Mohon tunggu...
Suprihadi SPd
Suprihadi SPd Mohon Tunggu... Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Pendidikan SD hingga SMA di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Kuliah D3 IKIP Negeri Yogyakarta (sekarang UNY) dilanjutkan ke Universitas Terbuka (S1). Bekerja sebagai guru SMA (1987-2004), Kepsek (2004-2017), Pengawas Sekolah jenjang SMP (2017- 2024), dan pensiun PNS sejak 1 Februari 2024.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Perjalanan Malam dari Samarinda

8 Oktober 2022   20:47 Diperbarui: 8 Oktober 2022   21:06 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan Malam dari Samarinda

Kami berenam sudah sepakat untuk segera pulang setelah agenda kegiatan selesai. Tidak ada yang menolak atau keberatan meskipun harus melakukan perjalanan pada malam hari dalam jarak lebih seratus kilometer.

Pak Budi Lestarianto yang paling awal menuju mobil untuk perjalanan pulang ke Penajam. Sebagai penanggung jawab mobil dinas untuk SMP 1 PPU itu, dia memegang kunci kontak meskipun driver-nya tetap Pak Sugeng Mardisantoso dalam perjalanan berangkat maupun perjalanan pulang.

Baca juga: Bahasa Ibu Bahasa Indonesia 

dokpri
dokpri

Pukul lima sore kami sudah meninggalkan BPMP Kalimantan Timur. Begitu keluar pintu gerbang satu, kepadatan lalu lintas sudah kami temui. Jelang senja banyak orang lewat jalan yang selalu ramai itu. Apalagi lokasi BPMP Kalimantan Timur berdekatan dengan kampus Polnes (Politeknik Negeri Samarinda). Banyak mahasiswa yang tinggal sementara di sekitar kampus.

Pada awal-awal perjalanan suaasana masih agak terang benderang. Beberapa saat kemudian suasana berubah. Senja yang beranjak lewat membuat malam datang menyergap. Lampu-lampu dari pengendara motor dan mobil sangat menyilaukan mata.

Baca juga: Kupas Kapas Buat Kipas 

Untung sang driver, Pak Sugeng Mardisantoso, sudah terbiasa melakukan perjalanan jauh pada malam hari. Kami tidak khawatir terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Namun, doa tetap kami panjatkan untuk keselamatan dalam perjalanan.

Jalanan menanjak, menikung, dan menurun secara tajam harus dilewati. Kondisi jalanan di Samarinda memang demikian. Orang dari luar kota yang belum terbiasa melewati jalanan di Samarinda pasti akan kaget dan keluar keringat dingin menghadapi jalanan yang begitu "bervariasi".

Pada beberapa simpang jalan, Pak Sugeng selalu ingin memastikan jalur mana yang harus dilewati. Dengan adanya perbaikan jalan, perubahan jalur, dan suasana yang mulai gelap, tentu harus waspada pada saat akan melewati persimpangan jalan. Belok kiri, belok kanan, atau lurus ke depan.     

Baca juga: Kata "Lepas" Tolong "Dilepaskan"! 

Week end atau akhir pekan ikut mempengaruhi keramaian pada hari ini. Umumnya, masyarakat melakukan perjalanan pada akhir pekan untuk suatu keperluan. Mumpung libur, banyak agenda bisa dibuat untuk membuat suasana berbeda dibandingkan rutinitas hari-hari kerja.

Supaya pikiran "fresh" dan kondisi fisik semakin fit, memang semua orang perlu melakukan aktivitas berbeda pada hari-hari tertentu.

Baca juga: "Terlepas" Bukan "Melepaskan" 

Jalanan berliku dan padat masih kami lewati sepanjang perjalanan dari Samarinda sebelum masuk gerbang tol. Pada saat mobil masuk gerbang tol, rasa tenang mulai kami rasakan. Apalagi pengguna jalan tol pada malam hari relatif sedikit. Hanya beberapa mobil yang mendahului mobil kami. Bahkan, kami lebih sering mendahului (menyalip) mobil besar panjang yang kecepatannya lebih rendah daripada kecepatan mobil kami.

 Baca juga: Menghadiri IHT di SMP 22 Penajam Paser Utara, Kaltim 

Posisi tempat duduk kami tidak berubah. Pak Budi Lestarianto duduk di samping driver, Pak Sugeng Mardisantoso. Pada bangku belakang, Pak Imam Mudin duduk di samping Pak Habel Hewi. Kebetulan saya mendapatkan tempat duduk pada bangku tengah di sisi kiri. Pada sisi kanan ditempati oleh Bu Kusmiati.

Sepanjang perjalanan kami mengobrol banyak hal. Pak Budi Lestarianto paling sering bercerita tentang awal-awal menjadi pegawai. Secara rinci kepsek SMP 1 PPU itu menceritakan tahap demi tahap perjalanan kariernya sebagai pegawai.

Waktu pun berlalu tiada terasa. Pak Sugeng Mardisantoso tampak cukup tenang dalam mengemudikan mobil meskipun kadang bertanya terkait jalur yang harus dilewati.  

Baca juga: Persiapan Menuju BPMP Samarinda 

Pada perjalanan berangkat menuju Samarinda, sempat keliru masuk jalur tol sehingga harus memutar balik. Hal itu tentu tidak diinginkan saat meninggalkan Samarinda menuju Penajam. Beberapa kali Pak Sugeng Mardisantoso ingin memastikan jalur mana yang harus dilewati, belok kiri atau lurus ke depan.

Pak Habel Hewi yang duduk di belakang saya banyak memberikan penekanan atau penegasan tentang jalur yang harus dipilih.

Saya pribadi kurang begitu hafal jalur mana yang harus dilewati pada saat hampir sampai pada pilihan dua jalur. Ke kiri atau lurus ke depan. Meskipuh ada rambu-ranbu penunjuk arah, mata saya sudah kurang awas.   

Baca juga: Hujan Lokal 

Pada saat mobil sudah keluar jalur tol, keramain jalan raya umum sangat terasa. Kendaraan dari dua arah berlawanan sangat ramai. Sorot lampu dari semua kendaraan sangat menyilaukan mata. Mobil dan sepeda motor beradu cepat. Namun, kewaspadaan harus tetap dijaga.

Ketika banyak simpang jalan yang harus dilewati, Pak Sugeng Mardisantoso semakin ingin memastikan jalur yang harus dilewati.

Sesekali Pak Imam Mudin ikut memberikan jawaban untuk menegaskan atau menguatkan jawaban dari Pak Habel Hewi. Oleh karena begitu banyak simpang jalan yang kami lewati, ada sebagian simpang yang membuat kami ragu-ragu. Hanya ada dua pilihan, belok ke kiri atau lurus ke depan.

Baca juga: Agenda Munas V APSI 2022  

Pada saat kami memilih lurus ke depan, baru beberapa meter, baru disadari bahwa jalur yang dipilih seharusnya belok ke kiri. Untung belum begitu jauh. Mobil pun dihentikan agak ke tepi. Entah di daerah mana, saya tidak tahu. Yang pasti sudah dekat dengan pelabuhan penyeberangan kapal Feri di Kariangau.

Kendaraan begitu banyak yang lewat dari tiga arah yang berlawanan. Pak Budi Lestarianto turun untuk memandu sang driver. Ia berdiri di tengah persimpangan jalan. Ia minta mobil yang akan lewat agar berjalan agak lambat. Hal itu untuk memberi kesempatan mobil yang dikemudikan Pak Sugeng Mardisantoso dapat berjalan mundur, untuk selanjutnya bisa belok ke jalur kiri.  

Baca juga: Dalam Keadaan Genting, Gunting Harus Digantung 

Untunglah, semua berjalan lancar. Pak Budi Lestarianto segera masuk ke dalam mobil lagi dan perjalanan pun dilanjutkan. Kemudian, kami menemukan lagi jalur yang harus dipilih. Pak Habel Hewi memberikan arahan, jalur mana yang harus dipilih. Hampir saja salah belok. Untung Pak Sugeng Mardisantoso segera mengikuti arahan Pak Habel Hewi yang diperkuat oleh Pak Imam Mudin. Sebuah sepeda motor hampir menabrak mobil kami. Untung sang pengemudi motor mengerem dengan bijak. Mobil kami pun dapat menuju jalur sesuai arahan Pak Habel dan Pak Imam Mudin.

Baca juga: Perjalanan Naik Kapal Feri 

Hambatan bukan hanya pada saat harus memilih jalur yang akan dilewati. Mendekati Pelabuhan Kariangau, jalanan baru diperbaiki sebagian (separuh atau satu sisi). Jalur itu tidak dapat dilewati. Akhirnya, hanya satu arah jalur yang dapat dilewati. Dengan demikian, kendaraan yang lewat harus bergantian. Jika kendaraan yang lewat berasal dari arah pelabuhan maka kendaraan yang berlawanan arah, yang akan menuju pelabuhan harus berhenti menunggu.   

Jalur ini cukup panjang sehingga agak lama kami harus menunggu giliran lewat. Pada saat itulah kami mengamati warung-warung di pinggir jalan sebelah kiri kami. Ada jalan menurun di sebelah warung yang begitu curam.

Baca juga: Hari Pertama di BPMP Kaltim, 6 Oktober 2022 

Untung kami tidak harus turun dari mobil saat antre untuk menunggu giliran mobil jalan. Jika harus turun, pemandangan "mengerikan" akan kami lihat lebih dekat. Jalan yang menurun begitu tajam di sisi kiri kami, hanya kami lihat sepintas saat ada pengendara sepeda motor menuruni jalur itu.

Kami pun berbincang terkait posisi tanah di Kota Balikpapan. Banyak wilayah di Kota Minyak itu yang posisinya begitu miring. Jalan yang ada menaik dan menurun dengan tajam. Untung jalan yang ada sudah dicor semen sehingga tidak becek dan tidak licin.

Angkot sudah biasa melewati jalan yang seperti itu. Saya pun pernah mengalami naik angkot yang melewari jalur yang curam dan sempit.

Baca juga: Hari Kedua di BPMP Kalimantan Timur, 7 Oktober 2022 

Giliran mobil kami pun tiba. Pak Sugeng Mardisantoso dengan berhati-hati mengemudikan. Sisi kiri berupa jalur jalan yang sudah dicor tapi belum bisa dilewati. Agak tinggi posisinya, lebih setengah meter. Semua pengemudi harus berhati-hari melewati jalur itu karena lengah sedikit, mobil tergeser ke kiri sedikit, bencana akan menimpa.

Beberapa menit kemudian, pintu masuk ke pelabuhan feri sudah tampak. Bu Kusmiati bersiap-siap untuk membayar tiket. Awalnya, empat lembar uang kertas berwarna merah diserahkan kepada petugas loket penjualan karcis. Satu lembar dikembalikan. Kemudian sang petugas meminta uang dengan nominal kecil untuk menggenapi sesuai harga tiket. Saya kurang mendengar berapa yang diminta.

Setelah tiket dibeli, mobil kami diarahkan menuju tempat parkir. Rupanya ada antrean. Kami tidak dapat langsung masuk ke kapal feri. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Beberapa menit kemudian petugas meminta mobil kami untuk masuk ke kapal feri.

Kami bersyukur karena posisi mobil kami ditempatkan pada bagian paling depan, dekat dengan pintu keluar saat kapal nanti sandar di Pelabuhan  Penajam. Kondisi ini sama seperti saat kami berangkat pada hari Kamis tanggal enam Oktober 2022. Mobil kami berada paling depan juga.

Setelah kami turun dari mobil, banyak kendaraan masuk ke kapal. Banyak orang turun dari kendaraan. Tangga ke lantai dua pun diserbu para penumpang. Semua berebut tempat duduk. Kami segera memilih tempat di depan kantin (sama seperti waktu berangkat).

Bu Kusmiati pun menanyakan minuman yang kami inginkan. Sama seperti waktu berangkat, saya meminta kopi hitam.

Ada pedagang nasi yang keliling menawarkan dagangannya. Beberapa penumpang membeli nasi yang dibungkus dalam plastik mika. Saya ingin memakan nasi pula mengingat waktu sudah pukul tujuh malam lebih.

"Berapa satu?"

"Lima belas ribu!"

"Ini tinggal satu saja!"

dokpri
dokpri
Satu kotak mika nasi goreng pun segera saya santap. Padahal sebelumnya sudah menikmati sepotong tahu goreng yang dibeli Pak Budi  Lestarianto.

Bu Kusmiati selain membelikan kami minuman hangat, ada beberapa bungkus tahu goreng dibeli juga. Dengan santai kami menikmati minuman hangat. Saya tidak canggung meskipun harus makan nasi goreng sendirian, sementara teman lain hanya makan tahu goreng.

Penjual nasi sudah tidak ada karena dagangannya habis. Jika masih ada yang jualan, teman-teman pasti akan saya tawari untuk makan nasi goreng pula.

dokpri
dokpri
Penajam Paser Utara, 8 Oktober 2022

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun