Mohon tunggu...
Suselo Suluhito
Suselo Suluhito Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Puasa Sunnah yang Menambah Devisa

10 Agustus 2013   18:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:27 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat yang ingin ke luar negeri bisa dilihat secara fisik. Kuota 300 ribu jamaah haji Indonesia saja, orang harus ngantri 12 tahun sebelum berangkat. Jadi, setidak-tidaknya ada 300 ribu orang yang menghabiskan uangnya di luar negeri selama 1 bulan lebih, yang artinya devisa berkurang banyak. Dan ingat, itu akan berlanjut selama(setidaknya jika dihitung hari ini) 12 tahun! Itu belum terhitung yang umroh dan wisata ke negara selain Arab, jumlahnya mencapai 8 juta.

Neraca perdagangan yang net impor juga menyedot devisa. Tiga sektor yang paling besar impornya adalah BBM, penerbangan, dan barang elektronik. Tiga hal itu juga susah diotak-atik karena negara ini memang net impor minyak bumi, industri pesawat terbang belum kokoh, dan perusahaan elektroniknya masih taraf “merakit”, belum sampai level “membuat”.

Satu-satunya cara yang realistis adalah berhemat. Atau yang paling solutif tapi agak sulit adalah rakyat diminta untuk “puasa” sementara waktu. “Puasa” sampai Indonesia tidak menggantungkan energinya dari minyak bumi. “Puasa” sampai industri penerbangan bangkit lagi. Dan “puasa” sampai sampai rakyat bisa “membuat” alat-alat elektronik.

Bisakah rakyat Indonesia menjalankan “puasa” ini? Mungkin.

Secara teknis bisa, mengingat 150 juta rakyat Indonesia sekarang adalah kelas menengah. Sudah lebih dari setengah penduduk kita kuat ber-”puasa”, jumlah itu belum termasuk yang kelas atas. Tapi secara psikologis tidak mungkin, dari 150 juta kelas menengah, 120 jutanya berstatus “baru masuk” kelas menengah. Kelas menengah baru seperti itu tidak mungkin diminta untuk hidup hemat, mereka sudah lama hidup miskin dan baru sebentar merasakan hidup sejahtera. Itulah kenapa kampanye “earth hour” hanya berhasil di negara maju.

Di keluarga saya sendiri, saya sudah lama mengkampanyekan hidup hemat. Karena termasuk keluarga “baru masuk” kelas menengah, kampanye itu tidak pernah berhasil. Orang tua menjelaskannya dengan cukup logis. Jika umur hidup manusia adalah 60 tahun, maka saya “hanya” sempat miskin 1/4 umur, tidak menanggung beban ekonomi pula. Wajar kalau kuat ber-”puasa”. Sedangkan mereka merasakan 3/4 umur hidupnya dalam kondisi miskin, menanggung beban anak-anaknya pula. Mana mau sisa hidup yang tinggal 15 tahun itu merasakan miskin lagi? Dari situ saya berpikiran, kondisi seperti ini tidak hanya di keluarga saya saja, tapi juga di 120 juta orang menengah baru.


Bentuk “puasa” yang paling berhasil adalah bertindak efisien. Efisien dari sudut manapun. Dari sudut ekonomi misalnya, laptop yang saya pakai untuk mengetik notes ini, yang notabene terpaksa impor, diberi garansi pabrikan 2 tahun. Artinya kita bisa mengoptimalkan pemakaiannya selama 2 tahun, atau bahkan bisa menjadi sangat ekonomis jika bisa dipakai sampai 4 tahun, baru boleh ganti yang baru agar bisa “puasa” impor 1 laptop. Walaupun kenyataanya laptop didepan saya berumur 8 tahun dan belum diganti.

Di keluarga sendiri, hidup efisien berhasil, baik mulai dari mobil, HP, laptop, sampai AC, saya ijinkan untuk beli barang impor tapi juga saya paksa untuk diperlakukan seefisien mungkin. Karena berhasil, saya yakin akan berhasil juga untuk 120 juta kelas menengah baru lainnya. Bahkan lebih berhasil lagi jika dikemas dengan kata “produktif” karena orang selalu mengaitkan produktivitas dengan bertambahnya uang.

Memang secara agama “puasa” untuk hidup efisien seperti ini tidak ada tuntunan wajibnya dari Al Quran maupun Hadits. Bahkan mungkin dianggap bid'ah. Tapi, Allah Maha Tahu segala niat, tindakan, dan tujuan baik hamba-Nya. Allah juga Maha Adil untuk memutuskan “puasa” ini berpahala atau tidak. Jika puasa sunnah dijanjikan Allah tidak akan membuat hamba-Nya sakit, maka setidaknya “puasa” yang bisa menambah devisa ini juga mungkin tidak akan membuat Indonesia krisis ekonomi lagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun