Istana adalah bangunan yang paling sulit dikunjungi, apalagi bila kita bukan pejabat, alias rakyat biasa. Itulah sebabnya saya selalu memanfaatkan momen yang berkaitan dengan masuk istana, baik di dalam maupun di luar negeri.
Sebagian istana ada yang sudah terbuka, bahkan dimanfaatkan untuk kunjungan wisata, misal istana Versailles di Prancis dan Buckingham Palace di Inggris.
Juga keraton Solo, Yogya dan Cirebon sudah boleh dikunjungi. Bahkan istana Negara di Jakarta dan Istana Bogor.
Kali ini saya berkesempatan mengunjungi istana Cipanas dalam acara Click dan Kreatoria.
Tepatnya, kami berombongan 11 orang dengan dua mobil menuju istana Cipanas. Pada hari Rabu 26 Februari 2025. Perjalanan berangkat lancar, hanya pulangnya agak tersendat oleh turunnya kabut dan kemacetan.
Setelah melaporkan diri pada petugas jaga, kami diingatkan kembali hanya boleh membawa masuk satu kamera dan satu gawai, namun tidak boleh merekam dalam format video. Semua gawai peserta dikumpulkan dalam sebuah tas untuk disimpan di dalam loker, hanya boleh membawa tumbler air minum. Semua tas harus disimpan di mobil. Setelah semua persyaratan dipenuhi, kami mendapatkan seorang pemandu, bapak Heru.
Pada awalnya pak Heru menceritakan sejarah Istana Cipanas ini. Dibangun oleh Belanda pada 1740 sebagai tempat peristirahatan seorang tuan tanah, van Heots, karena disana ditemukan sumber air panas alam. Jadi lebih fokus pada kesehatan. Kemudian diambil alih menjadi tempat peristirahatan Gubernur Jenderal sejak Gubernur Jenderal Willem Baron van Imhoff (1743).
Saat pendudukan Jepang, tanah seluas 26 ha ini hanya dijadikan tempat transit pejabat-pejabat Jepang. Setelah Indonesia Merdeka Pemerintah RI mengubah fungsinya menjadi Istana Kepresidenan Cipanas.
Meski begitu, selain Presiden juga boleh tinggal hanya pada kamar yang sesuai peruntukan, Presiden, keluarga Presiden, Wakil Presiden dan Menteri.
Istana terdiri dari bangunan utama, paviliun Yudistira, paviliun Bima, dan paviliun Arjuna. Yang dibangun pada era kolonial, sangat kokoh bahkan terhindar dari bencana gempa Cianjur.
Justru paviliun Nakula, Sadewa, Antareja, dan Antasena yang dibangun pada era Republik (1983) sempat retak-retak. Gedung Bentol tempat tetirah Bung Karno,. dengan arsitek F. Silaban.
Istana ini dapat untuk rapat kabinet, menerima tamu saat Presiden Soekarno, Soeharto, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Presiden Joko Widodo belum pernah menginap dan hanya mempergunakan sebagai tempat transit, saat meninjau korban bencana gempa Cianjur.
Presiden ke delapan, Prabowo Subianto belum sempat berkunjung, meski semua lukisan sudah disesuaikan dengan minat beliau.
Meski Presiden tidak tinggal disana, perawatan dan keamanan istana sangat tinggi, ditangani sekitar 140 personil.
Kami juga mengunjungi sumber air panas alam dan pemandian sumber air panas.
Di bagian belakang sudah dibangun embung atau telaga Kahuripan dengan anphitheatre-nya.
Setelah singgah di Gedung Bentol, kandang kuda, Taman Anggrek, dan melewati air mancur, tempat pemancingan, museum dan masjid, kami mengakhiri tur ke istana Cipanas.
Kami sempat makan siang bersama dengan menu Sate Maranggi yang dibumbui oncom, disantap dengan nasi putih atau gemblong bakar.
Sebenarnya istana Cipanas ini terbuka, hanya saja bukan tempat wisata. Untuk dapat memasukinya harus izin ke petugas jaga, berusia minimum 10 tahun, berpakaian sopan, baju, bukan kaos / t-shirt,  mengenakan celana bahan, bukan jeans, dan bersepatu.  Tidak boleh membawa tas dan gawai.  Jam buka Senin- Kamis 09.00-16.00. Kecuali hari  Jumat, 09.00-11.00 dan 14.00-16.00 WIB.
Terima kasih Click dan Kreatoria atas kesempatan yang langka ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI