Mohon tunggu...
Dudih Sutrisman
Dudih Sutrisman Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat Bidang Pendidikan, Sosial, Politik, Budaya, dan Sejarah

Cogito Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Ibuku adalah Bahasa Daerahku

5 Desember 2018   09:19 Diperbarui: 5 Desember 2018   09:53 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Dudih Sutrisman, S.Pd.

Wilayah Indonesia yang terdiri atas kurang lebih 13.000 pulau, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote memiliki keanekaragaman suku, ras, agama dan kebudayaan yang berbeda, namun itu semua menjadi penguat identitas nasional sebagai sebuah Nation. 

Koentjaraningrat (1998, hlm. 5), menyebutkan bahwa salah satu unsur kebudayaan adalah Bahasa. Jawa Barat memiliki tiga bahasa daerah yang diakui dan diatur dalam Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 5 tahun 2003 yang kemudian diubah dalam Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 14 tahun 2014 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Daerah, bahasa daerah yang dimaksud adalah Bahasa Sunda, Bahasa Cirebon dan Bahasa Melayu Betawi. 

Bahasa Daerah berdasarkan peraturan daerah tersebut memiliki pengertian sebagai bahasa yang digunakan secara turun temurun oleh Warga Negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Istilah turun temurun mengandung arti bahwa bahasa tersebut diwariskan dengan pola orang tua ke anak dan seterusnya. 

Hal demikian erat kaitannya dengan definisi Bahasa Ibu, sebagaimana dipaparkan oleh Ali (1995, hlm. 77) yang mengatakan bahwa bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak awal hidupnya melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikenalkan dan dikenali kepada anak oleh orang tuanya dalam kehidupan keluarganya.

Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini banyak orang tua yang mengenalkan bahasa pertama kepada anaknya dengan menggunakan bahasa lain selain bahasa daerah. Hal ini disinyalir terjadi sebab anak-anak yang lahir pada generasi milenial banyak yang kurang memahami bahasa daerahnya, sebab mereka hanya diajarkan bahasa daerah di sekolah saja, sedangkan di lingkungan keluarganya bahasa daerah tidak dipergunakan. 

Hal tersebut menurut penulis diakibatkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan satu sama lain yakni, 

(1) pengaruh bahasa mayoritas, bahasa mayoritas yang saat ini dipergunakan oleh masyarakat pada umumnya adalah bahasa resmi nasional negara kita, bahasa Indonesia. Penggunaan Bahasa Indonesia dalam lingkungan terkecil (keluarga) tidak diimbangi oleh penggunaan bahasa daerahnya. 

(2) kondisi masyarakat penuturnya yang dwi bahasa atau bahkan banyak bahasa, dalam artian seorang penutur mampu menggunakan dua bahasa atau lebih, namun posisinya adalah lebih mengutamakan bahasa nasional dan bahasa internasional, bahasa daerah ditempatkan prioritasnya setelah dua jenis bahasa tersebut 

(3) faktor globalisasi atau kesejagatan, hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong masyarakat untuk berinteraksi dengan menggunakan bahasa yang dapat menjadi alat komunikasi secara internasional, dengan kata lain adalah bahasa Inggris. 

Banyak orang tua yang kini mendorong bahkan menuntut anaknya untuk menguasai bahasa Inggris dibanding bahasa daerahnya, hal ini secara perlahan mempengaruhi persentase pemakaian bahasa daerah seorang penutur menjadi lebih kecil karena tergeser oleh bahasa Inggris yang persentase penggunaannya lebih besar. 

(4) faktor migrasi, migrasi penduduk yang begitu sulit dibendung pun turut menjadi faktor yang mempengaruhi berkurangnya penggunaan bahasa daerah sebab masyarakat yang berasal dari daerah dan suku yang berbeda kemudian tinggal pada lingkungan yang sama akan secara otomatis ketika berinteraksi mereka tidak akan menggunakan bahasa daerahnya melainkan bahasa Indonesia. hal itu pun akan berpengaruh saat individu bersangkutan kembali ke daerah asalnya, ia akan menggunakan bahasa yang digunakannya saat di perantauannya. 

(5) perkawinan antar suku. Ketika dua individu yang berasal dari kebudayaan yang berbeda memutuskan untuk menikah, maka dipastikan mereka akan menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh pasangannya, tidak akan memaksakan penggunaan bahasa daerahnya. Hal itu pun akan diturunkan kepada keturunannya. 

(6) kurangnya rasa bangga terhadap bahasa daerahnya. Hal ini terjadi sebab generasi muda saat ini cenderung menganggap bahwa ketika menggunakan bahasa daerah itu "kampungan" dan tidak bergengsi, sementara ketika menggunakan bahasa lain (seperti bahasa Indonesia, atau bahasa asing) dianggap lebih keren dan moderen serta tidak "kampungan". 

(7) kurangnya interaksi keluarga dengan menggunakan bahasa daerah, hal ini terjadi karena orangtua jarang menggunakan bahasa daerah dalam percakapan komunikasi di dalam lingkungan keluarganya sendiri sehingga proses alih-kebahasaan lintas generasi terhenti. 

(8) faktor ekonomi, banyak penutur bahasa daerah yang lebih sering menggunakan bahasa lain dengan maksud dan motof ekonomi tertentu seperti untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak, sebab saat ini banyak pekerjaan yang mensyaratkan harus menguasai bahasa Inggris. 

(9) faktor bahasa Indonesia, keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara otomatis bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar dalam acara-acara kenegaraan dan di lembaga-lembaga pendidikan. Pengaruh bahasa Indonesia yang sangat kuat ini telah menyebabkan bahasa-bahasa daerah mengalami pergeseran, Bahkan sebagaimana dikuti Gunarwan (2006, hlm. 96) bahwa bagi banyak orang Indonesia, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa primer sehingga tidak sedikit yang menggunakannya sebagai bahasa pertama, menggeser bahasa daerah.

Melihat faktor-faktor tersebut, maka sudah selayaknya kita menggeser kembali paradigma terkait dengan pentingnya pemertahanan bahasa daerah sebagai bahasa Ibu dengan mulai mengefektifkan kembali penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam lingkungan keluarga, peran orang tua menjadi ujung tombak yang paling menentukan. 

Walaupun dari segi pendidikan formal, Jawa Barat sudah memiliki Peraturan Gubernur Nomor 69 tahun 2013 tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa dan Sastra Daerah Pada Jenjang Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sebagai dasar hukum pelaksanaan pembelajaran bahasa daerah di persekolahan, tetap lembaga yang paling mempengaruhi bertahan tidaknya suatu usaha pemertahanan bahasa daerah ini adalah keluarga di rumah.

 Intensitas penggunaan bahasa daerah di lingkungan keluarga adalah jawaban untuk kembali mendudukkan bahasa daerah sebagai bahasa ibu, anak-anak sejak lahir mesti dikenalkan bahasa yang pertama kalinya adalah bahasa daerah. Kita harus memahami kutipan pepatah masyarakat Sunda yang berbunyi "Basa teh Ciciren Bangsa, Ilang Basana, Ilang Bangsana" yang mengandung arti ketika bahasanya sudah hilang maka bangsanya pun akan punah. Ini adalah menjadi tugas bersama untuk mempertahankan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.

Selamat Hari Aksara Internasional!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun