Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mendaki Sendirian tapi Tak Kesepian

12 September 2017   17:09 Diperbarui: 13 September 2017   10:01 4333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kali ini penulis mau cerita sedikit tentang dunia pendakian gunung yang dilakukan secara solo atau sendirian. Bagaimana suka-dukanya. Bagaimana pula seni mengelola pikiran, peralatan, logistik, pengaturan waktu perjalanan, dan mengelola kemungkinan disergap rasa sepi.

Tentang rasa sepi pernah penulis kisahkan di lain waktu. Bahwa, musuh utama solo trip ke gunung atau mendaki solo bukan hipotermia, bukan badai gunung, dan bukan binatang buas. Tapi rasa sepi. Mengapa penulis katakan begitu?

Malam diisi antara lain dengan menikmati api unggun (dokpri)
Malam diisi antara lain dengan menikmati api unggun (dokpri)
Rasa sepi bisa datang tiba-tiba, tak bisa diantisipasi. Saat rasa sepi menyergap, tenaga seolah hilang, ngelos, loyo, lemas. Bawaannya pengen pulang, berkumpul dengan keluarga dan teman-teman. Padahal, bisa jadi, saat rasa sepi itu datang, si pendaki sedang di tengah rimba belantara, setelah berhari-hari naik-turun bukit, menyeberang sungai besar, dll.

Dalam budaya Indonesia yang cenderung guyub, apalagi jika karakter seorang pendaki bersifat ekstrovert, maka mendaki secara solo akan rawan dihinggapi rasa sepi demikian. Bagaimana menyiasati hal ini supaya tak terjadi?

Sendirian tapi tidak kesepian (dokpri)
Sendirian tapi tidak kesepian (dokpri)
Solitaire but not solitude (dokpri)
Solitaire but not solitude (dokpri)
Kebetulan penulis belakangan ini lebih sering mendaki secara solo dibandingkan berkelompok. Beda dengan masa-masa SMA dan kuliah dulu, kurun tahun 1990-an s/d 2000-an, yang selalu mendaki dalam group, tak pernah sendirian.

Berbeda dengan rasa sepi, semua kecelakaan digunung pada dasarnya bisa diantisipasi. Faktanya, menurut statistik, kecelakaan fatal waktu mendaki gunung biasanya terjadi pada pendakian secara berkelompok. Sedangkan pendakian secara solo cenderung lebih aman. Ini masuk akal.

Menikmati suasana sambil menunggu sunset (dokpri)
Menikmati suasana sambil menunggu sunset (dokpri)
Mengisi waktu dengan main masak-masakan (dokpri)
Mengisi waktu dengan main masak-masakan (dokpri)
Saat mendaki secara solo, seorang pendaki bisa mengukur segalanya secara independen seorang diri, mengukur kekuatan diri, mengatur ritme berjalan (kapan berjalan, berapa lamanya, dan kapan istirahat), mengatur peralatan apa yang dibawa sesuai kebutuhan, dan membawa logistik sesuai keinginan. Intinya, pendakian solo cenderung siap-sedia segalanya dengan segala kemungkinan.

Berbeda dengan pendakian yang dilakukan secara berkelompok. Kekuatan masing-masing personil pendakian berbeda-beda. Namun saat berjalan, setiap orang cenderung terkondisikan oleh "ritme bersama". Tak heran jika orang yang paling lemah akan cenderung terus berjalan mengikuti temannya yang kuat, walau tercecer di belakang.

Rasa sepi asalnya dari pikiran (dokpri)
Rasa sepi asalnya dari pikiran (dokpri)
Kuasai pikiran maka rasa sepi bisa dikendalikan (dokpri)
Kuasai pikiran maka rasa sepi bisa dikendalikan (dokpri)
Belum lagi andai terjadi kordinasi buruk terkait pembagian beban peralatan dan logistik. Acap ditemui seorang anggota kelompok pendakian "menang banyak", cuma membawa daypack kecil, sementara teman-temannya terpaksa membawa peralatan bersama dan logistik di tas carrier berukuran besar.

Dalam pendakian solo, segalanya diatur sendiri. Seorang pendaki mampu mengukur dan menghitung kekuatan dan apa yang perlu dibawa, dengan presisi. Pasalnya, keselamatan dirinya ditentukan oleh keputusan dirinya sendiri.

Nikmati suasana dan fokus pada detail (dokpri)
Nikmati suasana dan fokus pada detail (dokpri)
Mengapa orang mendaki solo. Bagi penulis, seiring bertambahnya umur, kebutuhan akan privasi ternyata memang bertambah. Tenaga makin berkurang, jadi maunya perjalanan diatur sendiri dengan enak dan leluasa, kapan berjalan dan kapan istirahat, tidak tergantung orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun