Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik. Telah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bojong Kulur, Desa Peninggalan Prajurit Sultan Agung Mataram..?

13 Juni 2025   07:00 Diperbarui: 13 Juni 2025   07:09 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Bojong Kulur, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor // Sumber; Sutanadil Institute

Bojong Kulur, Desa Peninggalan Prajurit Sultan Agung Mataram..?

Oleh : HG Sutan Adil

Desa Bojong kulur adalah sebuah desa di wilayah paling utara Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan hampir 70 % wilayahnya adalah lokasi Perumahan Vila Nusa Indah. Bojong secara harfiah berasal dari bahasa sunda berarti dataran yang menjorok ke air, seperti tanjung atau tepi sungai, sedangkan Kulur berasal dari bahasa sunda dari kata Lor/Kaler yang artinya Utara.

Bojong Kulur berarti wilayah yang berada di ujung utara dan keberadaannya diapit oleh dua sungai disebelah timur Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas disebelah barat, kemudian kedua sungai itu bertemu disebelah utara desa yang selanjunya disebut Sungai atau Kali Bekasi dan sudah berada di wilayah administratif Kota Bekasi.

Dari segi sejarahnya desa bojong kulur ini menjadi menarik karena berdasarkan cerita masyarakat,  dahulunya sebelum Republik Indonesia merdeka, adalah merupakan tempat persinggahan tentara Sultan Agung dari Mataram yang menyerang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda yang bepusat di Batavia (DKI Jakarta sekarang) tahun 1628 M dan 1629 M.

Cerita Ini di buktikan dengan adanya beberapa makam keramat atau situs sejarah yang terletak di beberapa kampung dalam desa bojong kulur. Dari beberapa makam tersebut yang terkenal adalah makam keramat Raden Kapiten Saleh yang terletak di Kp. Lembur (tepatnya di samping Perumahan Vila Nusa Indah Blok V RW 23), sebagaimana tercatat di website desa bojong kulur  https://desabojongkulur.id/2023/02/10/sejarah-desa/ 

Makam Raden Kapiten Saleh di Desa Bojong Kulur / Sumber; Sutanadil Institute 
Makam Raden Kapiten Saleh di Desa Bojong Kulur / Sumber; Sutanadil Institute 

Tercatat bahwa pada tahun 1628 M dan 1629 M, Sultan Agung, raja Mataram saat itu mengutus Tumenggung  Bahureksa dan Dipati Ukur sebagai seorang adipati di Priangan  atau Tatar Ukur untuk memimpin pasukan menyerang  Batavia yang saat itu dikuasai VOC dan berniat mengusir VOC dari Pulau Jawa . Dipati Ukur menggunakan jalan darat, sedangkan Tumenggung Bahureksa memimpin penyerangan lewat jalur laut atau samudra. Sayangnya kali ini Dipati Ukur gagal meraih kemenangan.

Lukisan Penyerangan Prajurit Sultan Agung Mataram di Batavia // Sumber : Sutanadil Institute
Lukisan Penyerangan Prajurit Sultan Agung Mataram di Batavia // Sumber : Sutanadil Institute

Sebagai akibat kegagalan tersebut, Dipati Ukur harus siap menerima hukuman. Sudah menjadi kebiasaan di masa kepemimpinan Sultan Agung bahwa hukuman mati adalah balasan bagi pemimpin pasukan yang kalah. Mengingat dan mempertimbangkan segala risiko, Dipati Ukur memilih untuk tidak pulang ke Mataram, melainkan kembali ke Tatar Ukur dan berniat memajukan tanah air beserta rakyatnya. Keputusan yang ia tahu akan membuat Sultan Agung murka serta memburunya.

Bojong Kulur sebagai sebuah wilayah dekat dengan Batavia saat itu, diperkiran menjadi salah satu tempat prajurit Dipati Ukur untuk mempersiapkan diri untuk menyerang dan mengundurkan diri ke beberapa pengunungan disekitar Priangan (Bandung Raya). Sepertinya lokasi Bojong Kulur yang mudah diakses melalui Sungai Cileungsi dan Cikeas dijadikan lokasi yang cocok untuk meninggalkan perlengkapan perang dan menyimpannya dalam  bentuk makom atau petilasan di beberapa tempat yg sekarang disebut Makam Keramat.

Namun mengapa ada makom atau petilasan yang diberi nama Raden Kapiten Saleh di desa Bojong Kulur ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata "raden" memiliki arti sebagai gelar kehormatan yang diberikan kepada putra-putri raja atau keturunan raja yang sudah jauh. Gelar ini juga dapat digunakan sebagai sapaan atau panggilan bagi orang-orang yang memiliki keturunan bangsawan atau berasal dari keluarga raja. Sering juga kata Raden digunakan sebagai sapaan atau panggilan kepada orang-orang yang memiliki keturunan bangsawan.

Kapiten merupakan gelar atau sebutan umum untuk kepala daerah pada zaman pemerintahan raja-raja di nusantara setingkat dengan camat, seperti di daerah Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Kapiten juga sangat jamak diberikan kepala golongan penduduk diaspora yang ada disuatu negeri, biasa di pakai sejak masuknya bangsa Kolonialis Eropa untuk pemimpin ras tertentu, seperti Kapiten Cina, Kapiten Arab dan lainnya. Kapiten atau Kapten juga biasa dipakai sebagai pangkat seorang kepala dalam balatentara.

Jadi dapatlah ditafsirkan bahwa Raden Kapiten Saleh ini adalah seorang pemimpin di sebuah wilayah setingkat Camat saat ini dan juga beliau ini juga adalah keturunan bangsawan yang ditugaskan untuk mengurus wilayah disekitar Bumi Priangan saat dipimpin oleh Dipati Ukur.

Ilustrasi Dipati Ukur // Sumber ; Ensiklopedia Sejarah Indonesia
Ilustrasi Dipati Ukur // Sumber ; Ensiklopedia Sejarah Indonesia

Makam Raden Kapiten Saleh ini juga diperkirakan adalah sebuah makom atau petilasan dari pasukan Dipati Ukur untuk menyimpan perlengkapan perang nya agar menghilangkan jejak sebelum melanjutkan perjalanan kembali untuk bersembunyi di sekitar Gunung Pangporang dan Gunung Pangparang dan menghindari dari kejaran pasukan Mataram yang akan menghukumnya. Keterangan ini terdapat dalam sebuah naskah yang ditulis pada tahun Jim Awwal, tanggal 4 Muharram, atau sesuai dengan tanggal 2 Februari 1778. (Sumber; https://bandungbergerak.id/article/detail/1598249/peta-perjuangan-dipati-ukur-beserta-situs-petilasannya-di-gunung-gunung-bandung-raya-1)

Peta perjalanan dan perjuangan Dipati Ukur kisaran tahun 1629-1632 M . (Ilustrasi berbasis peta digital 2024, digambar oleh Gan Gan Jatnika)
Peta perjalanan dan perjuangan Dipati Ukur kisaran tahun 1629-1632 M . (Ilustrasi berbasis peta digital 2024, digambar oleh Gan Gan Jatnika)

Kedepannya diharapkan agar dilakukan penelitian yang lebih serius lagi tentang makam Raden Kapiten Saleh ini agar didapat sebuah kesimpulan yang kuat tentang sejarah adanya peninggalan dari prajurit Sultan Agung dari Mataram di desa Bojong Kulur ini. Untuk itu dibutuhkan pelibatan ahli Arkeologi dan Filologi agar didapat pendapat dan sebuah laporan penelitian yang ilmiah dan kajian akademis tentang Makam atau Petilasan ini.

Diharapkan dengan adanya cagar budaya sebuah makam tokoh dan pahlawan bangsa di Desa Bojong Kulur ini akan menjadi aset pariwisata umum dan keagamaan yang menarik serta akan mengundang banyak peminat dan wisatawan datang dari berbagai daerah lainnya, khususnya dari tanah leluhur di jawa barat dan jawa tengah.

Selamat Hari Jadi Bogor ke-543 Kabupaten Bogor

*) Penulis Adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute.

Bogor, 12 Juni 2025

Sumber:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun