Mohon tunggu...
Surya Al Bahar
Surya Al Bahar Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri surabaya

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aktif di organisasi PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Komisariat Unesa dan PAC. IPNU Kecamatan Glagah. Selain itu, kesehariannya sering menulis puisi, cerpen, dan opini untuk konsumsi sendiri dan aktif di beberapa kelompok diskusi, salah satunya kelompok diskusi Damar Asih. Selain di kompasiana, ia juga sering mengabadikan tulisannya di blog pribadinya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bingung Menetapkan Kapan dan Bagaimana Bencana Nasional

9 Oktober 2018   01:34 Diperbarui: 9 Oktober 2018   05:44 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: lensaindramayu.com

Bangsa Indonesia akan tiba saatnya mengalami puncak masa-masa kebingungan untuk menetapkan kapan, siapa, dan di mana ketepatan itu harus segera diputuskan. Akan tiba saatnya semua menjadi tidak seimbang daya pikirnya dalam merumuskan sesuatu yang bersifat logis guna membangun Indonesia lebih baik. 

Gejala-gejala konflik di negeri ini alangkah baiknya diminimalisir seminim mungkin agar pertikaian-pertikaian yang berujung ketidakberdayaan manusia dan ketidakgunaan masalah untuk menjadi bahan berpikir nilai buruk terhadap bangsanya sendiri. Kebiasaan kita adalah saling berlomba-lomba menciptakan keterpurukan mendalam, menciptakan masalah-masalah yang dihimpit akal sehat, sehingga daya guna kemanusiaannya mengerucut pada identitas semata.

Bangsa ini kurang merefleksikan dirinya sendiri terhadap masalah yang sudah terjadi, baik masa lalu hingga masa milenial ini. Kecanggihan teknologi mengurangi daya berpikir rakyat Indonesia, akibatnya adalah upaya saling membenci, menggunjing, menyalahkan dari kita sesama rakyat. 

Kurangnya daya lingkup berpikir ke masa kejayaan Indonesia nanti, membuat kita justru semakin tidak bisa berkutik mengenai langkah ke depan, kita semakin mundur dengan munculnya tampilan para kawanan oknum yang membuat kita menilai secara stagnan di wilayah interen saja.

Orang akan saling benar kepada dirinya sendiri, orang akan memperebutkan wilayah kesalahan orang lain untuk menjatuhkan. Terciptanya kubu-kubu di antara penggawa negara ini semakin bingung kemana negara ini akan berkembang. Tidak menutup kemungkinan jika negara ini memang membenarkan dirinya tentang apa itu demokrasi, sistem negara yang dikendalikan oleh banyak kubu Partai politik dengan membawa kebenaran serta kesalahannya masing-masing.

Jangankan mereka sebagai parpol, bahkan tidak jarang ketika kita mendiami suatu organisasi dengan banyak anggota, banyak kepala, cara berpikir dan sudut pandang mereka pasti berbeda-beda. 

Kadang dari situ kita pun merasa kebingungan untuk membawa kemana organisasi itu ke depan. Sebuah kapal pasti membutuhkan nahkoda sebagai sopirnya. Di organisasi pun seperti itu, kita di organisasi mempunyai ketua sebagai pemimpin jalannya sebuah organisasi ke depan.

Perseteruan pasti terjadi mengenai perbedaan pandangan. Akan tetapi kembali lagi ke subtansi keorganisasian adalah suatu lingkup perkumpulan atau komunitas di dalamnya mempunyai tujuan sama. 

Bagaimana perbedaan pandang tersebut menjadi warna organisasi untuk belajar kedewasaan demi dasar tujuan yang telah ditentukan. Kalau di awal sudah mengalami kebobrokan, regenerasi seterusnya kemungkinan besar akan mengalami hal sama, kecuali ada soal kesadaran mengani hal itu. Sedangkan kesadaran tidak selangkah dua langkah dilakukan, butuh beberapa jangka panjang untuk memperbaikinya.

Sama halnya partai politik seperti biasanya. Dari golongan mereka masing-masing jelas mempunyai pandang tersendiri, mengenai apapun itu, terutama terkait kemajuan Indonesia. 

Bahkan bukan hanya cara pandang Indonesia ke depan, tapi di setiap dari golongan mereka tidak menutup kemungkinan membawa kesalahan masing-masing, entah itu korupsi atau nepotisme dan lain sebagainya. Bagaimana tidak nepotisme di era sekarang. Kita lebih sering memahami nepotisme mempunyai hubungan kekerabatan, kekerabatan diciptakan dari adanya sebuah golongan yang menjalin kerja sama, saling membantu dan saling menguntungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun