Sekira sebulan lalu beredar berita tentang seorang pria yang ingin menjual emas seberat 100 gram miliknya di lokasi pertokoan Cahaya Bumi Selamat (CBS) di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada Selasa (29/10/2024). Â
Tetapi bukannya uang yang didapat dari emas yang hendak dijualnya, pria itu malah diteriaki maling, dipukuli dan kehilangan uang tunai beserta smartphone-nya. Pria yang kemudian diketahui bernama Andre kabarnya babak belur dihajar warga. Â
Di lokasi pertokoan itu awalnya ia dihampiri seorang calo emas dan menawarkan untuk membeli emas miliknya dengan syarat emas dibawa ke tempat bosnya, seorang pria berinisial HA, untuk diuji keasliannya. Korban pun menyetujui persyaratan tersebut. Ia juga sepakat jika hasil penjualan emas dipotong menjadi dua bagian. Setelah dipotong, HA menyatakan bahwa emas tersebut palsu.Â
Andre merasa tidak terima hingga terjadi adu mulut di antara keduanya. Situasi semakin memanas setelah HA meneriaki korban sebagai penjual emas palsu. "Korban diteriaki maling oleh HA hingga orang-orang di sekitar lokasi berdatangan dan terjadi pengeroyokan terhadap korban.
Padahal faktanya, berdasarkan informasi dari portal berita online disebutkan bahwa setelah dilakukan pengujian, emas milik Andre asli dengan berat 95,95 gram dengan kadar kemurnian emas mencapai 75 persen atau 18 karat.Â
Peristiwa atau kejadian yang menimpa Andre merupakan sebuah fenomena yang merujuk pada peribahasa "maling teriak maling", yang diartikan sebagai seseorang yang melakukan perbuatan jahat dan berupaya disembunyikan serta menuduh orang lain yang melakukan perbuatan tersebut.
Pada tahun 2022 Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengungkap kasus permainan impor minyak goreng yang mengakibatkan harga dan barang tersebut langka di masyarakat. Kejagung bahkan menetapkan empat pejabat eselon I di Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebagai tersangka.
Penetapan itu kemudian dikomentari oleh Pengamat Ekonomi Senior, Faisal Basri sebagai "Maling teriak maling", melalui akun Twitternya, "Ini namanya maling teriak maling," sebut Faisal Basri, Selasa (19/4/2022).
Lalu menurut Pegiat Anti Korupsi yang juga Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai tentu saja maling tersebut adalah pejabat Kemendag yang menjadi bagian dari mafia minyak goreng bersama perusahaan perusahaan ekspor CPO besar itu. Sebab menurut dia, sejak mulai terjadi kelangkaan minyak goreng hingga terjadi kenaikan harga, Kemendag selalu mencari kambing hitam atas persoalan ini.
Di lain sisi, walaupun belum terbukti kebenarannya, banyak pejabat atau elite politik seringkali menunjuk atau menyebut seseorang atau sekelompok orang sebagai koruptor atau terindikasi melakukan tindak pidana korupsi. Mereka juga kerap saling tuding atau saling tunjuk sebagai pelaku korupsi atau koruptor, yang artinya ada kebenaran di balik itu yang mengindikasikan salah satu pihak sebagai pihak "maling teriak maling" atau justru kedua belah pihak sedang atau telah melakukan aksi "maling teriak maling".
Selanjutnya, bila kembali pada kasus impor minyak goreng dan dikorelasikan pada kasus dugaan korupsi importir gula yang dialami Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan tahun 2015-2016, yang oleh sebagian besar pihak dinilai sebagai kriminalisasi, jika ini terbukti benar dan sebaliknya jika terbukti tidak benar, maka siapa yang sesungguhnya telah melakukan aksi "maling teriak maling" di kasus impotir gula?
Dari banyak kasus korupsi yang terungkap dan lebih banyak lagi yang belum terungkap, tidak sedikit pejabat atau elite politik saling tuding, saling tuduh atau saling tunjuk orang atau kelompok orang sebagai pelaku korupsi bahkan tak jarang dengan klaim memiliki bukti.
Artinya, dari aksi saling tunjuk itu ada indikasi "maling teriak maling" di dalamnya, yang dapat menunjukkan bahwa salah satu pihak atau kedua belah pihak sesungguhnya memang pelaku korupsi.
Di sisi lain, fenomena "maling teriak maling" tidak hanya berlaku pada objek uang, harta atau benda, "maling teriak maling" dapat menyasar juga pada manusia lewat dalih urusan seks dan cinta.Â
Pada sekira tahun 2022 misalnya, pernah viral berita tentang seorang pelakor yang melaporkan istri sah dan membuat istri sah justru jadi tersangka atas tuduhan penganiayaan terhadap pelakor.Â
Kisah kisruh perselingkuhan itu dimulai saat istri sah melabrak pelakor dan memarahinya. Tetapi peristiwa tersebut ternyata dibuat video dan viral di media sosial. Bukannya tersadar atas perbuatannya dalam merebut suami orang, sang pelakor justru melaporkan istri sah dengan pasal penganiayaan. Dan atas laporan itu istri sah ditetapkan sebagai tersangka di tahun 2023.Â
Laporan pelakor ke ranah hukum termasuk reaksi hukum (legal backlash)Â atas aksi labrak istri sah sebelum melaporkan pelakor secara hukum. Perbuatan pelakor melapor, atas dugaan perselingkuhan dari istri sah terhadap pelakor, yang seharusnya dilaporkan terlebih dahulu, adalah indikasi aksi "maling teriak maling".Â
Kemudian tentu saja istri sah tak gentar dengan laporan pelakor atas tuduhan penganiayaan, lalu melaporkan pelakor dan suaminya dengan dugaan perzinahan dan perselingkuhan. Dan pada awal tahun 2024, upaya istri sah menemukan hasil, pelakor dan suaminya ditetapkan sebagai tersangka atas kasus perbuatan perzinahan. Â
Tidak hanya sekali itu, banyak kasus pelakor yang juga viral di media sosial atau kasus perselingkuhan lainnya, yang justru pelakornya jauh lebih agresif dan melabrak istri sah serta menuduhkan perbuatan yang sebenarnya dilakukan oleh pelakor, merupakan aksi "maling teriak maling".
Akhirnya, "maling teriak maling" pun terbukti digunakan di dunia politik. Lewat aksi atribusi pada hasil sementara Pilkada serentak 2024. Terutama di Pilkada Jakarta. Di beberapa platform digital atau platform media sosial sudah beredar konten-konten saling tuduh, saling tuding dan saling tunjuk atas cara curang yang dilakukan oleh dua kubu dalam upaya meraih konstituen atau suara pemilih.Â
Hal itu terjadi antara kubu RK-Suswono dan Pramono-Rano, bahkan di dalam konten-konten itu keduanya saling menunjukkan bukti kecurangan. Tetapi benar atau tidaknya bukti yang ditunjukkan, tentu saja diperlukan penyelidikan dan pengujian, hanya saja yang menjadi topik bahasan di sini adalah adanya indikasi aksi saling "maling teriak maling", yang artinya jika kedua sangkaan terbukti benar, buat apa saling menuntut, kan sama-sama curang?Â
Dari peristiwa Andre yang diteriaki maling, komentar Faisal Basri pada kasus impor minyak goreng, kejadian viral pelakor hingga saling tunjuk pelaku curang di Pilkada Jakarta--dari peristiwa, kasus atau kejadian semacam itulah selanjutnya fenomena materling berasal dan diambil dari kata maling teriak maling. Tapi mengapa seseorang atau sekelompok orang mau melakukan aksi materling?Â
Ketika seseorang atau sekelompok orang memiliki keinginan tetapi tak mempunyai kemampuan atau kemauan dengan berusaha dan berproses untuk menggapai keinginan itu, sementara nafsunya terus meronta-ronta agar keinginan segera dipenuhi, munculah daya dan cara instan untuk bisa meraih keinginannya itu.Â
Salah satu cara yang bisa dan mudah dilakukan yaitu dengan aksi materling, yakni menunjuk kesalahan pada orang lain yang memiliki sesuatu yang diinginkan oleh penuduh, berupaya mengambil alih kepemilikkan atau penguasaan atas keinginannya dengan cara mengalihkan perhatian banyak orang melalui tuduhan atau tudingan tersebut.Â
Sederhananya, materling adalah berupaya mengambil alih kepemilikkan atau penguasaan atas sesuatu dengan cara mengkambinghitamkan pemiliknya atau orang yang menguasai sesuatu itu. Tetapi apa dasar seseorang atau sekelompok orang melakukan materling?Â
Di balik aksi materling ada rasa dengki atau nafsu ingin menguasai yang tak mampu dikendalikan, seringkali rasa itu datang bukan karena sekadar untuk memenuhi kebutuhan perut atau makan. Materling cenderung merupakan upaya sengaja untuk mengambil alih hak orang lain karena dengki atas apa yang dimiliki atau dikuasai orang tersebut. Juga bisa karena nafsu ingin menguasai yang tidak bisa dikendalikan oleh pelakunya.Â
Aksi materling menunjukkan adanya akumulasi kelemahan sifat manusia yang tersimpan. Kemudian saat salah satu di antaranya terpicu oleh kesempatan atau situasi yang ada, materling dilakukan. Kencenderungan sifat itu antara lain sifat tak pernah merasa puas dengan apa yang dimiliki, dengki atau iri atas apa yang dimiliki orang lain, tidak mau mengalah, merasa paling benar, serakah, maracuk, malas dan tidak sabaran.   Â
Parahnya, fenomena materling sudah menginfeksi berbagai kalangan termasuk para elite dan kaum intelektual. Sehingga kebanyakan orang sekarang tidak peduli asal dan pendidikannya, teramat mudah menuduh, menuding atau menunjuk orang lain melakukan kesalahan atas kesalahan yang sebenarnya dia lakukan sendiri.Â
Fenomena maling teriak maling atau untuk arti luas disingkat materling, yang telah menyasar ke berbagai persoalan selain tentang uang, harta atau benda, bila dibiarkan akan terus berkembang dan mengganggu serta menimbulkan masalah interaksi sosial dan terutama dalam hal melakukan penegakan hukum yang berkeadlian.Â
Maka untuk bisa meredamnya diperlukan kepastian penegakan hukum yang berkeadilan. Kemudian mengaktifkan kembali literasi tentang etika, adab, nilai, norma, agama dan moralitas agar memberikan pemahaman betapa pentingnya kita sebagai manusia memiliki sifat-sifat positif dan membentuk karakter positif demi menciptakan ketertiban, ketentraman dan kedamaian dalam berbagai aspek kehidupan.
 Â
Referensi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI