Setelah menunggu dan bersabar beberapa lama, alhamdulillah kebohongan itu berbuah hasil. Ternyata benar bahwa kehidupan ayah dan ibu jauh lebih baik. Adik-adik sekolah. Saya pun bisa merencanakan untuk bersekolah ke LN.Â
Saya pun harus berbohong kepada istri bahwa nanti setelah di LN saya akan kirim tiket pesawat supaya kita merantau bersama. Berkah kebohongan itu ada jalan untuk mengajak istri ke LN melalui pinjam uang dengan sejumlah teman.
Membohongi anak anak
Anak-anak saya kala itu sudah kuliah di tempat-tempat yang mahal untuk ukuran kantong saya yang notabene PNS (pegawai neman susah). Neman itu bahasa Palembang berarti sering atau selalu.Â
Anak yang ketiga pula mendaftae sekolah di negeri jiran. Ayah, katak anak yang ketiga, bisa gak saya mau kuliah di Malaysia? Bisa kata saya. Saya sedang berbohong lagi. Karena anak pertama di FK gigi, yang kedua di Fasilkom bilingual juga "larang" SPP ne.Â
Alhamdulillah ada jalan. Sebelum anak ketiga berangkat ke Malaysia, saya dulu yang dipanghil untuk "temu duga" alias wawancara untuk jadi pensyarah di UPSI Tanjung Malim Perak Malaysia.
Alhamdulillah  juga bahwa kebohongan demi kebohongan saya sudah mengubah keadaan keluarga saya. Kini anak pertama, kedua dan ketiga sudah punya kehidupan yang mapan, ada penghasilan. Anak pertama dan kedua sudah punya keluarga yang bahagia dan barokah, insyaa Allah.
Tinggal bertaubat
Dari banyak kebohongan kebohongan kepada keluarga itu, yang saya lakukan  adalah bertaubat. Ya Allah terimalah taubat keluarga kami. Ayah ibu .embohongi kami agar kami bisa hidup layak. Kami juga memohon padaMu agar diampuni segala dosa-dosa kami. Tapi bisakah kami memaafkan para politisi yang tega teganya membohongi kami pada pemilu demi pemilu.Â
Jayalah kita semua.