Mohon tunggu...
HG Sutan Adil
HG Sutan Adil Mohon Tunggu... Sejarawan - Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Pemerhati dan Penulis artikel Sejarah, Ekonomi, Sosial, Politik di berbagai media. Sudah menulis dua buku sejarah populer berjudul Kedatuan Srivijaya Bukan Kerajaan Sriwijaya dan PERANG BENTENG, Perang Maritim Terbesar Abad 17 dan 19 di Palembang. (Kontak 08159376987)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Benteng Kedua (Bagian 1)

30 Januari 2023   10:00 Diperbarui: 30 Januari 2023   10:09 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertempuran Sungai Aur/Sumber Buku Perang Benteng

Perang Maritim di Palembang melawan Kerajaan Inggris

 

Bagian 1

Oleh : HG Sutan Adil

Sebelumnya Penulis telah memaparkan adanya Perang Benteng Pertama di Palembang dimana saat itu VOC berusaha untuk mengusai perdagangan Lada dan Rempah lainnya dengan cara meminta Hak Monopoli perdagangan dan hal ini berhasil dihalau oleh Kerajaan Palembang saat itu.

Dalam Perang Benteng Kedua ini, kekuasaan di Palembang telah berganti dinasti. Sejak terbakarnya Ibukota dan Keraton Kuto Gawang saat Perang Benteng Pertama, maka setelah itu di Palembang sudah berdiri Kesultanan Palembang Darussalam yang berpusat di Keraton Kuto Besak.

Saat Perang Benteng Kedua ini, Sultan yang berkuasa adalah Sultan Mahmud Badaruddin Pangeran Ratu Raden Hasan atau Sekarang sering disebut sebagai Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) dan merupakan Sultan yang Ke 7. Saat itu adalah masa dimana Kerajaan Inggris sedang berkuasa di Nusantara dan dipimpin oleh Gubernur Jendral H.W. Daendels diawal tahun 1224 H/1809 M .

Belum sewindu berkuasa di Kesultanan Palembang Darussalam, SMB II sudah mengalami cobaan besar saat menagih hutang pelunasan kontrak atas pengisian timah oleh Belanda sebelumnya. Penagihan ini dibalas dengan congkak dan diiringi ancaman bahwa harga timah putih akan diturunkan, dan apabila pada pengiriman berikutnya tidak terdapat timah putih, maka Palembang akan digempur.

Sehubungan dengan ancaman tersebut, Sultan Mahmud Badaruddin II, selanjutnya segera mengadakan persiapan-persiapan perang setelah hal itu dimusyawarahkannya dengan para pembesar dan pemuka-pcmuka rakyat. 

Persiapan ini dilakukan dengan memperkuat semua benteng dan kubu-kubu pertahanan, memeriksa dan meneliti saluran-saluran air (terusan-terusan) dan sungai-sungai untuk kepentingan strategi pertahanan. Penjagaan diperkuat, kesiap-siagaan masyarakat ditingkatkan, demikian pula penjagaan di Muara Sungsang dan tempat-tempat lainnya yang letaknya strategis.

Sementara itu, Thomas Stamford Raffles diangkat sebagai perwakilan Gubenur Jenderal Inggris berkedudukan di Malaka. Pengangkatan itu memberi kesempatan kepadanya untuk melaksanakan ambisinya, menghancurkan kekuatan-kekuatan Belanda di Indonesia dan menggantikannya dengan kekuasaan Inggris. Persaingan dan perebutan pengaruh dikalangan kedua kekuatan kolonial tersebut adalah terutama dalam masalah perdagangan dan monopoli timah dan lada di Sumatera Bagian Selatan.

Raffles mencoba mempengaruhi Sultan Mahmud Badaruddin II. Dengan perantaraan Surat menyurat yang mana dia menganjurkan supaya Sultan mengenyahkan kekuasaan Belanda di Palembang, kemudian membuat perjanjian dengan pihak Inggris.

SMB II menanggapi Surat Raffles itu dengan sangat diplomatis. Dalam pada itu Surat Raffles akhir Mei 1811, menyatakan bahwa dia berterima kasih apabila SMB II mau menghancurkan loji Belanda di Palembang. Selanjutnya dalam Surat itu juga dinyatakan bahwa ada dikirim 80 pucuk senapan berikut 10 karung mesiu; serta dijanjikan pula bantuan militer. Sementara itu Sultan Mahmud Badaruddin II mengutus dua orang menteri ke Pulau Penang secara rahasia untuk menyelidiki apakah maksud Inggris yang sebenarnya. 

Kenyataan yang diperoleh kedua utusan tersebut ialah bahwa angkatan bersenjata Inggris telah dipersiapkan dan dipusatkan di Malaka. Setelah mendengar keterangan-keterangan para utusan itu, SMB II tetap menunggu perkembangan selanjutnya dengan penuh kewaspadaan, karena beliau sadar bahwa Inggris dan Belanda mempunyai ambisi yang sama. Kepada para Bangsawannya diperintahkan untuk mencari informasi situasi pertempuran di Pulau Jawa dan Batavia, yang pada awal bulan Agustus 1811 itu sudah mulai berkobar.

Dokumen Sutanadil Institute
Dokumen Sutanadil Institute

Setelah mendapat berita dari seorang keluarga pembantunya yang baru tiba dari Batavia bahwa Belanda di Pulau Jawa terlibat dalam peperangan melawan lnggris, SMB II mengadakan musyawarah bertempat di Pemarekan. 

Dalam pertemuan itu dilaporkan oleh bangsawan2 yang ditugaskan mencari informasi itu, bahwa Belanda tengah menghadapi serbuan lnggris dekat Betavia, dan bahwa saat itulah merupakan waktu yang sebaik-baiknya dan sangat tepat untuk mengusir kekuasaan Belanda dari Palembang.

Pada tanggal 13 September 1811 Sultan mengadakan musyawarah lagi yang dihadiri oleh semua pembesar, alim ulama dan pemuka-pemuka masyarakat. Sultan menjelaskan tentang kejadian-kejadian di Jawa lalu memerintahkan agar Loji Belanda di Sungai Aur berikut penghuni-penghuninya diamankan. Sementara itu diluar Kraton telah disiapkan sejumlah 2.000 orang Pasukan bersenjata lengkap.

Pada tanggal 14 September 1811 Kiyai Temenggung Lanang dengan didampingi empat orang bangsawan lainnya, menemui Resident Belanda di Palembang, Jacob van Woortman, untuk menyampaikan perintah Sultan, supaya Loji hari itu juga dikosongkan oleh Belanda. 

Resident Woortman menolak untuk memenuhi perintah itu, karena dia belum mendapat perintah dari atasannya. Temenggung Lanang kembali ke Kraton untuk melapor, sedangkan kepada keempat orang bangsawan yang mendampinginya berikut pasukan yang mengawal, diperintahkan untuk tetap berjaga-jaga dengan penuh kewaspadaan di sekitar Loji.

Hari itu sudah lewat tengah hari, Temenggung Lanang kembali ke Loji, dengan dikawal lebih kurang 500 orang pasukan dan massa rakyat., Setibanya di Loji Temenggung Lanang menyerahkan surat  Sultan kepada Resident Woortman yang menjelaskan, bahwa Pulau Jawa telah dikuasai oleh Inggris, dan oleh karena ltu supaya Loji segera dikosongkan. Residen Woortman masih tetap pada pendiriannya semula. Utusan Sultan kembali ke Kraton untuk melapor.

Sore harinya pasukan dibawah pimpinan Bangsawan tersebut, dengan dibantu oleh massa rakyat melucuti senjata serdadu-serdadu dan orang-orang Belanda yang berada didalam loji. Setelah itu semuanya diangkut dengan perahu ke Sungsang untuk diamankan di suatu tempat agar tetap aman. Ditengah jalan tawanan itu berontak dan melawan, sehingga banyaklah yang terbunuh, yaitu 24 orang Eropah dan 63 orang jawa; kecuali beberapa orang saja yang selamat, yaitu seorang juru bahasa bemama Willem van de Weeteringe Buijs, seorang Portugis dan tiga orang wanita Belanda.

Peristiwa tersebut dikenal sekarang dengan "Peristiwa Sungai Aur" atau “Palembang Massacre” yang terjadi pada tanggal 14 September 1811.  Peristiwa itu membuktikan bahwa Sultan Mahmud Badaruddin II benar-benar adalah seorang negarawan yang mempunyai pandangan yang jauh kedepan yakni dengan memilih saat yang tepat yaitu 4 hari sebelum Belanda dihancurkan tentera lnggris di Jatinegara (Mr. Comelis) pada tanggal 22 Agustus 1811, Sultan Mahmud Badaruddin II telah menyatakan “Merdeka” nya Kesultanan Palembang dari pengaruh kekuasaan Asing, dan siap berperang jika Kolonialis kembali ke Palembang.

Dokumen Sutanadil Insttute
Dokumen Sutanadil Insttute

Sedangkan di Negeri mereka di Eropa, Pada tanggal 18 September 1811 ditanda tanganilah akta penyerahan dari Pihak Belanda kepada pihak Inggris atau dikenal dengan nama Perjanjian Tuntang, yang   sekarang berada di kecamatan Tuntang, kabupaten Semarang. Pulau Jawa dan daerah-daerah takluknya, Timor, Makasar dan Palembang berikut daerah-daerah takluknya menjadi jajahan lnggris.

Di Timor dan Makasar penyerahan tersebut tidaklah mengalami banyak kesulitan, tetapi ketika utusan-utusan Raffles tiba di Palembang untuk mengambil alih Loji Belanda di Sungai Aur, mereka ditolak oleh Sultan Mahmud Badaruddin II, karena kekuasaan Belanda di Palembang sebelum Perjanjian Tuntang sudah tidak ada lagi. (Bersambung Ke Bag. 2)

*) Penulis Adalah Pemerhati dan Peneliti Sejarah dari Sutanadil Institute

Bogor, 24/01/23

Dok Pribadi
Dok Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun