Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengintip Teras Surga

12 Februari 2018   13:15 Diperbarui: 26 Februari 2018   12:56 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka datang bergerombol, mirip seperti kumpulan massa yang sedang berdemo menuntut berbagai jenis keadilan pada pemerintah yang sering kulihat di tivi.

Tapi disini bukan kantor pemerintah..

Jumlah mereka puluhan, berkumpul dan memadati halaman depan dengan pakaian putih putih yang terus memanjang dari pundak ke bawah dengan ikat kepala atau mungkin kopiah yang menempel di kepala. Jumlah mereka banyak, cukup untuk mamanuhi lapangan basket di teras depan sekolah.

Mereka mengatasnamakan masyarakat sekitar, tapi sejujurnya tidak ada satu orangpun yang ku kenal. Tidak ada Pak Udin si tukang bakso yang rumahnya di belakang, atau mungkin Bang Japra, tukang ojek yang masih konsisten menjadi ojek pangkalan di banding banting setir menjadi ojek online. Ada yang membawa bendera, ada juga yang membawa pengeras suara. Aneh, padahal setahuku upacara bendera hanya diadakan setiap senin disekolah, atau mungkin jadwal upacara sudah bergeser.

Seseorang yang sepertinya di anggap sesepuh oleh mereka membelah kerumunan orang tersebut. Janggutnya panjang dan tampak beruban. Ia memegang pengeras suara dan dengan lantang berteriak.

"Gedung ini menyalahgunakan peruntukkannya.. "

"Betulll .... " ujar yang lainnya

"Kami tidak mengizinkan diadakan ibadah di tempat ini."

"Setuju.. " ujar mereka serempak.

Ini sudah kali ketiga mereka datang dalam satu bulan terakhir dengan perkataan yang sama, hanya pembawa orasinya saja yang berbeda. Kata mereka kegiatan kami illegal, tidak sesuai peruntukan. Entah kenapa beribadah yang hanya seminggu sekali di anggap meresahkan walaupun mungkin memang tidak sesuai peruntukkan. Tapi beberapa hari lalu aku juga melihat sekumpulan orang yang juga beribadah di tengan jalan, bahkan sampai mendirikan tenda dan menutup jalan, apa iya jalan yang mereka gunakan peruntukkannya sudah untuk ibadah ??

Mungkin besok besok aku akan ke dinas tata kota untuk belajar dan melihat jalan jalan mana saja yang bisa digunakan untuk beribadah bahkan sampai menutup jalan. Mana tahu besok besok kami juga ingin mengadakan ibadah hingga menutup jalan.

"Perbuatan bapak ibu sekalian meresahkan masyarakat di wilayah ini.. " ujar bapak bapak berjanggut putih itu. Aku tertegun, apa iya keberadaan kami meresahkan ? Padahal Pak Udin dan Bang Japra selalu tersenyum lebar ketika melayani kami, bahkan Bang Japra tidak pernah memasang tarif untuk ojeknya.

"Ya, serelanya aja mba, udah kenal ini.. "

Begitu kata Bang Japra ketika saya dan teman teman saya menanyakan harga untuk jasa ojeknya. Apa iya dia marah dan menganggap kami meresahkan ?? Kalau iya, kenapa juga ia tidak pernah complain ??

Seorang pengurus sekolah berlari ke arahku, dengan nafas terengah engah dia berkata

"Segera cari dia.. "

Aku terdiam sesaat, berpikir siapa dia yang di maksud. Beberapa detik hingga aku mengerti siapa dia yang dimaksud oleh pengurus sekolah tadi

"Sebentar.."

Aku berlari kencang ke arah aula, tadi pagi aku melihatnya duduk disana sendirian dengan wajah yang semakin muram dari minggu ke minggu.  

Tak ada..

Ah, mungkin dia diatas.. Lantai dua.. Lantai tiga.. 

Tak ada..

Kamar mandi, ruang kelas, ruang konseling, ruang kesenian, lab biologi, ruang band,di balik lemari perlengkapan, di bawah meja, dibawah tangga, hingga di balik foto Presiden dan wakilnya

Tak ada...

Aku berjalan kembali ke halaman depan dengan putus asa. Banyak jemaat yang memilih masuk ke dalam gedung dan enggan untuk keluar. Aku mengintip dari balik jendela, sedikit terkejut melihat kumpulan orang berpakaian putih itu sudah mulai memenuhi lapangan basket di halaman depan.

Jika memang malaikat di surga mengenakan pakain berwarna putih, maka mungkin yang aku lihat saat ini adalah sedikit gambaran dari teras surga, dimana terdapat semakin banyak orang yang berkumpul di depan dengan pakaian putih di tambah cahaya matahari yang terik yang semakin membuat mereka terlihat bercahaya.  

"Itu toleransi.. "

ujarku senang sambil menunjuk kearah kerumunan massa di depan halaman. Yang sedari tadi aku cari di aula hingga di balik foto presiden itu ternyata sudah berada di halaman depan. Toleransi hanya berjalan lunglai di antara mereka yang sedang berorasi. Tak ada yang mampu dilakukannya, tak ada yang menghiraukannya, tak ada yang melihatnya, dan tak ada yang memperdulikannya.

Toleransi seolah mati di antara kerumunan massa.

gbr : 1

nb : tidak bermaksud menyindir pihak manapun, hanya sedih aja melihat toleransi makin mati diantara bangsa yang katanya berbhinekka tunggal ika ini :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun