Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Antrean Para Sandal

13 Maret 2022   07:14 Diperbarui: 15 Maret 2022   23:01 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sandal-sandal. (sumber: pixabay.com/carmem)

"Justru letak sayangnya padaku itu di situ. Dia sangat menjaga kondisiku. Jika dia ke pasar, apalagi hujan terus yang bikin pasar becek, maka akan dipakainya sandal yang kondisinya tipis, keropos persis kayak kamu," tiba-tiba saja sandal jepit berkata dengan nyinyir.

"Wah kamu menghinaku ya, memang sandal jenis kayak aku ini dipakai hanya untuk ke tempat yang becek-becek saja?" sandal biru kusam berkata keras bernada protes.

"Sudah-sudah, kalian jangan saling bertengkar, kita ini hanya sandal. Tuan kita memakai apa tidak kita ini tetap sandal yang dipijak dan dipakai saat dibutuhkan. Kalau tidak lagi dibutuhkan, kita akan dibuang di tempat sampah dan dibakar," tiba-tiba sandal yang berada di urutan di depan mereka angkat bicara.

Sandal jepit warna hitam itu kelihatan bijaksana, berusaha melerai pertengkaran yang terjadi. Jelaslah sandal ini lebih bijaksana dari sandal-sandal lainnya, karena tuannya, bu Lestari adalah istri seorang pemuka agama yang seringkali berceramah tentang kebajikan hidup selama di dunia.

"Wah kalau yang bicara sandal hitam ini, kita wajib mendengarnya nih...," seru sandal jepit merah dengan nada sinis.

"Maklumlah dia kan sandal yang sering dipakai bu Lestari mengikuti suaminya saat ceramah keagamaan di mana-mana," tambah sandal jepit merah.


"Tapi coba tanyakan ke sandal jepit hitam itu, sudahkah dia membayar upah bu Heny selama tiga bulan? Karena bu Heny pernah membantunya sebelum dan sesudah lahiran putrinya. Katanya sih akan dibayar 3 bulan sekaligus.

"Sekarang ini sudah bulan ke lima dan anak bu Lestari yang habis melahirkan sudah kembali ke kota besar, tetapi bu Lestari ini belum juga ada tanda-tanda membayar bu Heny. Padahal uang itu sedianya akan dipakai membeli magic com dan alat rumah tangga lainnya yang kemarin dilihat bu Heny saat berada di mall," keluh sandal biru kusam.

"Ya mungkin saja, dia belum punya uang, mungkin kalau sudah punya uang, pasti akan segera dibayar," bela sandal hitam soal tuan putrinya.

"Kapan juraganmu punya uang? Uang arisan dan celengan RT para ibu yang seharusnya dia berikan kepada yang berhak saja, dari setahun yang lalu, belum dikasihkan kepada yang berhak menerima sampai sekarang. 

"Saat bagi-bagi manfaat uang arisan dan celengan itu malah dia kabur hingga berbulan-bulan, katanya ke rumah orang tuanya yang lagi sakitlah. Hipokrit, hipokrit...," teriak sandal biru kusam, sehingga sandal-sandal lain berjingkat kaget.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun