Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Menjadi Pendidik yang Bersahabat

22 Januari 2020   16:50 Diperbarui: 22 Januari 2020   16:56 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Selamat pagi pak guru, boleh kami makan dan bergabung dengan pak guru", tiba-tiba pertanyaan dari salah seorang siswaku menghentikan sejenak aku memasukan makanan di mulutku. Aku  mendongak melihatnya dan mengangguk  tanda persetujuan. 

Pagi ini (22/1/2020) setelah jam istrahat aku tidak langsung kembali keruangan guru. Kali ini aku memutuskan untuk jalan-jalan ke kantin sekolah yang tidak jauh dari tempatku mengajar. Kebetulan sebelum ke sekolah aku belum benar-benar sarapan, karena perutku hanya menerima kiriman pisang sebagai pengganjalnya tadi pagi. 

Di kantin aku hanya membeli nasih putih dengan campuran sambal beserta sayuran kacang panjang yang dipotong-potong serta satu potong ayam yang dicampur. Seperti biasa, di kantin sekolah kalau sudah jam istrahat tentu akan sangat ramai oleh siswa yang berbelanja. 

Kali ini aku memutuskan untuk makan di meja yang telah di sediakan oleh pihak kantin. Tak lama aku duduk sambil menikmati makananku, sejurus kemudian datang beberapa siswa menghampiriku dan ingin bergabung di meja makan yang ku tempati. 

Mereka siswaku di kelas X, sejauh ini aku merasakan sudah cukup akrab dan bersahabat dengan mereka. Walaupun pada saat-saat tertentu kadang aku 'marah' kepada mereka ketika mereka tidak serius atau terlambat masuk kelas. Aku sadar menjadi seorang pendidik bukanlah pekerjaan yang mudah. Seorang pendidik harus memiliki kesabaran tingkat 'dewa' untuk menghadapi muridnya. Kenapa demikian, sebab bisa dibayangkan jumlah siswa 30 an dalam satu kelas dengan karakteristiknya yang berbeda tentu membutuhkan pengetahuan khusus untuk menghadapinya. 

Tentu dengan kondisi yang demikian kadang guru tersulut emosi karena jengkel atas kelakuan siswanya. Maka, kadang guru mencubit, memukul, dan memarahi siswanya dengan harapan siswanya dapat mematuhi aturan atau mendengarkan nasehat dari sang guru. Kadang sikap guru yang demikian menjadi buah simalakamah di era kekinian. Maksud hati agar siswa mematuhi perintah guru, malah gurunya dilaporkan ke pihak yang berwajib. 

Sudah menjadi rahasia umum guru dilaporkan ke pihak yang wajib, misalnya hanya karena mencukur siswa seorang guru bisa berurusan dengan pihak kepolisian. Seperti yang dia alami oleh seorang guru yang bernama Mubazir di SMA 2 Sinjai, Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Karena tidak terima rambutnya dicukur seorang siswa melaporkan gurunya kepada orang tuanya dan kemudian diteruskan kepihak kepolisian. Sejurus kemudian pada tahun 2010, seorang guru SD bernama Rahman di Banyuwangi Jawa Timur harus berurusan dengan pihak pengadilan hanya karena memukul kaki siswanya dengan menggunakan penggaris. Rahman dikenakan undang-undang perlindungan anak, karena sebenarnya apa yang dilakukannya hanya bagian dari proses mendidik. Namun, hukum memiliki logikanya sendiri sehingga Rahman harus berada di penjara selama 5 bulan kurungan. 

Kasus serupa sangat berantai di negeri ini, sebuah potret nasib pendidik di negeri yang bernama Indonesia. Harus diakui bahwa pendidik adalah salah satu benteng terakhir sebuah bangsa yang mengembang amanah 'memproduksi generasi' agar bangsa ini berkembang dan maju di masa mendatang. Tugas yang tidak mudah dan cukup melelahkan yang tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan yang mereka dapatkan. 

***

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Setelah menghabiskan makananku aku menyempatkan waktu untuk berbincang-bincang dengan siswaku. Dalam beberapa kesempatan aku berusaha untuk tidak membuat jarak dengan siswaku, agar aku bisa mendengarkan cerita dan unek-unek mereka dengan objektif. Mereka bilang aku seorang guru yang bisa membaur dengan siswa tanpa membedakan satu sama lain. Bisa diajak ngobrol dengan topik apapun, bisa humor walaupun kadang-kadang marah. Seperti biasa aku menjawab ketika ada pernyataan demikian, pak guru ini masih belajar menjadi pendidik yang baik, belajar bagaimana menghadapi siswa, baik di ruangan kelas maupun di luar kelas, belajar dari proses-proses yang dijalani, termasuk belajar dari guru-guru senior. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun