Mohon tunggu...
Jellcia Daffazza Vitri
Jellcia Daffazza Vitri Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi di Universitas Sriwijaya

I am an active person and like to learn new things that are useful, such as learning new skills and trying many competition opportunities to get many opportunities.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Jeritan MEP dan Beruk: Saat Hiburan Jalanan Merampas Kebebasan Satwa

8 September 2025   11:53 Diperbarui: 8 September 2025   12:03 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seekor monyet jenis Ekor Panjang (MEP) beraksi dalam pertunjukan topeng monyet di, Solo, Jawa Tengah. (Sumber:  ANTARA FOTO/MaulanSurya/pd/16))

Yang sering dilupain, primata juga bisa jadi reservoir virus baru yang belum kita kenal. Ingat kan asal-usul HIV dan beberapa virus corona? Yep, dari kontak manusia-primata yang terlalu intens. Jadi every time kita interact sama monyet peliharaan atau atraksi jalanan, kita basically main russian roulette sama kesehatan kita sendiri.

Eksploitasi monyet dan beruk melampaui etika semata. Dampaknya sangat nyata, yaitu satwa stres dan mati muda, manusia berisiko terjangkit penyakit, populasi liar menurun, dan budaya hiburan kita menjadi lebih daripada hiburan murahan. Singkatnya, kita membayar tawa dengan penderitaan panjang.

Masalah ini terus terjadi karena hukum belum tegas, literasi konservasi rendah, alasan ekonomi, dan budaya hiburan lama yang dianggap "normal" (Rahman, 2025). Padahal, warisan budaya harus lebih luas dari sekadar hiburan bila melukai makhluk lain.

Tapi hal itu tak berarti kita nggak bisa berbuat apa-apa. Bayangin kalau setiap konten yang kita tonton, setiap postingan yang kita share, punya pesan peduli: "Aku pilih untuk berpihak pada satwa, bukan hiburan murahan." Dengan langkah kecil itu, kita bisa bikin gelombang besar, satwa senang, hutan terjaga, dan kita tetap bisa have fun dengan cara yang lebih cerdas dan kreatif.

Good news-nya, udah banyak kok alternatif hiburan yang ethical dan educational. Wildlife documentary di Netflix, virtual zoo tours, AR apps tentang satwa liar, atau eco-games yang seru. Bahkan beberapa theme park udah mulai ganti atraksi live animal dengan teknologi hologram yang keren abis!

Generasi kita juga makin aware. Banyak influencer muda yang mulai promote ethical wildlife content, startup conservation tech yang didirikan anak muda, dan komunitas-komunitas peduli lingkungan yang fun dan inclusive.

Nah, buat anak muda seperti kita, menjaga monyet ekor panjang dan beruk menjadi lebih daripada sekadar "nggak nonton atraksi". Kita bisa seru-seruan sambil bikin perubahan, seperti kampanye medsos, bikin konten lucu yang edukatif, atau ikut program konservasi. Ayo, kita buktikan kalau peduli lingkungan itu keren, fun, dan penuh aksi nyata bermanfaat. Satwa tersenyum, kita juga happy dan alam Indonesia jadi tempat yang lebih ramah untuk semua makhluk!

Change starts with us, guys. Every scroll, every click, every share adalah pilihan. Pilih mana, jadi bagian dari masalah atau bagian dari solusi? Gue yakin kalian tau jawabannya. Let's make it happen!

Monyet hitam sulawesi . Kegiatan konservasi di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki, Sulawesi Utara, Senin (25/4/2022), (Sumber: ANTARA NEWS FOTO)
Monyet hitam sulawesi . Kegiatan konservasi di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki, Sulawesi Utara, Senin (25/4/2022), (Sumber: ANTARA NEWS FOTO)

REFERENSI

Daria, A. (2024, September 20). 4 bahaya memelihara hewan primata yang jarang diketahui. IDN Times.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun