Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prospek Soft Power Sebagai Strategi AS melawan Iran

5 Juli 2025   08:08 Diperbarui: 5 Juli 2025   08:08 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski sudah ada gencatan senjata antara Israel dan Iran, yang diiringi dengan deeskalasi serangan Amerika Serikat (AS) yang merupakan sekutu Israel ke negeri para Mullah tersebut, tensi antara Amerika Serikat dan Iran masih tinggi. Perang psikologis (psy war) terus terjadi memanas. 

Nampaknya, sebagaimana yang sudah-sudah, AS konsisten ingin menunjukkan citra "polisi dunia" mereka yang ingin menegakkan aturan antinuklir demi mewujudkan perdamaian dunia. Padahal sudah jadi rahasia umum bahwa Iran adalah negara yang memiliki cadangan minyak bumi berlimpah. Sehingga, boleh jadi hasrat AS menyerang Iran sebenarnya dirangsang oleh keinginan mengangkangi cadangan minyak bumi menggiurkan tersebut plus menegakkan supremasi global mereka di tengah dunia yang kian multipolar. Hanya saja, memang tidak akan gampang bagi negara adidaya ini untuk mewujudkan niatnya. 

Soft Power

Pasalnya, strategi AS dalam melancarkan invasi ke negara sasaran mereka selama ini mudah ditebak. Pertama, mereka terlebih dahulu melancarkan apa yang disebut Joseph S. Nye (2004) sebagai soft power. Itulah kekuatan lunak yang mengandalkan ide-ide dan alat nonkekerasan fisik sebagai senjatanya. Dalam konteks negara seperti AS, soft power biasanya mewujud dalam bentuk penyebaran gagasan soal demokrasi, kemerdekaan berpendapat, HAM, dan lain sebagainya, termasuk isu antiproliferasi nuklir. 

Ini jugalah yang disebut Noam Chomsky (2004) sebagai strategi demonologi.Artinya, AS selalu berusaha memosisikan negara lain sebagai setan atau musuh apabila negara itu tidak mengikuti standar nilai mereka. Caranya, menyebarluaskan isu-isu di atas di tengah masyarakat lokal supaya rakyat setempat tergerak mengadakan aksi unjuk rasa massal menuntut perubahan rezim. 

Kedua, penggunaan soft power itu kemudian menjadi fondasi bagi AS untuk melancarkan serangan fisik yang mencerminkan kekuatan brutal (brute/raw/naked power). Singkatnya, untuk melancarkan serangan militer. 

Penggunaan soft power plus brute power ini tampak di Libya. Yaitu, AS pertama-tama menghembuskan perlunya keran demokrasi dibuka di Libya, terlepas dari kemakmuran ekonomi di sana. Sebab, dari segi ekonomi, rakyat Libya memang tidak berkekurangan. Lihat saja, data menunjukkan bahwa Libya pada 2011 memiliki produksi domestik bruto (PDB) AS$11.314 atau nyaris 2,5 kali PDB Indonesia pada 2011. 

Bahkan, alih-alih punya utang, Libya justru memiliki tabungan AS$150 juta. Belum lagi, Libya memanjakan rakyatnya dengan berbagai subsidi, seperti listrik gratis, bebas bunga pinjaman bank, tunjangan pengantin baru dan wanita melahirkan, pendidikan dan kesehatan gratis, serta harga bensin murah sebesar cuma $0,14 (Rp1.240) per liter!  

Namun, ide demokrasi versi AS mampu mempenetrasi benak sebagian rakyat Libya di sana untuk kemudian melakukan demonstrasi, yang sayangnya direspons Khadafi secara brutal dengan menembaki para demonstran hingga menewaskan lebih dari 6.000 orang. Tak ayal, tragedi ini memberikan amunisi baru bagi AS dan para sekutunya untuk melakukan serangan militer kepada Libya. Hasilnya, kita tahu semua: tumbangnya Khadafi dan dikuasainya minyak di sana oleh AS dan negara-negara NATO.

Teodemokrasi Iran

Pada titik inilah, jika AS masih menggunakan strategi lamanya itu sebagai pintu masuk (entry point) untuk terus menggoyang dan menginvasi Iran, sebagaimana dicoba dengan menghembuskan ide mendudukkan putra Syah Iran ke kursi kekuasaan, negeri itu kemungkinan akan menemui kegagalan persis ketika baru memasuki fase pertama penggunaan soft power. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun