Mohon tunggu...
LCN Dua Tujuh Delapan
LCN Dua Tujuh Delapan Mohon Tunggu... Editor - Editor yang haus pengetahuan

Soar to the sun crossing the sea

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ratu Kalinyamat, Sang Wanita Visioner Berpikiran "Out of the Box" di Masanya

1 Agustus 2022   15:31 Diperbarui: 1 Agustus 2022   16:32 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Global power derived from command of the sea" (A.T. Mahan, The Influence of Sea Power Upon History: 1660--1783)

Berabad-abad sebelum A.T. Mahan (1840-1914) dan Sir Julian Stanford Corbet (1854-1922) mendefinisikan tentang pentingnya konsep "command and control at sea", ternyata wanita Indonesia di abad ke 15 Masehi sudah menerapkan konsep strategis pertahananan dan ketahanan dalam merebut pengaruh di kawasan regional serta mempertahankan kedaulatan kerajaan yang menjadi wilayahnya. Wanita kuat, visioner dan berkharisma tersebut adalah "Sang Ratu Kalinyamat" Madame de Jepara.

1. Konsep Kontrol Laut Untuk Perdagangan da
n Ekonomi

Konsep pembangunan pengendalian Sea Lines of Communication (SLOC) dan Sea Line Transportation (SLOT) di wilayah pesisir pulau Jawa hingga wilayah perairan Nusantara telah terbangun dengan pusat kendali kontrol lautnya di pesisir Utara Jawa, yaitu Jepara. Pada era tersebut konektifitas Maritim kerajaan Kalinyamat dan wilayah pesisir Jepara mengalami masa keemasan.

Karena terbukti berdasar literatur sejarah, wilayah pesisir Utara Jepara telah berubah menjadi kota pelabuhan ramai di abad ke-16. Kota pelabuhan tersebut berhasil menghubungkan perdagangan Jepara dengan daerah seberang laut. Pedagang-pedagang dari kota-kota pelabuhan di Jawa seperti Banten, Cirebon, Demak, Tuban, Gresik, dan juga Jepara menjalin hubungan dengan pasar internasional Malaka.

Dari Jepara para pedagang mendatangi Bali, Maluku, Makasar, dan Banjarmasin dengan barang-barang hasil produksi daerahnya masing- masing (Meilink Roelofsz, 1962: 103-115). Dari pelabuhan-pelabuhan di Jawa diekspor beras ke daerah Maluku. Sebaliknya dari Maluku diekspor rempah- rempah untuk kemudian diperdagangkan lagi. Bersama dengan Demak, Tegal, dan Semarang, Jepara merupakan daerah ekspor beras (Cortesao, Armando. 1967. The Suma Oriental of Tome Pires. Nendeln/Lichtenstein: Kraus Reprint-Limited, 1967)

2. Penguasaan Jalur Laut untuk Pertahanan dan Kedaulatan.

Kiprah Ratu Kalinyamat dalam menegakkan kedaulatan kerajaannya serta upaya untuk merebut pengaruh di kawasan regional dan global pun juga telah dibuktikan. Tidak hanya lihai dalam berdoplomasi, beliau juga memiliki visi pembangunan pertahanan kerajaannya sesuai dengan teori pengendalian laut dalam peperangan modern. Hal ini terbukti dengan sumber literatur sejarah di Portugis yang menuliskan dalam konflik perebutan jalur laut di Selat Malaka.

Serangan pertama di tahun 1550, Kerajaan Johor mengirim surat kepada Ratu Kalinyamat dan mengajak untuk melakukan "perang suci" melawan Portugis yang saat itu mengusai kota Malaka, yang merupakan pelabuhan teramai di Selat Malaka. Ratu Kalinyamat menyetujui permintaan tersebut. Tahun 1551 Kerajaan Kalinyamat mengirimkan ekspedisi ke Malaka. Dari 200 buah kapal armada persekutuan Muslim, 40 kapal perang berasal dari Jepara. Armada itu membawa empat sampai lima ribu prajurit, jika dihitung berarti sekitar 200.000 prajurit laut di bawah panji gugus laut kerajaan Kalinyamat dan dipimpin oleh seorang yang bergelar Sang Adapati.

Walau pun telah melakukan taktik pengepungan dan blokade laut selama tiga bulan, ekspedisi ini akhirnya mengalami kegagalan dan terpaksan kembali ke Jawa (H.J. de Graaf en G. Th. Pigeaud, 1974 : 105). Selain itu 20 kapal penuh muatan terdampar di pantai dan menjadi jarahan orang Portugis alobat adanya badai besar. Dari seluruh armada Jepara, hanya kurang dari separuh kekuatan armadanya yang bernasib baik dan selamat kembali ke Jepara (Diego de Couto, 1778-1788, : IX, 5 dan H.J. de Graaf, 1987 : 33).

Serangan kedua ke Malaka terhadap Portugis digelar di tahun 1573. Berkoalisi dengan Sultan Aceh, Ali Riayat Syah. Permasalahan utama di aksi militer kedua ini adalah ketidak sinkronan aksi penyerangan yang mengakibatkan keuntungan bagi armada Portugis. Seandainya orang Aceh dan Jawa pada waktu itu bersama-sama menyerang pada waktu yang bersamaan, maka kehancuran Malaka tidak dapat dielakkan (Diego de Couto, 1778- 1788, XVII).
Armada Jepara baru muncul di Malaka pada bulan Oktober 1574. Kekuatan armada Jepara yang dikirim untuk ke Selat Malaka terdiri dari 300 buah kapal layar dan 80 buah di antaranya berukuran besar. Awak kapalnya terdiri dari 15.000 prajurit pilihan, yang dilengkapi dengan banyak sekali perbekalan, meriam, dan mesiu. Salah satu pemimpin ekspedisi militer ke Malaka pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat ini adalah Kyai Demang Laksamana yang oleh sumber Portugis disebut dengan nama Quilidamao (H.J. de Graaf en Th. G. Th. Pigeaud, 1974, : 273). Kalau digambarkan sudah pasti kapal-kapal tersebut seukuran dengan kapal induk di era modern, karena mampu menampung puluhan ribu prajurit beserta kebutuhan logistik dan peralatan pertempurannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun