Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Spirit Buddhisme dan Etika Kepedulian

18 Juli 2025   12:39 Diperbarui: 18 Juli 2025   12:42 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dengan demikian, dalam konteks konflik antara umat beragama sebagai contoh, ruh ajaran yang seperti ini mengikis eksklusivisme dan ekstremisme seraya menggali toleransi antarumat beragama atau antar pemeluk agama yang sama tapi beraliran/bermazhab berbeda. Sebab, manusia diminta untuk merumuskan ajaran dan etikanya tersendiri sesuai konteks dan situasi khas yang dialaminya tanpa perlu memaksa orang lain mengikuti "versi ajaran"-nya tersebut.  

Bayangkan jika kita memetik senukil hikmah dari mutiara wejangan Bodhidarma ini! Masing-masing pemeluk agama atau mazhab berbeda tidak akan lagi perlu mempraktikkan absolutisme ajaran di mana tiap-tiap mereka merasa diri yang paling benar sehingga menganggap Pihak Liyan (The Other) sebagai musuh dengan berbagai label, "kafir", "suku lain", "biadab", dan sebagainya. 

Etika kepedulian

Sebaliknya, umat beragama bisa menggantikan paham absolutisme itu dengan etika antikekerasan bernama etika kepedulian (ethics of care). Inilah etika yang dilambari spirit pencerahan ala Buddha. Di sini, Pihak Lain selalu dianggap sebagai entitas berwajah yang patut dipedulikan, dirawat, dan dikasihi. Lebih konkretnya lagi, etika kepedulian itu dapat diperas menjadi delapan butir ajaran. 

Pertama, etika kepedulian mengutamakan hubungan saling peduli terhadap orang lain. Kedua, orang dalam situasi khasnya masing-masing dapat menerima dan memberikan kepedulian itu. Ketiga, menjunjung tinggi individualitas, bukan individualisme. Maksudnya, masing-masing individu wajib diterima sebagai pribadi yang unik, sehingga mereka saling membutuhkan satu sama lain. Konsekuensinya, manusia harus mengutamakan saling memberi dan menerima.

Keempat, etika ini berfokus pada pribadi konkret, bukan pada sosok tak berwajah (anonim). Kelima, keputusan diambil berdasarkan konteks dan kekhususan kasus, bukan berdasarkan universalitas situasi dan kondisi. Keenam, hubungan antarmanusia dipandang sebagai proses jangka panjang, bukan jangka pendek. Ketujuh, mengutamakan kebajikan (virtue). Terakhir, perasaan peduli haruslah diikuti dengan aksi konkret.

Alhasil, spirit pencerahan Buddha menumbuhkan etika kepedulian yang memiliki beraneka aplikasi praktis seperti: mengembangkan rasa toleransi antara umat beragama, membangun kepedulian antara sesama manusia, merumuskan etos kerja dan amal saleh untuk kepentingan dunia, memupuk semangat cinta kasih penuh kebajikan kepada sesama, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kita bisa memetik pelajaran untuk menjadi insan dunia yang lebih baik, cinta damai, antikekerasan, dan bermaslahat bagi kebaikan alam semesta.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun