Mohon tunggu...
Sumiatun
Sumiatun Mohon Tunggu... Guru - Pengelola JCTV Top News

Sumiatun, S.Pd.T, M.Pd lahir di Gunungkidul, 14 Agustus 1980. Menulis di media cetak, antara lain: Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Sabana, Realita Pendidikan, Magelang Ekspres, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, Karas, dll. Buku antologi bersamanya: Inspirasi Nama Bayi Islami Terpopuler (2015), Puisi Penyair Lima kota (2015), Pelangi Cinta Negeri (2015), Di antara Perempuan (2015), Wajah Perempuan (2015), Puisi Menolak Korupsi 4 (2015), Puisi Menolak Korupsi 5 (2015), Jalan Remang Kesaksian (2015), Puisi Kampungan (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Pentas Puisi Tiga Kota dalam Parade Pentas Sastra I/2016 Yogya (2016), Wajah Ibu, Antologi Puisi 35 Penyair Perempuan (2016), Puisi Prolog dalam Buku Sang Penjathil (2016), Antologi Cerpen Gender Bukan Perempuan (2017), Kepada Hujan di Bulan Purnama (2018), dan Profil Seniman Cilacap (2019). Buku lain yang telah terbit: Buku Pintar Kecantikan Muslimah (2014), Flawes Makeup Bagi Pemula (2019), dan Bali Jawa (2020). Prestasi yang diukir di dalam dunia pendidikan: finalis Lomba Karya Inovasi Tingkat Nasional tahun 2013, juara I Lomba Guru Berprestasi Tingkat Kota Magelang tahun 2014-2015, dan finalis Lomba Guru Berprestasi Tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2014- 2015. Prestasi yang diraih di dalam dunia literasi: juara I dalam Lomba Cipta Puisi Event Merah Putih di RTC Kompasiana (2015), juara II dalam Pelangi Cinta Negeri Kompasiana (2015), juara I dalam Lomba Cipta Puisi Elegi Fiksiana Community Kompasiana (2016), juara II dalam Lomba Menulis Pahingan #1 Komunitas Save Pahingan (2017). Bersama Sri Wintala Achmad, mengelola channel youtube Pawarta Jawa TV, JCTV Top News, Sanggar Sastra Sapu Sada. Tinggal di Kota Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Borobudur, Sejarah dan Keajaiban Dunia

7 Maret 2018   05:00 Diperbarui: 7 Maret 2018   05:08 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Borobudur tidak jauh dari tempat saya tinggal. Dengan menggunakan kendaraan bermotor cukup dengan 15 menit sudah sampai di lokasi. Memasuki lokasi candi ini benar-benar membius pandangan, betapa megahnya candi ini.

Borobudur sebagai salah satu 7 keajaiban dunia merupakan peninggalan Raja Samaratungga yang memerintah Kerajaan Medang pada tahun 792-835 (Prasasti Pengging dan Prasasti Kehulunan). Menurut sejarawan, Samaratungga kepemimpinannya berakhir sebelum tahun 842.

Samaratungga yang merupakan anggota Dinasti Sailendra, pada saat memerintah mengutamakan  perkembangan agama Buddha. Agama yang dianut oleh leluhurnya. Jadi tidak heran jika Borobudur yang dulu disebut sebagai Kamulan Bhumisambhara atau Jinalaya dibangun dengan sangat megahnya (819-842). Borobudur ini diresmikan oleh Pramodhawardhani setelah naik tahta menggantikan ayahnya Samaratungga pada tahun 842.

Makna Etimologi Borobudur

Samaratungga saat membangun Candi Borobudur ini memercayakan Gunadharma sebagai arsiteknya. Selain itu juga melibatkan Kumarabacya dari Gandhawipa (Bengalore) dan Visvawarman, ahli ajaran Buddhis Tantra Wijrayana dari Kasmir.

Borobudur saat malam hari. Foto: Ummi Azzura
Borobudur saat malam hari. Foto: Ummi Azzura
Secara etimologi, nama Bhumisambhara atau Jinalaya memiliki makna "sambharabudhara" memiliki makna bangunan keagamaan berbentuk gunung dengan lereng berteras-teras yang merupakan tempat ibadah umat Buddha.

Sedangkan "jinalaya" memiliki makna bangunan indah yang bertingkat-tingkat. Pengertian ini menunjuk pada bangunan Candi Bhumisambhara yang dibangun indah dengan tiga tingkatan dalam ranah spiritual, yakni: Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.

Kemudian untuk istilah "borobudur" atau "borebudur" untuk menyebut nama Candi Bhumisambhara bersumber dari Kakawin Nagarakretagama karangan Mpu Prapanca, pujangga Majapahit (1365). Bila dilacak dengan seksama, istilah "borebudur" berasal dari dua kata, yakni: "sambara" (diucapkan "bore") dan "budhara" (diucapkan "budur").

Dengan demikian, "borebudur" (borobudur) memiliki kesamaan makna dengan "sambharabudhara", yakni bangunan keagamaan berbentuk gunung dengan lereng berteras-teras yang merupakan tempat ibadah umat Buddha

Lokasi Borobudur

Borobudur jika dari arah Yogyakarta, usai melewati Muntilan, ke arah kiri pada saat sampai pertigaan Palbapang. Dari situ kira-kira 10 menit sudah sampai lokasi dengan mengikuti jalan utama. Jika dari arah Semarang, bisa melewati pertigaan Blondo (setelah Artos Mall). Belok kanan dan lurus arah Borobudur. Ikuti petunjuk yang ada. Sangat mudah menjangkaunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun