Mohon tunggu...
Supiyandi
Supiyandi Mohon Tunggu... Freelancer - IG: @supiyandi771

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Money

Baik dan Buruk Proyek OBOR bagi Indonesia

12 Juli 2019   13:57 Diperbarui: 12 Juli 2019   14:23 2523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Supiyandi (IG: @supiyandi771 Twetter: @supiyandi15) 

Suasana politik global semakin tidak menetu ditengah konflik kepentingan antara Negara adidaya yang semakin meruncing. Konflik itu semakin menuju puncaknya saat perang dagang antara Amerika Serikat dengan Negara-negara lain di dunia. Salah satunya adalah perang dagang antara Amerika Serikat dengan Tiongkok yang berdampak besar terhadap perekonomian dunia.

Di tengah kondisi perekonomian dunia yang melambat pertumbuhannya, para elit global seakan tidak mempedulikan imbas dari kebijakan mereka terhadap Negara lain. Salah satu yang paling berdampak adalah Negara-negara berkembang yang memiliki keterkaitan dagang khusus dengan salah satu Negara yang berperang dagang.

Dalam menyiasati kondisi global sekarang, semua Negara harus memiliki strategi dan kewaspadaan yang tinggi agar tidak terjebak dalam kondisi kegagalan bahkan krisis baik ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Negara dunia ketiga adalah pasar empuk setiap kebijakan yang diambil oleh para elit global untuk menerima imbasnya.

Salah satu contoh yang belum lepas dari ingatan adalah kebijakan The Fed untuk menaikkan suku bunga dan tarif pajak impor barang dari Tiongkok. Kebijakan ini tentu akan menyebabkan produk Tiongkok akan membanjiri Negara berkembang karena Tiongkok akan menjual produknya dengan murah akibat kehilangan pasar di Amerika Serikat.

Bagi Tiongkok hukuman Amerika Serikat memberikan tariff impor ratusan miliar dollar tidak ada artinya terhadap perekonomian domestik. Lebih-lebih yang menjadi kewalahan adalah Amerika Serikat sendiri yang kewalahan. Pada tahun 2018 Tiongkok mencatat PDB sebesar USD 12,237 triliun dollar sedangkan AS sebesar USD 19,390 triliun dollar. Diperkirakan sampai tahun 2030 Tiongkok akan melampaui PDB AS yaitu diatas USD 35 triliun dollar sedangkan AS diprediksi sebesar USD 28 triliun dollar.

Apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat sekarang adalah strategi memberikan tekanan sejak dini kepada Negara-negara yang berpotensi mengancam eksistensi AS agar tetap mendominasi ekonomi dunia dan tetap menjadi Negara super power di dunia. Tujuannya adalah melemahkan ekonomi Negara lain agar tetap bisa mengendalikan perekonomian dunia. Namun apakah Tiongkok akan diam saja terhadap tekanan dari AS? Tentunya tidak, terlalu kerdil bagi Tiongkok untuk menyerah terhadap gertakan AS. Sekarang kita lihat apa yang tengah dilakukan oleh Tiongkok dan AS untuk mendominasi ekonomi dunia.

Untuk mendominasi ekonomi dunia pemerintahan Xi Jinping pada tahun 2013 mengeluarkan kebijan OneBelt and One Road(satu sabuk satu jalan) yang kemudian dirubah pada tahun 2016 menjadiBelt and Road Initiative (inisiatif sabuk dan jalan). Kebijakan ini strategi Tiongkok untuk memperluaskan pengaruhnya di seluruh dunia melalui pinjaman hutang, pembiayaan proyek infrastruktur, bahkan pemberian hibah Cuma-Cuma kepada Negara lain.

Belt and Road Initiative atau yang lebih dikenal dengan Jalur Sutera Baru adalah strategi yang dilakuakn Tiongkok untuk meningkatkan dominasi terutama dibidang ekonomi dan politik dinegara berkembang. Belt and Road Initiative adalah umpan yang diberikan Tionkok untuk menarik simpati Negara berkembang untuk meminjamkan dana agar memasuki perangkap hutang yang dibuatnya. Mengapa disebut perangkap hutang? Karena dengan ini Tiongkok bisa mengikat Negara-negara berkembang agar berada dibawah kendalinya karena memiliki hutang dan tentunya pasti ada kontrak politik disitu. Kondisi ini yang diinginkan oleh Tiongkok agar bisa menguasai dunia.

Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Tiongkok adalah sama seperti yang dilakukan oleh AS dahulu dengan kebijakan Marshall Plan. Pada tahun 1947 kebijakan Marshall Plan diluncurkan untuk mendominasi dunia baik dibidang ekonomi, politik, dan sosial budaya dengan berkedok bantuan pembangunan untuk Negara-negara Eropa dan Negara yang mengalami dampak kerusakan akibat perang dunia II. Kemudian AS memberikan pinjaman kepada Negara berkembang dan menanamkan asset-asetnya dengan berbagai janji poltiknya. Sebagai Negara pemenang perang dunia II AS belum menganggap Tiongkok sebagai ancaman dimasa depan ketika itu.

Kebijakan Marshall Plan untuk mendominasi dunia karena takut pengaruh komunis Uni Sovyet semakin kuat di dunia. Bahkan ketakutan AS karena pada era 1960an Indoensia begitu dekat dengan Uni Sovyet kala itu. Berbagai bantuan Uni Sovyet masuk ke Indonesia diberbagai bidang meliputi ekonmoi dan pertahanan. Kemudian dibuatlah suasana di Indonesia menjadi chaos dengan memanfaatkan PKI untuk melakuka kudeta dan demonstrasi besar-besaran yang menyebabkan frustasi ditengah masyarakat semakin menjadi yang berakibat pada krisis ekonomi. Kondisi ini mengharuskan Indonesia mau tidak mau menerima pinjaman dari AS pada tahun 1967 sebesar USD 200 juta dollar untuk membantu memperbaiki ekonomi guna menghadapi hiperinflasi mencapai 650 % yang diwariskan orde lama. Kemudian rezim Orde Baru mengubah haluan dari pro Timur menjadi pro Barat dan semua kegiatan ekonomi dan aktivitas politik berkiblat kepada barat palaupun kemudian ada gerakan non blok yang diiniasiasi oleh Soeharto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun