Pukul 06:00 pagi, kami sekeluarga sudah bersiap untuk mencoba pengalaman baru---naik kereta cepat Whoosh dari Jakarta ke Bandung. Tiket sudah dipesan secara online beberapa hari sebelumnya, memastikan kami mendapatkan tempat duduk yang nyaman.
Perjalanan dimulai dari Stasiun Halim, dengan jadwal keberangkatan pukul 07:25 menggunakan kereta G107. Seperti kebiasaan saat pertama kali mengunjungi tempat baru, kami menyempatkan diri untuk berkeliling dan melihat suasana stasiun. Bangunannya modern, bersih, dan luas, dengan berbagai fasilitas yang tertata rapi. Namun, sebagai perokok, aku sedikit kecewa karena tidak menemukan tempat khusus merokok yang nyaman.
Sekitar pukul 07:00, kami naik ke lantai dua, tempat keberangkatan kereta. Suasana semakin ramai oleh para penumpang yang bersiap menaiki Whoosh. Momen ini tentu tidak kami lewatkan untuk berfoto bersama di dekat kereta Whoosh.
Saat aku mengeluarkan ponsel, istri yang duduk di sebelahku tersenyum. "Kenapa masuknya harus pakai scan QR code, ya?" tanyaku.
"Kalau pakai face detector seperti di stasiun kereta api lain, pasti lebih praktis dan nggak ada antrian panjang," jawabnya.
Aku mengangguk, membayangkan betapa lebih efisiennya sistem itu jika diterapkan di sini. Tapi bagaimanapun, ini tetaplah sebuah kemajuan besar dalam transportasi Indonesia.
Kereta pun mulai bergerak perlahan, lalu melaju dengan kecepatan yang semakin meningkat. Kami menikmati perjalanan yang sangat halus dan tanpa guncangan berarti. Suara roda kereta nyaris tak terdengar, membuat perjalanan ini terasa semakin nyaman.
Pemberhentian  pertama di Stasiun Karawang. Kereta hanya berhenti selama dua menit sebelum kembali melaju. Aku memperhatikan sekeliling dan mulai berbincang dengan anakku yang dari tadi sibuk dengan gadgetnya.
"Rencana awalnya ada pemberhentian di Meikarta, tapi batal, ya?" kataku.
"Iya, Yah. Tapi ke depannya pasti daerah sekitar stasiun ini bakal berkembang pesat," jawabnya sambil tetap menatap layar.
Aku tersenyum. Anakku mungkin terlihat cuek, tapi dia cukup paham soal perkembangan kota. "Benar juga. Biasanya, daerah dekat stasiun akan tumbuh jadi pusat keramaian," tambahku.
Kecepatan kereta semakin meningkat. Aku melirik ke papan informasi digital di dalam gerbong. Angka yang tertera di sana membuatku terkesima---331 km/jam. "Wow, ini lebih cepat dari naik mobil Jakarta-Bandung," gumamku.
Tanpa terasa, perjalanan mendekati akhir. Kami tiba di Stasiun Padalarang, yang menjadi titik transit sebelum melanjutkan ke Bandung. Dari sini, kami turun dan berpindah ke kereta feeder yang sudah termasuk dalam harga tiket.
Meskipun perjalanan dengan kereta feeder lebih lambat, pengalaman naik Whoosh sungguh luar biasa. Dengan waktu tempuh kurang dari satu jam dari Jakarta ke Padalarang, rasanya revolusi transportasi di Indonesia benar-benar sudah dimulai. Kami sekeluarga tersenyum puas---ini bukan sekadar perjalanan, tapi juga bagian dari sejarah baru di dunia perkeretaapian Tanah Air.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI