Mohon tunggu...
suwito
suwito Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Pamulang

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hidup Berdampingan: Harmoni Manusia dan Satwa Liar Indonesia

24 September 2025   22:05 Diperbarui: 24 September 2025   22:05 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Harmoni Itu Penting ?

Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terkaya di dunia. Kita memiliki ribuan spesies satwa liar yang tidak dimiliki negara lain, mulai dari harimau sumatera, orangutan, hingga burung cenderawasih. Namun, di balik kekayaan itu, ada ancaman nyata: habitat menyusut, konflik dengan manusia meningkat, dan perburuan liar tak kunjung berhenti. Pertanyaan yang muncul adalah, mungkinkah kita hidup berdampingan dengan satwa liar tanpa saling mengancam? Jawabannya: sangat mungkin, asalkan kita mau belajar menjaga harmoni.

Masalah Utama yang Harus Dihadapi

Konflik manusia dan satwa liar sering kali muncul karena manusia mendominasi ruang hidup. Deforestasi yang masif mengubah hutan menjadi perkebunan dan tambang, sehingga satwa kehilangan rumah. Akibatnya, gajah masuk ke perkebunan, harimau memangsa ternak, dan monyet menyerbu ladang warga. Manusia pun merasa dirugikan dan menganggap satwa sebagai musuh. Padahal, sesungguhnya manusialah yang lebih dulu merampas ruang. Selain itu, perburuan satwa untuk dijadikan komoditas ekonomi menambah tekanan. Semua masalah ini diperparah oleh krisis iklim yang lahir dari hilangnya hutan tropis.

Kasus Nyata dari Lapangan

Gajah Sumatera kerap dianggap hama karena merusak ladang. Namun, sedikit yang tahu bahwa gajah adalah "arsitek hutan" yang membuka jalur alami dan menyebarkan biji tumbuhan. Orangutan Kalimantan pun mengalami hal serupa: habitat mereka diganti perkebunan sawit, padahal orangutan dikenal sebagai "petani hutan" yang berperan menyebarkan benih. Di Papua, burung cenderawasih pernah nyaris punah akibat perburuan bulu untuk hiasan, meski masyarakat adat sebenarnya menghormatinya sebagai simbol kehidupan. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa konflik bukan lahir karena satwa liar agresif, melainkan karena ruang hidup mereka makin sempit.

Kearifan Lokal Sebagai Teladan

Masyarakat adat Indonesia sudah sejak lama membuktikan bahwa coexistence bukan mimpi, melainkan tradisi. Suku Dayak menjaga hutan dengan sistem tana' ulen, kawasan sakral yang dilindungi dari eksploitasi. Orang Baduy di Banten hidup sederhana dan menolak kerusakan lingkungan demi harmoni. Di Papua, burung cenderawasih tidak hanya dianggap hewan, melainkan bagian dari identitas budaya. Kearifan lokal ini seharusnya kita jadikan inspirasi bahwa menjaga alam berarti menjaga diri kita sendiri.

Solusi Menuju Harmoni

Hidup berdampingan dapat diwujudkan dengan berbagai langkah nyata. Ekowisata berkelanjutan bisa membuka peluang ekonomi tanpa merusak habitat satwa. Pendidikan lingkungan harus ditanamkan sejak dini, agar anak-anak melihat satwa sebagai sahabat, bukan musuh. Pemerintah juga perlu memperkuat kebijakan konservasi, menindak keras perburuan, serta memperluas kawasan lindung. Individu bisa berkontribusi dengan memilih produk ramah lingkungan dan mengurangi konsumsi hasil deforestasi. Semua ini hanya akan berhasil jika dijalankan secara kolaboratif, pemerintah, masyarakat, LSM, akademisi, hingga generasi muda.

Refleksi: Satwa Adalah Tetangga Kita

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun