, tempat mereka disapa, dibaca, didebat dirawat dan sukur-sukur memberikan manfaat. Dan, tempat itu dengan segala kekurangan yang ada, bernama Kompasiana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI