Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apa itu Konsumerisme?

2 Mei 2023   19:56 Diperbarui: 2 Mei 2023   20:03 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: bisnis.com)


Konsumerisme adalah sikap konsumtif yang kita jalankan. Sering kali kita lupa diri karena lapar mata, melakukan sesuatu hanya karena pemicu sesaat.

Contohnya saat kita melihat billboard, iklan produk di televisi,  antrean yang mengular di sebuah gerai atau saat melihat seorang teman mengenakan suatu barang. Apakah barang itu kita butuhkan? Mengapa kita harus ikut-ikutan membeli agar memiliki dan memakai barang itu? Konsumerisme juga dapat berupa tindakan, misal kita biasa minum kopi di rumah, namun karena trend lingkungan kita minum kopi di hotel, maka kita ikut-ikutan.

Bagi yang memiliki pendapatan berlebih tidak jadi masalah. Tetapi bagi kita yang berpenghasilan pas-pasan, gaya hidup  konsumerisme ini dapat membuat kita mengalami defisit tiap bulan. 

Ambil contoh diatas, bila minum kopi di rumah, beaya sekitar 4-5 ribu Rupiah saja, padahal minum kopi di hotel itu minimum 50 ribu Rupiah. Masih ada pajak, jasa layanan juga kalau harus mentraktir teman. Beaya rutin yang hanya 5 ribu Rupiah dapat melonjak. menjadi 50-200 ribu Rupiah. 

Kalau penghasilan kita pas-pasan pasti akan mengalami defisit. Meski pada mulanya kita tidak merasakan hal itu, karena membayar dengan kartu kredit. Nah pada saat bank penerbit kartu kredit menagih barulah kita sadar, harus ada pengeluaran lebih untuk bulan ini. Ya kalau minum kopi ini dilakukan satu kali, kalau puluhan kali, defisit anggaran akan ditutup dari mana?

Demikian pula dengan produk, saat kita tertarik pada sebuah produk yang diiklankan, kita membayangkan akan menjadi setampan atau secantik model pada iklan tersebut, akibatnya kita ikut-ikutan membeli produk itu padahal hanya keinginan, bukan kebutuhan.

Sekarang era media sosial, banyak influencer yang dibayar untuk merayu kita membeli suatu produk. Hendaknya kita jangan mudah terpengaruh, karena ini hanyalah keinginan semata, bukan suatu kebutuhan. Mau memakai produk yang dikenakan oleh si influencer, kita tetap sama seperti diri kita, tidak akan berubah menjadi setampan / secantik dia.

Jadi hati-hatilah dengan picuan sesaat, jangan mudah terjebak rayu. Konsumerisme juga dapat dipicu oleh sifat flexing atau pamer dari seseorang. Bisa saja kita merasa tertarik untuk berwisata ke suatu tempat atau makan di resto tertentu atau memakai sepeda merek tertentu gara-gara ada teman yang pamer. Padahal kita sebenarnya  tidak perlu ikut-ikutan dengan dia, biarkan dia pamer, toh itu pengeluaran dia. Yang peting kita harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan kita.

Menghindari konsumerisme bukannya berubah menjadi pelit atau a-sosial. Namun kita menyesuaikan antara kebutuhan dan penghasilan yang kita dapat. Kita boleh sewaktu-waktu mentraktir teman-teman saat betsosiaiisasi namun toh tidak harus di hotel atau resto mewah. Sesuaikan dengan kemampuan kita.  Membeli barang bermerek bila memang kualitasnya bagus sehingga dapat dipakai lama, juga masih diperkenankankan bila hal ini merupakan kebutuhan kita.

Banyak godaan disekitar kita, maka waspadalah agar kita tidak mengalami defisit sehingga terbelit hutang. Bersikap bijak dalam mengelola keuangan dengan menjauhi konsumerisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun