Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Wonogiri di Malam Hari, Ingatan Melayang ke Sana ke Mari

18 Januari 2022   07:49 Diperbarui: 18 Januari 2022   13:04 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama istri menikmati aneka rupa jajanan angkringan yang tersaji (Dokumen Pribadi)

Wonogiri di Malam Hari, Ingatan Melayang ke sana kemari

Oleh: Suyito Basuki

Jam tangan menunjukkan pukul sepuluh malam. Suasana jalan protokol kota Wonogiri sudah sepi. Sesekali lewat kendaraan mobil atau pun motor. 

Kami, aku dan istri serta Yahya, anak lelakiku yang menjadi driver, keluar dari penginapan untuk mencari minuman dan camilan untuk menambah energi malam itu.  

Pertokoan sudah tutup. Sebuah barber potong rambut masih buka. Beberapa angkringan dan jajanan malam seperti aneka penyetan khas Lamongan. 

Ada juga yang jual bubur kacang hijau, beberapa warung nasi goreng dan mie goreng/ godhog masih buka.  Hawa dingin serasa mencekam karena  hujan baru saja turun membasahi jalanan.

Kami sebenarnya tidak berencana menginap di kota Wonogiri ini. Kami akan melayat di rumah om yang istrinya meninggal, rumah om di daerah Wonokarto, Wonogiri kota. Pemakamannya siang hari tadi. Tetapi kami datang sekitar jam setengah sepuluh malam. 

Rumah om sudah tutup, bahkan gerbang rumah sudah digembok.  Aku minta tolong sama adik ipar yang mukim di Blora untuk menghubungi keluarga duka tersebut, tetapi tidak ada tanda-tanda pintu rumah dan pintu gerbang dibukakan. Ya sudahlah, akhirnya kami cari penginapan dan berencana melayat  keesokan hari.

Visi Misi Wonogiri Saat ini

Wonogiri saat ini memiliki Bupati dan Wakil Bupati yang baru masa jabatan 2021-2026, yakni Bupati Joko Sutopo dan Wakil Bupati Setyo Sukarno.

Om yang sedang berduka, nama lengkapnya dr. Sumarmo.  Beliau pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Wonogiri masa 2000-2005 dan 2005-2010 era Bupati Begug Poernomosidi.

 Bupati dan Wakil Bupati, Joko Sutopo dan Setyo Sukarno,  memiliki visi: mewujudkan Wonogiri yang maju, mandiri dan sejahtera.  Sedangkan misi yang akan dicapai adalah menjadikan rakyat Wonogiri lebih pintar, lebih sehat dan lebih berbudaya; mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi di Pemerintah Kabupaten Wonogiri; memperkuat kapasitas ekonomi rakyat dan membuka lapangan kerja baru untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran; dan membangun pemenuhan sarana dan prasarana dasar di Wonogiri yang berkualitas dan berwawasan lingkungan guna menunjang pengembangan wilayah.  (Humas Wonogiri News, 9/6/2021)

Pengalaman KKN

Kota Wonogiri cukup akrab dengan kehidupanku. Selain Wonogiri adalah kota asal orang tua istri sehingga banyak keluarga di kota ini, aku pernah Kuliah Kerja Nyata (KKN) di kota yang dulu terkenal dengan kota gaplek ini.

Aku KKN pada tahun 1987. Rekan-rekan KKN dari UNS yang kuingat adalah Kudnadi, Agus, Wati, satu orang lagi seorang cewek, kalau tidak salah bernama Adri.

Saat itu, kami ditempatkan oleh kampus di desa Gebang, Kecamatan Nguntoronadi atau dulu disebut Kecamatan Betal. Lokasinya dari Ngadirojo menuju jalan yang mengarah ke Kota Pacitan. 

Setelah melalui daerah yang disebut Gunung Pegat Kecamatan Giritontro, maka akan sampai di Kecamatan Nguntoronadi. Kalau mau menuju Desa Gebang, maka sebelum kantor kecamatan tersebut belok kanan. Dulu jalan masih berbatu, sehingga dibutuhkan waktu perjalanan kendaraan motor sekitar 1 jam.

Desa Gebang memiliki dusun yang kuingat sampai sekarang, yakni Dusun Tenggar. Dusun Tenggar ini masyarakatnya membuat home industri dengan olahan khas yang bernama brem. Brem dibuat dari bahan dasar tape ketan.

