Kali ini Abah Huda mengangkat kisah hikmah dua keluarga yang sama-sama kaya namun berbeda konsep hidupnya. Di Musholla Al-Muslimun, tepatnya hari Ahad malam Senin (9 Maret 2025) ini adalah tugas ketiga dari Abah Huda sebagai pemateri dalam agenda Safari Ramadhan 1446 H.
Kisah keluarga Pak Karim
Dikisahkan keluarga Pak Karim dan Bu Karimah (nama imajiner) adalah keluarga berharta, dermawan, dan berkahlak mulia. Suatu sore yang berbalut mendung di kediaman beliau kedatangan tamu yang tak diundang. Seorang tua dengan baju kusut, rambut awut-awutan, badan kurus, kotor, dan bau.
Rupanya ia seorang pengemis yang kelaparan, datang ke rumah Pak Karim untuk meminta belas kasihan. Dengan sopan dan ramah Pak Karim mempersilahkan masuk, "Silahkan masuk Saudaraku.."
"Saya disini saja Pak, malu badanku kotor..." Jawab si Pengemis sambil duduk di lantai teras.
Pak Karim terus meminta agar masuk rumah, "Tak apalah Saudaraku, silahkan masuk, ayolah.. jangan tolak permintaanku.." Dengan malu-malu si Pengemis tua itu masuk dengan dibimbing oleh si Tuan rumah. Setelah di dalam rumah si Pengemis dipersilahkan duduk di atas kursi empuk, indah dan terkesan mewah.
Setelah ngobrol ringan sesaat Pak Karim minta ijin untuk menemui istrinya, Bu Karimah.
"Istriku, di depan ada tamu Saudara kita yang sangat membutuhkan perhatian. Masaklah yang enak-enak untuknya." Informasi dan permintaannya yang disambut dengan gembira oleh sang istri.
Singkat kisah, hidangan telah siap di meja makan segera Pak Karim mempersilahkan kepada si Pengemis tua untuk pindah ke ruang makan. Si Pengemis diantarkan Pak Karim menuju ruang makan yang yaman dan rapi, seraya dipersilahkan dengan penuh rasa hormat, "Silahkan makan Saudaraku, hidangan ini khusus disajikan untukmu. Silahkan dinikmati sepuas-puasnya".
Karena rasa lapar yang telah tertahan beberapa hari, si Pengemis tua seolah tiada puasnya melahap hidangan nikmat yang tersaji. Setalah kenyang si Pengemis kembali ke ruang tamu, dimana Pak Karim sudah duduk menunggu.
"Terima kasih Pak.." ungkap si Pengemis tua dengan mata berkaca-kaca.
"Sama-sama saudaraku.." jawab Pak Karim. Setelah dirasa cukup, maka si Pengemis pamit untuk melanjutkan perjalanan, tapi dicegah oleh Pak Karim. Disarankan agar si Pengemis tua itu nginap di rumahnya meningat hari sudah sore dan suasana hujan deras.
Dengan perasaan sungkan campur bingung si Pengemis tua tak bisa menolak tawaran Pak Karim, akhirnya malam itu menginap. Pak Karim mengantarkan ke sebuah kamar yang memang selama ini disediakan untuk tamu menginap. Kamar yang mewah, si Pengemis itu tak terbersit jika ia bisa menikmati tidur di kasur empuk.
Naas, Pak Karim lupa kamar itu dikunci dari luar, sehingga ketika tengah malam si Pengemis tua kebelet BAB tak bisa keluar dari kamar. Pintu diketok-ketokpun tak ada yang dengar, karna kamar tuan rumah ada di ruang lain yang cukup jauh. Dengan terpaksa si Pengemis melakukan BAB di atas cover kasur, kemudian dilingkap untuk menutupinya.
Pagi hari setelah jamaah Subuh Pak Karim menunggu si Pengemis tua keluar dari kamar sambil nyruput kopi. Setelah sekian lama menunggu kok belum keluar kamar, akhirnya Pak Karim nyamperin ke kamar, betapa kaget dan merasa bersalah Pak Karim, rupanya ia mengunci kamar dari luar. Segera dibukanya pintu kamar, didapatinya si Pengemis tua bersimpun duduk dilantai kamar, begitu melihat pintu dibuka langsung meminta maaf.
"Mohon maaf, tadi malam aku kebelet BAB, karena tak bisa keluar dari kamar, maka aku BAB di atas cover kasur. Mohon maaf sekali lagi Pak... Perkenankan kami bersihkan dulu Pak sebelum kami pamit pulang.." si Pengemis menyampaikan dengan gemetar ketakutan.
"Sudahlah Saudaraku tak perlu minta maaf, dan tak perlu dibersihkan. Tiada mengapa.. Akulah yang bersalah." Jawab Pak Karim.
Pagi itu si Pengemis tua terus berpamitan kepada tuan rumah, setelah sarapan dan sebelum pulang Pak Karim memberikan uang kepada si Pengemis tua. Dengan mengucap terima kasih haru, si Pengemis tua pamitan meneruskan perjalanan.
Setelah si Pengemis tua hilang dari pandangan, Pak Karim mengajak istrinya untuk mencuci kasur dan cover di sungai dekat rumah. Tapi keanehan mulai terjadi, mengapa sejak tadi tak ada bau tinja yang menyengat, netral-netrel saja baunya dan terasa berat saat diangkat.
Sesampai di sungai Pak Karim membenamkan cover yang berisi tinja ke aliran sungai dengan harapan akan terhanyut dan bersih. Aneh cover dan tinja malah tenggelam, karena penasaran ditarik kembali cover itu ke tepi sungai. Kemudian diamatai warna tinja ini kuning keemasan, coba dipegang kok keras, tak berbau. Untuk lebih meyakinkan lagi tinja itu dilemparkan ke tanah, saat membentur batu terdengan suara nyaring.
Karena penasaran, maka tinja yang cukup banyak tadi dibawa pulang dan dibawa ke toko emas, untuk dicek kepastiannya apakah itu emas atau besi kuning? Setelah melalui serangkaian proses, tukang emas itu menyampaikan bahwa benda tersebut adalah emas murni. Betapa kaget luar biasa Pak Karim dan Bu Karim, ketika dihitung emas tersebut ditaksir bernilai ratusan juta.
Kisah keluarga Pak Bakhil
Kejadian yang dialami Pak Karim menjadi vyral, diantaranya terdengar ke telinga pasutri Pak Bakhil dan Bu Bakhilah (nama imajiner), keluarga kaya tetengga satu desa dengan Pak Karim. Dengan minta bantuan istrinya Pak Bakhil menyuruh tanya bagaimana ciri-ciri pengemis tersebut.
Berhari-hari Pak Bakhil bersama istrinya mencari pengemis dengan ciri-ciri yang telah disebutkan oleh Pak Karim. Tiap ada Pengemis tua diamati, dan disuruh menyeringai agar terlihat giginya, karena menurut Pak Karim ciri khas orangnya dengan gigi depannya tinggal satu. Sampai suatu hari ketemulah dengan Pengemis tua dengan ciri yang sesuai.
Maka Pengemis tua tersebut diajak pulang ke rumahnya, kemudian dijamu menu yang lebih enak dan lebih banyak dengan harapan emas yang akan dihasilkan juga banyak. Kemudian diperlakukan yang sama dengan kisah Pak Karim, pengemis itu nginap di rumah Pak Bakhil. Hampir semalaman Pak Bakhil memantau perkembangan, apakah si Pengemis tua sudah BAB atau belum.
Dipagi hari betapa senangnya hati Pak Bakhil karena ketika dipantau dari luar kamar telah tercium bau tinja yang menyengat. Setelah si Pengemis tua itu pulang, dengan rasa penasaran dan penuh pengharapan seraya Pak Bakhil dan Bu Bakhilah membawa cover kasur ke sungai seperti yang dilakukan Pak Karim. Sampai di sungai dengan semangatnya menceburkan cover tersebut ke sungai, namun cover itu mengambang dengan kotoran yang ikut hanyut terbawa arus air sungai.
Betapa kecewanya mereka berdua, setelah tahu bahwa tinja tetap berwujud kotoran tak berubah menjadi emas yang diimpikan.
Hikmah dua kisah
Puasa itu menghaluskan jiwa, melembutkan hati, menumbuhkan rasa empaty. Berempaty sajalah, berbagi teruslah, berkasih sayanglah tanpa peduli siapa dia, darimana asalnya, bagaimana keadaannya, bantu saja jika memang membutuhkan. Maka balasannya tak terduga, jumlahnya tak terkira, dan diluar jangkauan nalar kita.
Semoga bermanfaat...
Wallahua'lam bis-shawwab...
Narator: Susilo
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI