Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mirronis, Ketika Kedekatan Belum Mampu Mewujudkan Harapan Jadi Nyata

15 November 2022   13:30 Diperbarui: 15 November 2022   13:38 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebenarnya ada harapan lain yang sedang saya tunggu sejak 31 Januari 2020. Di tanggal tersebut saya turut mengirimkan sebentuk harapan ketika ada program Three Wishes yang digulirkan kepada karyawan di tempat saya bekerja.  Program ini akan mewujudkan impian-impian karyawan yang belum bisa diwujudkan. Tetapi program ini tidak akan mewujudkan semua harapan yang diajukan. Karena berapapun harapan yang masuk, yayasan hanya akan memilih dan mewujudkan tiga harapan. Di program ini saya mengajukan harapan dengan tiga opsi; mendapat bantuan uang muka untuk cicilan rumah, pembiayaan plafon kredit rumah sistem potong gaji atau renovasi rumah tinggal milik orang tua yang saya tempati tetapi tidak layak huni. 

Pada bulan Juli 2020, muncul secercah harapan ketika pihak penyelenggara program menghubungi saya lewat video call. Tetapi informasi lain yang saya dapat bahwa proses komunikasi itu juga dilakukan kepada kandidat three wishes lainnya. Beberapa minggu setelahnya, seorang teman yang juga turut mengajukan three wishes-nya memberi kabar bahwa setelah proses verifikasi video call ia mendapat panggilan langsung dan diminta datang menemui pihak penyelenggara di kantor. Kabar tersebut kembali memutus harapan sebab proses pemanggilan dari penyelenggara program tidak saya terima. Akhir Oktober 2020, pada acara employee award yang berlangsung online, tiga penerima bantuan pengajuan program three wishes ditampilkan. Impian saya menguap pergi.

Di tahun 2021, saya kembali mengajukan three wishes dengan harapan yang sama, yakni rumah tinggal layak huni. Di bulan Januari di tahun itu juga saya dan istri sempat mencari lagi perumahan-perumahan yang menawarkan kredit. Ketika itu kami menelusuri perumahan-perumahan komersial yang menawarkan kredit tanpa uang muka. Akan tetapi perumahan komersial tanpa uang muka dan cicilan ringan sudah pasti sulit ditemukan. Dan bisa ditebak, nominal harga yang ditawarkan oleh setiap perumahan komersial selalu di atas nonimal harga perumahan-perumahan bersubsidi. Juga dengan cicilan bulanan yang tak akan sanggup kami jangkau. Namun dari sekian banyak penelurusan, kami menemukan satu perumahan komersial di wilayah Kali Suren Bogor. Perumahan ini menawarkan uang muka yang bisa dicicil dengan booking fee sebesar satu juta rupiah yang akan dikembalikan jika syarat-syarat yang kami ajukan untuk kredit rumah tidak disetujui.

Kami ambil kesempatan itu. Kemudian menyiapkan segala persyaratan dan menyerahkannya melalui email. Beberapa hari setelahnya kami diundang untuk datang ke kantor pemasaran. Kami dinyatakan tidak memenuhi syarat pada beberapa poin. Terutama untuk minimal penghasilan perbulan meskipun penghasilan kami disatukan. Juga poin terkait sisa masa kerja dengan tenor pinjaman. Itu artinya, pengajuan kredit kami tidak disetujui. Sementara pengajuan impian akan rumah tinggal layak huni via three wishes juga tidak mendapatkan kabar baik. Lagi-lagi impian saya menguap.

Dua kabar yang kurang menyenangkan itu mengembalikan tubuh dan pikiran saya ke ruang yang sama. Kembali ke rutinitas pekerjaan yang sama. Memerhatikan berbagai tugas baik berupa gambar, poster, banner, bangunan miniatur atau maket. Kedekatan dan keakraban saya dengan semua hal yang beraroma rumah, dan upaya saya mendapatkannya di dua tahun terkahir itu ternyata belum mewujud. Semua momen harapan dan impian seolah balik ke titik nol. Beralih ulang ke ruang yang sama. Sebuah ruang yang penuh dengan maket-maket tugas akhir mahasiswa. Maket-maket presentasi tugas akhir, yang pembuatannya memakan biaya antara tiga hingga delapan juta rupiah per buah. 

Sesekali saya memerhatikan maket-maket tugas akhir yang menggantung di dinding studio atau tertata rapi di rak besar khusus penyimpanan maket-maket. Disela-sela waktu itu kadang saya mengkalkulasi seluruh harga maket yang pernah dimusnahkan atau dibuang dengan ketentuan yang berlaku. Pernah pada suatu semester sekira tujuh puluh buah maket dimusnahkan. Bila harga per maket di rata-rata empat juta rupiah saja. Waw! Dua ratus delapan puluh juta rupiah terbuang sia-sia.

Di sisi lain, terbayang rumah peninggalan orang tua yang saya tempati sudah tidak layak huni dan belum mampu direnovasi. Bila dihitung-hitung, membutuhkan sekira setengah dari nominal harga tujuh puluh maket yang dimusnahkan untuk bisa merenovasi rumah peninggalan orang tua saya. Nonimal harga tujuh puluh maket itu juga setara untuk membayar dua tipe rumah bersubsidi dikisaran harga 130-160 juta yang bahkan dengan cara kredit saja belum sanggup saya penuhi.  Miris. Ironis. Mirronis.

Miris bisa diartikan was-was, cemas, risau, kasihan, tidak tega, tidak sampai hati dan tiris. Sedang arti yang lebih mendekati untuk keseluruhan maksud penulisan ini dikutip dari jawaban teratas di brainly.co.id atas pertanyaan, miris itu apa sih?. Brainly.co.id merupakan sebuah situs web belajar yang memungkinkan penggunanya bertanya dan menjawab. Makna kata miris dari jawaban teratas di web itu adalah suatu perasaan yang dikemukakan seseorang ketika realita yang dihadapi bertolak belakang secara signifikan dengan ekspektasi. Kemudian ironis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berarti bersifat ironi (n) yakni suatu kejadian atau situasi yang bertentangan dengan yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi, tetapi sudah menjadi suratan takdir.

Mirronis adalah akronim yang diambil dari kata miris dan ironis. Mirronis adalah kondisi menyedihkan yang menimbulkan perasaan was-was, cemas atau risau di dalam diri dan mendatangkan rasa kasihan, tidak tega atau tidak sampai hati dari luar diri, yang dialami seseorang---atas kenyataan yang bertolak belakang dari sesuatu yang diharapkan, dari yang seharusnya terjadi atau yang semestinya diterima padahal memiliki kedekatan atau keintiman dengan harapan itu. Apakah mirronis merupakan suratan takdir? Tetapi bukankah takdir bisa diubah?

Tidak semua orang yang dekat dengan penjual minyak wangi akan tericum aroma wangi dari tubuhnya. Tidak semua pria yang sangat dekat dengan gadis yang diharapkan, diterima sebagai suami atau kekasihnya sekalipun. Tidak semua orang miskin yang dekat dengan orang-orang kaya atau layak terdaftar di DTKS menerima bantuan. Tidak semua orang yang dekat dengan segala sesuatu yang diinginkannya dapat tersampaikan. Apakah semua kondisi mirronis itu suratan takdir? Faktanya, kondisi mirronis dialami oleh banyak orang, tetapi tidak sedikit orang yang mampu keluar dari kondisi itu. 

Saya jadi teringat pertanyaan gadis berparas ayu empat tahun lalu tentang tinggal di mana jika kelak menikah. Kini saya menjawab, "Maafkan suamimu karena belum bisa memberikan rumah tinggal sendiri seperti impianmu! Namun dengan semangat, usaha dan doa, yakinlah tidak lama lagi akan terwujud".  Sebab mirronis bisa diubah. Aamiin.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun