Aku sering melihatnya tersenyum.
 Ia selalu tampak tenang. Kuat. Bisa menghadapi semuanya.
 Tapi sebagai adiknya, aku tahu... ada banyak hal yang tak bisa dilihat orang lain dari dirinya.
Aku tahu... kakakku sering menangis diam-diam.
Bukan karena lemah,
 tapi karena dia terlalu kuat untuk terlihat rapuh di depan orang lain.
 Ia menyimpan banyak hal sendirian.
 Ia menjadi tempat bersandar, padahal dirinya pun butuh disandari.
Kakakku adalah perempuan yang berjalan dengan luka yang tak selalu bisa dijelaskan.
 Tapi dia tetap berdiri. Tetap menjalani hari-hari dengan penuh tanggung jawab.
 Aku sering berpikir, gimana bisa dia sekuat itu?
Kadang aku mendengarnya terisak pelan dari balik pintu.
 Kadang aku melihat matanya bengkak tapi tetap memaksa tersenyum.
 Dan aku sadar, bahwa orang yang kelihatan paling kuat...
 kadang justru menyimpan duka yang paling dalam.
Tapi justru dari situ aku belajar.
 Belajar bahwa menjadi perempuan itu gak harus selalu tegar tanpa air mata.
 Bahwa menjadi dewasa itu gak berarti harus selalu baik-baik saja.
Kakakku mengajariku, lewat caranya berdiri lagi...
 walau semalam ia sempat jatuh.
 Lewat caranya berkata: "Gak apa-apa," walau sebenarnya hatinya sedang goyah.
Kalau hari ini aku bisa belajar menerima diriku sendiri,
 itu karena dia lebih dulu mengajari dengan sikap, bukan sekadar nasihat.
Kakakku mungkin bukan orang yang sempurna.
 Tapi buatku, dia adalah definisi dari perempuan kuat --- yang tahu rasanya sakit, tapi tetap memilih untuk hidup.
Terima kasih, Kak,
 karena terus berjalan... meski sambil menahan air mata.
 Aku lihat itu semua. Dan aku bangga. Banget.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI