Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Saksi Berhak Didampingi Pengacara, Ini Dasar Hukumnya

9 September 2021   12:06 Diperbarui: 9 September 2021   13:11 13059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilusrasi (Shutterstock)

Dalam praktik hukum di lapangan sering terjadi perdebatan antara penyidik dan advokat seputar saksi, apakah boleh atau tidak didampingi advokat/pengacara atau penasihat hukum.

Di persidangan hampir selalu hakim mengusir advokat yang hendak mendampingi seorang saksi. "Hanya terdakwa yang boleh didampingi penasihat hukum," selalu begitu hakim beralasan.

Asal-usul perdebatan demikian berhulu pada asas legalitas yang dianut dalam hukum pidana formil (hukum acara pidana), dimana hanya yang tertulis dalam hukum acara yang boleh diikuti, sesuai asas lex stricta.

Penganut paham legalitas yang kaku demikian biasanya dari kalangan penyidik, penuntut umum dan hakim yang memiliki pandangan sempit dan tekstual. Tidak semua tentu saja.

Bagi penyidik tipe ini, hanya tersangka dan terdakwa yang boleh didampingi oleh penasihat hukum. Mereka berpegang pada ketentuan Pasal 54 KUHAP.

Pasal 54 KUHAP menyatakan, guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Pada sisi lain, sebagian penyidik tidak mempermasalahkan seorang saksi didampingi oleh advokat/penasihat hukum. Dalam situasi begini penyidik dan penasihat hukum berada dalam satu garis kesepahaman.

Menurut penulis, baik dari sisi asas legalitas yang kaku sekalipun, maupun menurut asas legalitas yang tidak kaku atau masih membuka sedikit ruang analogi, seorang saksi berhak didampingi penasihat hukum.

Berikut ulasan dan dasar hukumnya.

Pertama, dari sisi asas legalitas yang dipahami secara kaku dan tekstual, hukum acara tidak hanya berada dalam KUHAP.

Ada undang-undang khusus di luar KUHAP, atau perundangan lainnya dengan hirarki dibawah undang-undang, yang membolehkan saksi didampingi advokat.

KUHAP sifatnya aturan umum dalam hukum acara. Di samping KUHAP, masih ada aturan khusus di luar KUHAP, seperti UU Perlindungan Saksi dan Korban (UU No 13 Tahun 2006), UU Advokat (UU No 18 Tahun 2003), UU Pengadilan Pajak (UU No 14 Tahun 2002), UU Hak Asasi Manusia (UU No 39 Tahun 1999), dll.

Ambil contoh UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 5 Ayat (1)  huruf l UU ini dengan tegas menyebutkan, saksi berhak mendapat nasihat hukum. Hak saksi ini kembali dipertegas dalam Ayat (2).

Nasihat hukum yang dimaksud UU No 13 Tahun 2006 tersebut, bila merujuk KUHAP dan UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat, adalah berhak diberikan oleh advokat atau penasihat hukum.

Pasal 1 Angka 1 UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat menegaskan bahwa, Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang ini.

Kemudian, dalam Pasal 1 Angka 2 UU No 18 Tahun 2003 disebutkan, apa saja bentuk jasa hukum yang diberikan oleh advokat, berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.

Dalam pada itu, norma perlindungan hak asasi manusia (HAM) menempatkan hak mendapat bantuan hukum merupakan salah satu hak asasi manusia.

Pasal 18 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan, setiap orang yang diperiksa berhak mendapat bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Makna subjek hukum "setiap orang" berarti termasuk saksi. Dan makna "bantuan hukum" termasuk pendampingan oleh advokat.

Lebih lanjut, Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia ("Perkap 8/2009"), pada Pasal 27 huruf a membolehkan seorang saksi didampingi oleh pengacara (advokat/penasihat hukum).

"Setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap s a k s i, tersangka atau terperiksa wajib: a. Memberikan kesempatan terhadap s a k s i, tersangka atau terperiksa untuk menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai," tegas Pasal 27 huruf a Perkap 8/2009.

K e d u a, bila asas legalitas hukum acara dipahami sedikit longgar dengan membolehkan analogi, maka, sesuai fakta lapangan, tidak terhindarkan hak saksi untuk didampingi advokat/penasihat hukum.

Apalagi dalam kasus dimana saksi berpeluang menjadi tersangka. Tanpa didampingi penasihat hukum, saksi sangat rentan diintimidasi, diprovokasi, dijerat dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak dan melanggar hukum acara, prinsip-prinsip hak asasi manusia, dan norma perlindungan saksi.

Pasal 54 KUHAP memang menyebutkan secara tegas hak tersangka atau terdakwa mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum (advokat). Akan tetapi, KUHAP juga tidak melarang secara tegas saksi didampingi penasihat hukum.

Dalam konteks ini adalah kurang tepat argumen yang menyebutkan bahwa, hanya yang diatur secara tegas dalam KUHAP yang dibolehkan oleh hukum acara dalam penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan.

Analoginya, dan secara fakta, sesuatu yang tidak dilarang berarti boleh. Sebagaimana pakaian advokat sewaktu mendampingi kliennya tidak disebut oleh KUHAP "harus pakai dasi". Kenyataan advokat bebas mau pakai dasi atau tidak.

Sesuatu yang tidak secara tegas diatur atau dilarang dalam hukum acara diserahkan pada dinamika dan kebutuhan praktik di lapangan. 

Dalam keadaan tidak sedang berhadapan dengan proses hukum, setiap orang berhak meminta nasihat atau konsultasi hukum hukum dari advokat. Apalagi saat berhadapan dengan proses hukum, lebih-lebih lagi berhak.

Sepatutnya dipahami, bila penegakan hukum dilakukan secara murni tanpa muatan kepentingan pribadi, maka kehadiran advokat/penasihat hukum justru membantu penegakan hukum itu sendiri.

Konkretnya, saksi dapat meminta nasihat hukum langsung kepada advokat atau advokat berinisiatif memberi nasihat atau advis hukum pada saksi, tanpa bermaksud mengarahkan saksi memberi keterangan di luar hal yang dilihat, didengar dan dialami sendiri.

Dengan nasihat advokat demikian, saksi dipastikan selalu dalam koridor hukum. Dengannya, proses penegakan hukum justru terbantu oleh kehadiran advokat.

Advokat/penasihat hukum, pun, mesti paham batasan etika pendampingan antara lain membiarkan saksi memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan darinya. Jangan sampai offside.

Peranan advokat hanya sebatas memberi nasihat atau advis hukum baik diminta atau atas inisiatif si advokat sendiri demi kelancaran pemeriksaan yang akan atau sedang berjalan.

Advokat hanya pasif saat berhadapan dengan penyidik. Ia tidak menjawab pertanyaan penyidik. Yang menjawab pertanyaan penyidik terkait perkara adalah saksi (kliennya).

Advokat hanya aktif berhadapan dengan kliennya (saksi, tersangka atau terdakwa). Kliennya bebas bertanya seputar kasusnya. Dan advokat bebas memberi pandangan atau nasihat hukum. Timbal balik.

Akhir kata, dapat disimpulkan, peraturan perundang-undangan membolehkan saksi didampingi advokat atau penasihat hukum dalam semua tingkat pemeriksaan.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun