Al-Qur'an bukanlah kitab usang yang terpisah dari realitas. Ia adalah petunjuk hidup (hudan) yang relevan sepanjang zaman. Kuncinya adalah kemampuan untuk menghubungkan pesan-pesan universal Al-Qur'an dengan konteks kehidupan sehari-hari generasi muda. Bagaimana Al-Qur'an berbicara tentang isu-isu kontemporer seperti keadilan sosial, lingkungan hidup, kesehatan mental, etika bermedia sosial, bullying, atau bahkan quarter-life crisis?. Misalnya, prinsip tabayyun (klarifikasi berita) sangat relevan untuk menangkal hoaks di media sosial. Ajaran tentang menjaga lisan bisa diaplikasikan untuk mencegah cyberbullying. Konsep syukur dan sabar dapat menjadi terapi untuk mengatasi kecemasan (mental health). Menggali relevansi Al-Qur'an dalam hobi, studi, pertemanan, dan tantangan personal akan membuat kitab suci ini terasa "hidup" dan menjadi sumber solusi. Proses tadabbur (merenungkan makna) menjadi sangat penting di sini.
Manfaatin Teknologi, Dong! Aplikasi Qur'an, Konten Kreatif, Belajar Online
Era digital justru menawarkan banyak tools keren untuk belajar Al-Qur'an. Berbagai aplikasi Al-Qur'an digital kini hadir dengan fitur lengkap: terjemahan multi-bahasa, beragam tafsir kredibel, audio murottal dari qari ternama, penanda tajwid berwarna, hingga fitur pencarian ayat yang canggih. Beberapa aplikasi bahkan menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk memberikan koreksi bacaan secara real-time atau menghubungkan pengguna dengan ustadz/ustadzah kompeten secara online. Platform belajar online interaktif, webinar, kanal YouTube, podcast, hingga konten kreatif Islami di TikTok atau Instagram membuat proses belajar menjadi lebih fleksibel, personal, dan menyenangkan. Teknologi memungkinkan Tilawah yang lebih interaktif dan Ta'lim yang lebih mudah diakses kapan saja, di mana saja. Maka sekolah, madrasah, pesantren harus segera berbenah dengan memanfaatkan berbagai media ini sebagai tools pembelajaran dan bukan dijauhi.Â
Waspada Jebakan Digital: Hoax, Etika Online, Jaga Keaslian Ajaran
Namun, kemudahan akses di dunia digital juga membawa risiko. Informasi yang salah, konten ekstremis, atau ajaran menyimpang dapat dengan mudah menyebar. Penting untuk memastikan keaslian sumber belajar, misalnya menggunakan aplikasi Al-Qur'an yang sudah ditashih oleh lembaga kredibel seperti Kementerian Agama. Selain itu, tantangan seperti kecanduan gawai, cyberbullying, penyebaran hoaks, dan lunturnya adab berinteraksi secara online juga perlu diwaspadai. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi untuk belajar agama harus diimbangi dengan:
Literasi Digital: Kemampuan memilah informasi, mengenali hoaks, dan memahami jejak digital.
Etika Digital Islami: Menerapkan adab komunikasi Islam (jujur, santun, tidak ghibah, tidak menyebar fitnah, menjaga privasi) dalam interaksi online.
Keseimbangan: Mengatur waktu antara aktivitas online dan offline, termasuk ibadah dan interaksi sosial nyata.
Tazkiyah Digital: Menggunakan teknologi secara sadar untuk kebaikan, menghindari konten negatif, dan menjaga niat ikhlas.
Teknologi memang pedang bermata dua. Ia bisa menjadi alat luar biasa untuk Tilawah dan Ta'lim, namun bisa menjadi tantangan serius bagi Tazkiyah jika tidak dikelola dengan bijak dan dilandasi etika yang kuat. Membuat Al-Qur'an relevan bukan hanya soal konten dan metode, tapi juga soal kesiapan hati yang bersih untuk menerima petunjuk-Nya. Disinilah tantangan guru, asatid/ah, dan orang tua untuk terus berbenah. Demikian juga para pengambil kebijakan pendidikan baik dari legislatif dan eksekutif.
GASKEUN! Wujudkan Sinergi Keren di Era Digital