ADA saat di mana kita harus memilih menyendiri. Menepi dari kehidupan yang kadang melelahkan. Membosankan. Bahkan kita lupa untuk menengok kembali jejak yang pernah berlalu. Kadang kita lupa kaki sudah sejauh mana melangkah dalam menapaki kehidupan yang fana ini.
Memilih menyendiri bukan berarti kita mundur, lalu mengalah pada keadaan. Tetapi bisa kembali meresapi semua yang pernah dilewati. Menakar sejauh mana kehidupan ini dinikmati tanpa embel materi. Menyelami setiap inci kisah yang pernah disinggahi. Lalu menarik benang merah sebagai asupan untuk kembali berpacu dengan waktu.
Ada banyak yang datang bersama saya di pantai ini. Tapi saya memilih menyendiri dalam beberapa saat. Menjauh sejenak, lalu mencari makna di setiap langkah yang dipacu. Di bibir pantai saya termenung, membuka kembali lembaran kisah yang pernah tersaji sebelum berlalu karena keangkuhan waktu.
Saya menyadari bukanlah siapa-siapa di bumi yang maha luas ini. Saya hanyalah anak manusia yang terus menjadi pembelajar. Manusia yang banyak berbuat khilaf dan ingin berubah ke arah yang lebih baik.
Saya telah melewati ribuan kisah. Pahit adalah kata yang menggambarkan sebagian besar kisah-kisah itu. Kini saya menyelaminya kembali. Ada banyak mutiara dalam setiap kisah yang pernah di lalui. Ia akan menjadi kekuatan jika di pandang dengan cara yang bijak. Dan bisa melemahkan jika menghabiskan waktu untuk meratapinya.
Sepakat? Jika ia, mari kita bersulam untuk mengisi kehidupan ini agar lebih berarti lagi, saat ini dan di masa mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI