Sambil bernyanyi sekilas kuperhatikan janda itu menatapku dari depan panggung. Â Janda itu hitam manis sih, dan masih muda pula. Â Tetapi segera saja kutepis pikiran-pikiran yang mulai berkelana. Â Sadar bahwa aku sudah punya pacar yang lebih manis dan setia hehehe...Dengan demikian, kisah ditaksir janda tidak berkelanjutan. Â Saat kami sudah kembali ke kampus, cerita itu hanyalah tinggal kenangan.
Nyaris Cinlok Sesama Rekan
Ada pepatah Jawa,"tresna jalaran kulina". Â Yang memiliki arti,"cinta karena terbiasa." Â Selama 3 bulan hidup bersama dalam satu rumah dengan rekan-rekan sesama mahasiswa KKN sedikit menimbulkan perasaan khusus terhadap seorang rekan mahasiswi. Â Cinlok atau cinta lokasi begitu istilahnya. Â Tidak usah kusebut namanya ya. Â Rupanya dia juga memiliki perasaan khusus juga kepadaku. Â Itu bisa kulihat dari sorot matanya. Â Rekan mahasiswa itu hitam manis, berambut pendek, senyumnya menawan.
Namun itu akhirnya hanya berhenti pada sebuah perasaan. Â Alasannya sederhana, aku sudah memiliki pacar yang setia menunggu di kampus; dan dia pun sepertinya juga sudah punya pacar juga. Â Alasan yang lain adalah bahwa kami berbeda keyakinan sehingga kalau pun toh kami pacaran, kami pastikan tidak bisa berkelanjutan.
Suatu ketika dalam kegiatan di malam hari, kami dengan seorang pemuda mengantar janda desa yang saya ceritakan di atas pulang ke rumahnya. Â Kami jadinya berempat berjalan kaki. Â Saat itu, penerangan belum ada aliran listrik di kampung-kampung sehingga jalanan gelap. Â Cukup jauh juga perjalanan kami menuju sebuah pedukuhan tempat janda desa itu bermukim. Â Pulang dari mengantar, kami bertiga berjalan kaki. Â Ada keinginan hati untuk memegang tangan rekan mahasiswi itu sebagai ungkapan rasa sayang atau apa gitu, tetapi keinginanku itu aku tahan hingga sampai di rumah. Dan tidak terjadi apa-apa.
Lama kemudian setelah kami masing-masing lulus kuliah, sesekali kami komunikasi lewat Face Book, saya ketahui dia menjadi guru SMP di sebuah kota. Â Setelah itu sampai sekarang tidak ada komunikasi lagi. Â Wah nyaris saja, begitu kata hatiku.