Tape ketan diolah sehingga terdapat air tape ketan yang kemudian dibuat brem dengan cara dipadatkan. Beda brem Tenggar Wonogiri dengan brem daerah Madiun Jawa Timur: brem Tenggar berbentuk kecil bundar sedangkan brem Madiun berbentuk memanjang seperti sebuah balok.

Yang unik, ampas tape ketan ini tidak dibuang, melainkan digunakan sebagai bahan campuran pakan variasi sapi. Caranya sederhana untuk membuat pakan sapi ini. 

Dedak atau bekatul dicampuri ampas tape ketan dengan tambahan air dan garam secukupnya, setelah diaduk, diberikan kepada sapi, orang menyebutnya sebagai "komboran". Alhasil sapi dalam jangka 3 bulan akan menjadi lebih gemuk.  

Oleh karena itulah orang-orang di Desa Gebang saat itu, melakukan usaha penggemukan sapi.  Mereka akan mencari sapi-sapi yang kurus dengan harga yang relatif murah dari berbagai tempat.  

Setelah itu akan mereka pelihara dengan pakan yang sudah dicampur tape ketan tersebut. Tiga bulan setelah gemuk, akan mereka jual, kemudian mereka akan membeli sapi lagi untuk digemukkan.

Terinspirasi dengan ampas tape ketan yang dapat menggemukkan sapi, maka saat di meja ruang tamu di rumah Pak Lurah yang kami tempati tersaji brem maka segera kusikat. Menjelang KKN berakhir, kutimbang berat badanku, eh naik 5 kilogram, hehehe...

Penggembalaan yang dilakukan penduduk desa Gebang aku rasa agak unik. Sapi maupun kambing, mereka gembalakan di padang rumput tepi Waduk Gajah Mungkur. 

Karena jarak padang penggembalaan dengan desa mereka cukup jauh, maka mereka akan membuat tenda, tidur berhari-hari bersama ternak mereka, pulang ke rumah sesekali saja karena kepentingan keluarga atau sosial kemasyarakatan.

Angkringan Kisah Kekalutan Hati

Bersama istri menikmati aneka rupa jajanan angkringan yang tersaji (Dokumen Pribadi)
Bersama istri menikmati aneka rupa jajanan angkringan yang tersaji (Dokumen Pribadi)

Kami akhirnya menemukan warung angkringan di pinggir jalan.  Kami memesan teh hangat tawar dan susu jahe.  Jahenya digepuk langsung, sehingga menurut anak dan istri saya, terasa banget hangatnya.  

Saya sempat menikmati "sega kucing" sambel bandeng.  Baik sambel maupun bandengnya sedikit sekali.  Harganya tiga ribu rupiah.  Teringat saat kuliah di UNS dulu.  Di tahun 85-an, harga sega kucing itu cuma seratus rupiah, itulah menu makan saya hampir setiap hari.

Kami berkenalan dengan penjual angkringan itu.  Namanya Wiwik (47), rumah Salak, Kecamatan Kota Wonogiri. Dia bercerita bahwa bekerja angkringan sudah 12 tahun dan bekerja sebagai buruh penjual. Menurutnya, ia buka angringan dari sore sampai sekitar jam10/ 11 malam, kadang sampai jam 12 malam tutupnya. 

Sehari-harinya ia dibayar 50 ribu rupiah. Wiwik memiliki 3 orang anak yang sudah mentas atau berumah tangga semua, dan saat ini ia sudah punya cucu. Kelihatan indah kisahnya.  

Tetapi kami terkejut ketika dia mengakhiri ceritanya, bahwa suaminya saat ini pergi.  "Digondol orang," demikian terangnya sambil tersenyum pahit.  Digondol orang itu maksudnya dibawa oleh seorang wanita lain, gampangannya pelakor, mereka pergi entah kemana.

Kami terdiam.  Serba-serbi memang nasib orang.  Wonogiri di malam hari semakin lengang.  Setelah membayar minuman dan makanan kami segera kembali ke penginapan.  Wonogiri di malam hari, tidak saja membawa ingatan melayang  ke sana-kemari, tetapi juga menyembulkan sebuah kisah kekalutan hati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun