Tindakan diskriminatif secara tidak langsung menolak keberagaman. Keberagaman sendiri ada banyak macam. Ada keberagaman etnis, bahasa, warna kulit, bahkan kecerdasan manusia memiliki keberagaman.
Howard Gardner meramukan teori "Multiple Intelegences" yang menawarkan 8 macam kecerdasan. Kecerdasan matematis, linguistik, kinestetik, intrapersonal, interpersonal, musikal, spasial, dan naturalis.
Setiap orang memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Albert Einstein cerdas dalam hal matematis-logis, tapi kurang cakap dalam hal linguistik. Saat di sekolah, Albert Einstein mengidap disleksia. Kelambanan dalam pelajaran baca tulis.
Apakah karena lamban dalam baca tulis kemudian disimpulkan bahwa Albert Einstein orang bodoh? Tidak, bahkan dia orang jenius abad ini. Ukuran kepandaian tidak hanya diukur dari satu macam kecerdasan saja. Jika indikator kecerdasan didasarkan hanya pada satu jenis kecerdasan saja, akan terjadi diskriminasi kecerdasan.
Misal, kecerdasan hanya diukur dengan kemampuan matematis-logis. Maka Stephen Wiltshire seharusnya tidak berhak mendapatkan gelar kehormatan "Most Excellent Order" dari Kerajaan Inggris.
Lantas, siapa yang seharusnya menerima gelar itu? Jawabannya Stephen Hawking (fisikawan), bukan Stephen Wiltshire (seniman).
Faktanya, Kerajaan Inggris menyerahkan gelar "Most Excellent Order" itu kepada Stephen Wiltshire, bukan kepada Stephen Hawking. Apakah karena ia lebih cakap berhitung matematis dan membuat formula rumus-rumus fisika daripada Stephen Hawking? Bukan itu jawabannya.
Stephen Wiltshire justru cakap dalam memformulasikan goresan-goresan tangannya di atas kanvas lukis berdasarkan photographic memory, daya ingat yang luar biasa tidak masuk akal. Menggambar detil kota hanya berdasarkan ingatannya saat melihat suatu kota, kemudian ditransfer dalam sebuah lukisan tanpa harus melihat kota itu lagi di hadapannya saat melukis. Jenius!
Stephen Wiltshire tidak bisa dibandingkan dengan Stephen Hawking. Itu sama saja menghadapkan satu kecerdasan dengan macam kecerdasan yang lain. Smart number dibenturkan dengan smart spasial. Smart logic dihadapkan dengan smart visual.
Howard Gardner menyadarkan kita memahami tentang kecerdasan yang majemuk, tidak tunggal. Seseorang bisa sukses dengan satu kecerdasan yang dimiliki, meski tidak memiliki jenis kecerdasan yang lain.
Contoh konkretnya ialah politisi yang berhasil duduk di kursi birokrasi hanya dengan kecerdasannya dalam hal interpersonal. Ia berhasil mempengaruhi swing voters bahkan undecided voters untuk menjatuhkan pilihan kepadanya.