Namun, setelah pendapat SD Darmono  mendapat sorotan banyak kalangan, Ardiyansyah Djafar dari Desk Komunikasi Jababeka, menyampaikan pernyataan secara tertulis kepada awak media, Jumat (5/7).
Pernyataan, beredar berita bahwa SD Darmono, pendiri Jababeka, menganjurkan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan pelajaran agama dari sekolah. Kami tegaskan bahwa pendapat itu telah menimbulkan salah penafsiran. Untuk itu kami meluruskan.
Pertama, SD Darmono sangat peduli pada pendidikan karakter berbasis agama yang mempunyai akar kuat dan sudah mentradisi di Nusantara. Yang dia soroti dan prihatinkan adalah mengapa identitas agama ketika dikaitkan dengan politik malah mendorong munculnya konflik dan polarisasi sosial. Padahal semua agama mengajarkan persatuan dan akhlak mulia.
Kedua, Masuknya faham keagamaan yang ekstrim ke sekolah dan universitas mesti menjadi perhatian kita semua, karena hal ini merusak kesatuan dan harmoni sosial. Oleh karena itu, materi pembelajaran dan kualitas guru-gurunya perlu ditinjau ulang. Hendaknya pelajaran agama itu lebih menekankan character building dan kemajuan bangsa. Terlebih lagi Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius.
Ketiga, Jika pelajaran agama dalam aspek- aspeknya yang dianggap kurang, itu tanggungjawab setiap orangtua dan komunitas umat beragama, bisa dilengkapi di masjid, gereja atau vihara.
Keempat, Jadi, intinya bukan mengeluarkan pelajaran agama dari sekolah, tetapi sebuah koreksi dan renungan, apa yang salah dengan pendidikan agama kita di sekolah.
Buku Bringing Civilizations Together yang diluncurkan 4 Juli lalu penekanannya adalah pada pembentukan karakter demi kerukunan dan kemajuan bangsa.
Demikianlah semoga ralat ini menyelesaikan salah paham yang dialamatkan pada SD Darmono.
Ardiyansyah Djafar.
Desk Komunikasi Jababeka
Atas koreksi pernyataan SD Darmono yang tidak disampaikan sendiri, namun malah dari pihak Desk Komunikasi Jababeka, yang terdiri dari empat pernyataan, sejatinya tetap saja, benang merah dari empat pernyataan tersebut tetap tidak jauh berbeda dengan opini aslinya yang menjadi sorotan banyak kalangan karena sangat rentan dan menyinggung persoalan agama.
Jadi, lain kali, bila mau menyinggung persoalan agama, dan mengoreksi mengapa ada pelajaran agama yang dikaitkan dengan politik, paham keagaman ekstrim, pelajaran agama yang kurang, serta seolah menyalahkan pendidikan agama di sekolah, hingga akhirnya secara bulat mengusulkan pelajaran agama di keluarkan dari pembelajaran di sekolah, jangan sampai tercium oleh media massa. Masalah agama, sensitif!