Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pasar Kobong Terbakar

29 Januari 2022   09:43 Diperbarui: 29 Januari 2022   17:07 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampailah pada adegan Hanoman tertangkap oleh Indrajit putra mahkota Kerajaan Alengkadiraja, kemudian dihadapkan pada ayahandanya,  Prabu Rahwana.  

Hukuman bagi Hanoman ditetapkan yakni Hanoman akan dibakar di tengah alun-alun Kerajaan Alengkadiraja.  Kemudian disulutkanlah api ke kayu-kayu yang telah ditumpuk-tumpuk dan menumpuki Hanoman si kera putih itu.  

Api kemudian menjilati tubuh Hanoman dan kera putih itu pun terbakar.  Tetapi herannya, badan yang terbakar itu tidak memusnahkan dirinya, malah semakin membuat digdaya tubuhnya.  

Rantai yang mengikat Hanoman menjadi putus karena daya kuasa api.  Dengan demikian malah kemudian Hanoman dengan leluasa melompat ke sana ke mari.  Segala bangunan istana yang kemudian bersentuhan dengan tubuh Hanoman menjadi terbakar.  Hampir seluruh istana Alengka menjadi terbakar, semua penduduk termasuk Prabu Rahwana atau Dasamuka kebingungan mengatasi kebakaran istana yang tiba-tiba itu.

Saat adegan sampai di situ, tiba-tiba teriakan penonton riuh,"Kebakaran, kebakaran, pasar terbakar..."  Aku menoleh ke samping kiri, ke samping kanan, dan ke belakang.  Aku lihat para pengrawit kebingungan.  Api terlihat menyala di kios bagian pojok utara.  

Angin yang mengalir deras dini hari itu, membuat api kemudian merambat ke kios-kios yang lain.  Ayam-ayam yang masih pulas dalam kandang, kemudian terbangun dengan suara hiruk pikuk.  Orang tidak lagi mengarahkan pandangan pada pertunjukan wayang, mereka semua melihat kobaran api yang semakin membesar dan itu menuju ke arah kami.  


Segera saja tabuhan gamelan srepeg manyura berhenti.  Serta merta aku bangkit berdiri.  Dengan dibantu oleh seorang pengrawit, anak-anak wayang segera aku cabut dari gedebog pisang yang menjadi tempat tancapannya.  Anak-anak wayang kumasukkan ke dalam kotaknya, kemudian aku ambil wiron jarik aku selipkan di stagen.  

Segera aku meloncat membantu para pengrawit menyingkirkan gamelan kearah tempat yang kira-kira aman dari amukan api yang akan segera datang.  Para rekan sindhen  dengan tertatih-tatih mencoba turun panggung.  Layar segera di gulung, tiang gayor segera diturunkan.  Upps, asap panas sudah menyeruak di antara kami.

Di tengah perjuangan menyelamatkan alat-alat budaya ini, aku melihat kiri kanan.  Pakdhe Setra dan kawan-kawannya mencoba mencari air dari sumur sekitar untuk ditimba airnya dan digunakan mengguyur api yang semakin besar berkobar.  Ada juga di antara mereka yang telpon blangwir, mobil pemadam kebakaran, tapi kenapa lama tidak datang-datang juga?

Setelah semua gamelan diselamatkan berikut kotak wayang.  Aku duduk di tanah bersama dengan pengrawit, para sindhen dan orang-orang awak gamelan cukup jauh dari panggung wayang, sambil menunggu berakhirnya kejadian.  

Pertanyaanku saat itu, kebakaran pasar ini murni terbakar karena sesuatu hal atau justru ada yang membakar, supaya rencana relokasi pasar segera terealisasikan?  Yang jelas Pasar Kobong terbakar, bukan karena ulah Hanoman!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun