Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Penulis - Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sudah Pensiun, Ditraktir Teman Kantor di Warung Langganan, Mau Dong!

8 Februari 2024   06:31 Diperbarui: 8 Februari 2024   07:15 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri
Dokpri
Pembeli yang datang bermobil tidak cangggung masuk ke warung sederhana yang berlantai tanah tersebut. Namun, saya perhatikan penataan tempat (meja dan kursi) semakin diperhatikan. Para pengunjung dibuat lebih nyaman dengan posisi meja yang semakin tertata.

Jumpa mantan siswa (lagi)
Jumpa mantan siswa (lagi)
Di warung Soto DPR sudah beberapa kali saya berjumpa dengan mantan siswa (SMA Penajam). Pada hari Rabu itu seorang pegawai berseragam putih mendekati saya dan langsung saya ajak berswafoto.

"Namamu siapa?"

Dengan cekatan pegawai itu menunjukkan name tag-nya. Dengan gesit identitas personal itu segera saya jepret agar tidak lupa.

Dokpri
Dokpri
Rupanya dia pegawai BKPP (Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan) yang lebih dikenal dengan nama instansi BKD (Badan Kepegawaian Daerah).

Kami mengobrol sebentar untuk lebih saling mengenal. Pak Imam Mudin pun ikut menimbrung obrolan kami berdua. Suasana ceria pun tercipta.

Pak Imam Mudin yang bayar (dokpri)
Pak Imam Mudin yang bayar (dokpri)

Usai menikmati soto DPR yang cukup hangat pada siang hari itu, Pak Imam Mudin yang membayar (menraktir). Saya bawa tiga tusuk sate telur puyuh (gemak) untuk dibawa pulang. Satu tusuk berisi tiga butir telur puyuh.

Meninggalkan warung, saya diantar pulang. Dalam perjalanan, saya melihat ada penjual buah musiman. Ada penjual buah manggis di dekat jalan masuk ke Perumahan Km 4 Nenang. Pak Imam Mudin menghentikan mobil. Saya bergegas menuju tempat penjual yang menggunakan mobil pikap (pick up).

Sambil bertanya harga per kilogram, saya minta izin mencicipi.

"Lima belas!" Demikian jawab sang penjual buah manggis. Satu kilogram lima belas ribu rupiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun