Beberapa menit kemudian ikan sudah matang di atas tungku dan sudah siap disajikan di atas piring. Anak-anak kemudian dipanggil untuk menikmati bersama ikan dan ayam bakar. Â Mendengar itu, mereka berlarian dengan riang. Bersorak. Satu orang satu piring nasi dengan bumbu serta ikan dipinggir piring. Menikmati sambil duduk di atas potongan kayu yang air sungai mengalir di bawahnya.
Usai makan, tanpa komando, anak-anak itu kembali berlarian dan melanjutkan mandi di laut. Mereka serupa hidup tanpa beban. Menikmati benar hidup yang singkat ini. Kembali larung dalam hempasan ombak yang mendamai. Namun usai makan saya memanfaatkan waktu membersihkan pantai. Sampah-sampah pengunjung terlihat berserakan di pantai. Botol mineral mendominasi dan di tambah plastik serta kardus minuman. Banyak di antara pengunjung yang rasa-rasanya tidak peduli dengan sampah. Mereka terlihat membuang sisa makanan dengan tanpa merasa bersalah.
Memang pantai ini belumlah  terawat bahkan belum ada pengelolahnya. Dan andaikan pantai ini dikelolah dengan baik, maka tidak tutup kemungkinan akan mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat setempat. Tinggal butuh penataan serta konsisten mempromosikannya, sembari menjaga kebersihan. Maka pantai ini akan menjadi magnet untuk memikat wisata domestik.
Konsep yang bagus namun tidak dibarengi dengan tindakkan nyata, sama halnya sedang menghayal tingkat tinggi. Dibutuhkan kesadaran untuk mengambil tindakkan ke arah yang lebih baik. Jadilah pemula yang terus bergerak untuk memulai. Karena dengan begitu akan selalu ada jalan untuk berubah ke arah yang diinginkan. Kita tidak kekurangan orang pintar, cerdas dan bergelar. Tapi kita minim mendapati orang yang punya inisiatif mengambil langkah pertama yang serupa tanah gembur yang ditumbuhi banyak tanaman. Mereka yang mau berbuat tanpa karena di iming-imingi jabatan dan projek. Mereka yang bekerja dengan ikhlas tanpa pamrih.
Sesaat sebelum pulang saya termenung. Membayangkan pantai ini menjadi destinasi wisata pantai yang bisa menggerakan ekonomi masyarakat setempat. Tapi, saya cepat menyadari, bahwa saya bukan siapa-siapa di alam yang maha luas ini. Saya bukan anak pejabat yang bisa merengeh dan menggerakkan semua kewenangan untuk berbuat.Â
Bukan pula anak pengusaha yang bisa menggelontorkan anggaran untuk membangun fasilitas di pantai ini. Saya hanyalah pemuda 'jalanan' yang ingin terus berbuat untuk kemaslahatan sesama. Sebisa yang bisa saya lakukan sepanjang tidak merugikan pihak lain.
Bukankah manusia yang baik adalah mereka yang memberikan manfaat pada semesta. Benarkah demikian?