Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sudah Pensiun, Ditraktir Teman Kantor di Warung Langganan, Mau Dong!

8 Februari 2024   06:31 Diperbarui: 8 Februari 2024   07:15 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah Pensiun, Ditraktir Teman Kantor di Warung Langganan, Mau Dong!

Berawal dari kirim-kirim informasi lewat chat WhatsApp, akhirnya ada info yang menggembirakan. 

"di rmh kah sampeyan?"

"saya di kantor"

"tak ke tmpt sampean!"

Pak Imam Mudin, pengawas jenjang SD dari Kecamatan Babulu memberikan informasi seperti itu. Hari Rabu (7/2/2024) dia berada di kantor atau ruang pengawas disdikpora PPU, Kaltim.

Kalimat terakhir yang menginfokan, "tak ke tempat sampean!" menandakan Pak Imam Mudin akan berkunjung ke rumah saya di Perumahan Penajam Indah Lestari Blok A, kilometer 1,5 Penajam. Jarak dari kantor disdikpora PPU ke rumah sekitar tujuh kilometer.

"Boleh."

Demikian jawaban saya singkat. Sebagai pensiunan pengawas sekolah jenjang SMP, pada hari Rabu itu memang belum ada agenda keluar rumah. Rencana untuk melakukan suatu kegiatan sudah ada tetapi dapat ditunda. Bukankah pensiunan banyak waktu luang?

Sekitar setengah jam kemudian, Pak Imam Mudin sudah berada di rumah saya. Kami mengobrol banyak hal. Utama, masalah aktivitas di kantor.

Dari chat WA saya juga mengetahui aktivitas beberapa teman pengawas jenjang SMP. Pak  Anas Baenana berada di SMP 15 PPU, menghadiri acara serah terima jabatan kepala sekolah. Pak Raif Wijaya, pejabat lama, akan pindah (mutasi) ke SMP 23 PPU. Pengganti kepsek di SMP 15 PPU berasal dari Guru Penggerak SMP 5 PPU.

"Ayo kita makan!" tiba-tiba Pak Imam Mudin menawari saya pergi makan.

Pak Imam Mudin berjalan lebih dahulu (dokpri)
Pak Imam Mudin berjalan lebih dahulu (dokpri)
Tentu saja saya mengiyakan. Siapa sih yang menolak diajak pergi makan pada saat jam makan hampir tiba? Pak Imam Mudin berjalan lebih dahulu keluar dari pintu pagar rumah.

Dokpri
Dokpri
Mobil pribadinya diparkir di sebelah kiri rumah saya. Kami segera meninggalkan perumahan dengan santai. Berhubung sudah pensiun, saya cukup mengenakan T-Shirt warna oranye. Kaos itu merupakan kaos ber-merk MUNAS APSI di Bali.

Tiba di warung langganan kami, Soto DPR, ada seorang kades yang cukup kami kenal. Kades dari Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu tersebut sedang memesan soto pula.

Bersama Pak Kades Desa Babulu Laut (dokpri)
Bersama Pak Kades Desa Babulu Laut (dokpri)
"Saya dipanggil Pak Pj." Demikian beliau memberikan informasi. Sebagai kenang-kenangan bahwa kami pernah berjumpa di warung makan itu, kami bertiga berswafoto.

Pesanan soto kami pun tidak berbeda dengan pesanan sebelumnya. Saya meminta nasi dipisah dari mangkok kuah soto. Itu artinya, ada mangkok lain untuk tempat nasi.

Pak Kades Desa Babulu Laut (dokpri)
Pak Kades Desa Babulu Laut (dokpri)
Pak Kades Desa Babulu Laut dipanggil Pj. Bupati PPU tentu ada kaitan dengan peristiwa viral di medsos. Dalam peristiwa viral itu disebutkan bahwa ada seorang pelajar SMK (usia di bawah 17 tahun saat kejadian) tega membunuh lima orang dalam satu keluarga (ayah-ibu-tiga anak).

Silakan baca berita pembunuhan satu keluarga di sini. 

Di warung soto itu kami harus menunggu beberapa saat karena ada pembeli yang lebih dahulu datang sedang dilayani. Pada saat mendekati jam makan (jam istirahat kantor), banyak pegawai yang makan di warung itu.

Selain soto, saya pesan minuman teh panas (dokpri)
Selain soto, saya pesan minuman teh panas (dokpri)
Selain memesan satu porsi nasi soto, saya memesan satu gelas minuman teh panas. Pak Imam Mudin memesan minuman teh es. Orang berbadan gemuk rata-rata suka minum es.

Dokpri
Dokpri
Kami makan sambil mengobrol. Satu mangkok soto tidak memerlukan waktu lama untuk dihabiskan. Kami asyik berbincang sambil mengamati para pembeli yang datang dan pergi.

Dokpri
Dokpri
Pembeli yang datang bermobil tidak cangggung masuk ke warung sederhana yang berlantai tanah tersebut. Namun, saya perhatikan penataan tempat (meja dan kursi) semakin diperhatikan. Para pengunjung dibuat lebih nyaman dengan posisi meja yang semakin tertata.

Jumpa mantan siswa (lagi)
Jumpa mantan siswa (lagi)
Di warung Soto DPR sudah beberapa kali saya berjumpa dengan mantan siswa (SMA Penajam). Pada hari Rabu itu seorang pegawai berseragam putih mendekati saya dan langsung saya ajak berswafoto.

"Namamu siapa?"

Dengan cekatan pegawai itu menunjukkan name tag-nya. Dengan gesit identitas personal itu segera saya jepret agar tidak lupa.

Dokpri
Dokpri
Rupanya dia pegawai BKPP (Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan) yang lebih dikenal dengan nama instansi BKD (Badan Kepegawaian Daerah).

Kami mengobrol sebentar untuk lebih saling mengenal. Pak Imam Mudin pun ikut menimbrung obrolan kami berdua. Suasana ceria pun tercipta.

Pak Imam Mudin yang bayar (dokpri)
Pak Imam Mudin yang bayar (dokpri)

Usai menikmati soto DPR yang cukup hangat pada siang hari itu, Pak Imam Mudin yang membayar (menraktir). Saya bawa tiga tusuk sate telur puyuh (gemak) untuk dibawa pulang. Satu tusuk berisi tiga butir telur puyuh.

Meninggalkan warung, saya diantar pulang. Dalam perjalanan, saya melihat ada penjual buah musiman. Ada penjual buah manggis di dekat jalan masuk ke Perumahan Km 4 Nenang. Pak Imam Mudin menghentikan mobil. Saya bergegas menuju tempat penjual yang menggunakan mobil pikap (pick up).

Sambil bertanya harga per kilogram, saya minta izin mencicipi.

"Lima belas!" Demikian jawab sang penjual buah manggis. Satu kilogram lima belas ribu rupiah.

Saya langsung mengatakan mau beli tiga kilogram. Sang penjual menyodorkan satu kantong plastik putih yang masih kosong. Itu tanda saya diminta untuk memilih sendiri. Saya tidak mau memilih sendiri.

"Tolong dipilihkan, Mas!"

Sang penjual pun dengan cekatan memilihkan buah yang menurutnya masih bagus (tidak busuk). Saya mengamati sang penjual cukup jeli dalam memilih.

Selanjutnya, saya kembali ke mobil. Pak Imam Mudin yang saya tawari untuk mengambil buah manggis itu tidak mau. Ia beralasan di rumah sudah ada, dibelikan sang istri tercinta.

Dokpri
Dokpri
Tidak jauh dari tempat penjual manggis, kami melihat ada penjual buah musiman yang lain. Ada spanduk kecil yang menunjukkan jenis buah yang dijual dan harga per kilogramnya.

pak Imam Mudin mengajak saya untuk menuju tempat penjual buah yang menggunakan pikap pula. Posisi tempat berjualan di sisi berseberangan dengan tempat mobil Pak Imam Mudin diparkir.

Dokpri
Dokpri
Lagi-lagi Pak Imam Mudin membayarkan satu kresek (satu kantong plastik) berisi buah langsat Tanjung tersebut. Tanjung adalah nama sebuah kota di Kalimantan Selatan.

Terima kasih Pak Imam Mudin yang sudah menraktir makan Soto DPR dan membelikan satu kantong palstik buah langsat yang cukup manis. Semoga rezeki Pak Imam Mudin sekeluarga diperlancar.

Penajam Paser Utara, 8 Februari 2024

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun