Mohon tunggu...
Surya Widi
Surya Widi Mohon Tunggu... Ruma Rasa

Sebuah cerita mengajakku duduk lantas bercerita aneka peristiwa. Ia memohon kepadaku untuk menuliskannya. Dan aku yang dungu memilih untuk mematuhinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Arkei

27 Maret 2025   12:00 Diperbarui: 27 Maret 2025   11:53 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepasang sepatu (pixabay/geralt)

Terbangkan pesawat kertasmu. Biarkan melayang kemanapun angin membawanya. Bila beruntung ia akan terbawa mengitari langit dan melihat indahnya bangunan, pepohonan, aktivitas manusia di bawahnya. Atau bila keberuntungan tidak berpihak, ia terhempas di tanah dengan leluasa.

Tidak ada yang bisa memastikan akan ke mana angin membawa pesawat kertas itu. Tetapi  bila tidak diterbangkan, tidak ada yang akan tahu ke mana akhir perjalanannya. Begitulah perjalanan kali ini mengajarkanku tentang artinya kerelaan melepaskan.

Anak kecil di boncengan motorku tidak berhenti menangis. Sudah puluhan kali ia berusaha menghirup udara dari hidungnya yang telah terpadati oleh cairan lendir akibat tangis. Ia menutup kaca helmnya berusaha menyembunyikan raungan kesedihan dalam dirinya. Tampak dari sepion, ia hanya menunduk. Kalaupun kadang menatap jalanan, matanya tetap kosong menerawang.

Barang bawaannya cukup banyak. Ada 1 tas kuletakkan di bagian depan motor. Sedangkan tas besar lain di punggungnya. Ada satu tas kecil juga diselempangkan di badannya. Terlihat ia sedang akan melakukan perjalanan panjang. Jika ia sedang berkunjung ke suatu tempat, tentu ia tidak sedang berkunjung barang 2 atau 3 hari.

Aku adalah bagian kecil dari perjalanannya. Sebelumnya, aku melihat anak kecil itu turun dari bus ditemani dengan seorang kakek dan satu lagi seorang pemuda.

“Bahar?” aku mencoba memanggil nama pemesan yang tertera di aplikasi.

“Iya, saya.”  Benar perkiraanku tentu pemuda itulah yang bernama Bahar. Sebab tidak mungkin kakek atau anak kecil itu yang memesan dari aplikasi ojek online ini.

“Siapa yang akan naik, Kak?” tanyaku. Sebab, tidak mungkin mereka bertiga akan naik bersamaan.

“Anak kecil ini!”

Anak kecil itu berjalan perlahan menuju motor. Sang kakek membantu membawa salah satu tas dan kemudian meletakkan di bagian depan motor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun