Salah satu penyebab dari penyimpangan karakter anak-anak di anime ini adalah ketidakhadiran peran orang dewasa. Bukan hanya tentang kehadiran fisik, tetapi tentang kehadiran emosional.
Shizuka tinggal bersama ibu yang ignorant, yang bahkan tidak menyadari perundungan yang dialaminya. Ibunya tidak tahu atau bahkan tidak mau tahu bahwa kedekatannya dengan ayah teman Shizuka menjadi alasan Shizuka dirundung.
Padahal, melihat sekilas saja langsung ketahuan ada yang tidak beres dari anak itu. Kaos Shizuka selalu kotor, tas sekolahnya lusuh dengan coretan makian, dan tempat pensilnya selalu hilang. Apa yang kurang jelas dari semua itu?
Guru di sekolah pun mengabaikannya, tipikal orang dewasa yang menganggap perundungan sebagai candaan anak-anak. Ya, hanya candaan karena loker Shizuka selalu penuh sampah dan kata-kata tak senonoh. Ya, hanya candaan karena bangku Shizuka cuman ada coretan "Mat*lah!"
Sosok yang dipanggil Papa oleh Shizuka tidak lebih baik. Setelah bercerai, Papa menikah kembali dan memiliki anak yang seumuran dengan Shizuka—mengindikasikan bahwa hubungan barunya terjadi sebelum perceraiannya dengan ibu Shizuka.
Bertahun-tahun Papa tidak berusaha untuk menghubungi Shizuka. Ketika Shizuka pergi ke Tokyo untuk mencari Chappy—anjing kesayangan Shizuka, Papa malah pura-pura tidak mengenalnya di depan anaknya yang lain.Â
Penolakan dan pengabaian yang dialami Shizuka membuatnya tumbuh menjadi seorang sosiopat. Shizuka kesulitan untuk membangun empati karena tidak ada sosok orang tua yang memberikan perhatian cukup padanya. Tidak ada orang dewasa yang menunjukkan cara berempati.
Di sisi lain, sosok perundung Shizuka, Marina digambarkan sebagai anak ceria yang punya banyak teman. Marina selalu mengejek Shizuka karena ibu Shizuka adalah hostess. Marina merundung Shizuka dengan perundungan verbal dan fisik.Â