Mohon tunggu...
SUMARLIN ZBUTIARAHMAN
SUMARLIN ZBUTIARAHMAN Mohon Tunggu... Dosen - analis hukum

Analis Hukum, Rimbawan, Pemerhati Lingkungan, Dosen

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Undang-Undang Omnibus Law (Sub Cluster Tata Ruang)

8 Juni 2022   09:11 Diperbarui: 9 Juni 2022   09:17 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Sumarlin Utiarahman

Beberapa tahun yang lalu , negeri ini pernah digegerkan dengan penerbitan Undang-Undang Omnibus law, istilah yang bagi sebagian orang baru pertama kali terdengar seumur hidupnya. Terlepas dari pro dan kontranya, Omnibus law merupakan kebijakan berani dan revolusioner, menggabungkan peraturan lintas sektor yang berkaitan dengan iklim investasi dari beberapa Undang-Undang menjadi 1 Undang-Undang, memuat perubahan substansi yang sangat prinsip dari Undang-Undang sebelumnya. 

Ide Omnibuslaw pertama kali dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo pada Tanggal 20 Oktober 2019 dalam acara Pelantikan Presiden di Gedung DPR/MPR. Ide tersebut kembali dipertegas pada acara pertemuan industri keuangan pada Bulan Januari 2020.

Sejak wacana omnibuslaw didengungkan hingga disahkan, suara-suara penolakan bermunculan, isu terkait muatan yang terkandung didalamnya bergulir, menjadi bola panas dan liar, ditanggapi beragam berdasarkan penafsiran dengan menggunakan sudut pandang yang berbeda, mulai dari kalangan abangan hingga kelompok berdasi, dari warung kopi tepi jalan hingga seminar bergengsi di hotel berbintang. Masing-masing mendadak menjadi pengamat dan analis dadakan dalam kapasitas dan kedudukannya. 

Entah karena ingin terkesan gagah, keren dan berpendidikan atau sebagai bentuk expresi kepedulian terhadap nasib masa depan bangsa. Yang pasti mengemukakan pendapat terhadap suatu masalah adalah hak konstitusional setiap warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang.

Tanggapan dan pendapat muncul dari berbagai aspek, aspek ekonomi, politik, budaya, Hak Azasi hingga kedaulatan Negara. Antara kebenaran substansi dan hoax menyebar cepat melalui media social.. Reaksi yang muncul pun beragam,. mulai dari yang sekedar geleng-geleng kepala, manggut-manggut, bersuara lirih nyaris tak terdengar, hingga lantang dan ada yang mengexpresikannya dengan turun kejalan-jalan.

Membuat Surat Dinas Yang Baik dan Benar

Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit Dalam Prespektif Hukum Lingkungan Serta Potensi Pendapatan Asli Daerah

Hak Gugat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara

Pemecatan ASN Yang Berlaku Surut Dan Konsekwensinya Terhadap Keterlanjuran Pembayaran Gaji Dan Hak Lainnya

Namun apapun dinamika selama proses pembahasan hingga penetapannya, Undang-Undang Omnibuslaw telah diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Nasi sudah menjadi bubur, dalam bahasa gaul melayu, "ape nak dikate" tersisa 2 mekanisme konstitusional yang dapat ditempuh, yaitu presiden membatalkannya dengan menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang atau melalui uji materiil ke Mahkamah Agung. Namun untuk mekanisme pertama sulit diharapkan, penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang harus memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi Agung Nomor 138/PUU-VII/2009, yaitu :

1. Adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang.

2. UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai

3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Kriteria tersebut tentulah tidak terpenuhi untuk membatalkan Undang-UndangNomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. selain itu Peraturan Pengganti Undang dalam system adminstrasi tata Negara dihindarkan menjadi sebuah tradisi "veto" terhadap sebuah produk hokum yang sudah berproses secara konstitusional di DPR. Penerbitan Undang-Undang Omnibuslaw yang merupakan tindak lanjut dari keinginan politik presiden juga menjadi catatan penting yang semakin menguatkan sinyal keengganan Presiden akan menerbitkan Perpu. 

Maka peluang yang tersisa adalah melalui mekanisme Uji Materiil ke Mahkamah Konstitusi. Kelompok-kelompok masyarakat atau perorangan dapat menempuh jalur itu, kita sebagai warga Negara yang baik tinggal menunggu hasilnya. Apapun hasilnya mari kita terima dengan ikhlas penuh tawakal, percayakan semua kepada Allah, yakinlah, bahwa rejeki bukan berasal dari Undang-Undang Omnibuslaw, rejeki datangnya dari Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Kembali pada kajian hokum terkait diundangkannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pemberlakuan undan-undang ini menimbulkan beberapa persoalan terkait dengan perubahan kewenangan urusan pemerintahan pada beberapa sektor yang semula merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Pusat dan kewenangan Pemerintah Provinsi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. 

Bagaimana terhadap tahapan administrasi yang telah berproses, apakah kepada Pemohon diwajibkan untuk memulainya dari tahap awal atau permohonan yang telah berproses tetap dilanjutkan berdasarkan ketentuan Undang-Undang sebelumnya, karena Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak mencabut atau membatalkan Undang-Undang sektor sebelumnya.

Melalui ulasan ini Penulis mencoba membahasnya berdasarkan asas hokum serta peraturan perundang-undangan yang relevan untuk menjelaskan permasalahannya.

Penulis akan mengambil sampel yang dapat dijadikan contoh dalam penerapannya.

Untuk diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terdiri dari 1187 halaman, terdiri atas beberapa Klaster yaitu :

1. Klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha

2. Klaster Peningkatan Ekonomi Investasi

3. Klaster Ketenagakerjaan

4. Klaster UMK-M dan Koperasi

5. Klaster Riset dan Inovasi Serta Kemudahan Berusaha

6. Klaster Perpajakan

7. Klaster Kawasan Ekonomi dan Pengadaan Lahan

8. Klaster Administrasi Pemerintahan

9. Klaster Investasi Pemerintah dan Kemudahan Proyek Strategis Nasional

Masing- masing klaster dibagi lagi dalam beberapa sub klaster, melibatkan 18 Kementerian dan menyisakan Pekerjaan Rumah untuk menindaklanjutinya dalam bentuk Peraturan Pemerintah sebanyak 34 PP, dan 5 Peraturan Presiden. Belum lagi Peraturan Menteri yang berpeluang besar diterbitkan untuk menindaklanjuti Peraturan Pemerintah.

Kita akan membahas salah satu klaster, yaitu Klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha sub klaster Kesesuaian Tata Ruang.

Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang-UndangNomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan, Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur. Hal tersebut menegaskan bahwa Rekomendasi Gubernur menjadi syarat untuk memperoleh persetujuan Menteri dalam penetapan Peraturan Daerah Tata Ruang Kabupaten/Kota.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak mensyaratkan Rekomendasi Gubernur dalam proses untuk memperoleh persetujuan Menteri dalam penetapan Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Kabupaten/Kota.

Ketentuan tersebut menimbulkan persoalan terkait dengan bagaimana permohonan yang telah diajukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk memperoleh Rekomendasi Gubernur yang telah berproses? Apakah tetap dilanjutkan atau dikembalikan kepada Pemohon dengan penjelasan Gubernur sudah tidak memiliki kewenangan untuk menerbitkan rekomendasi sesuai ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Masih dalam klaster perijinan berusaha untuk beberapa sector kegiatan yang mengalami perubahan kewenangan seperti pada sector perkebunan dan pertanian. Permasalahan sama sebagaimana contoh kasus pertama, bagaimana terhadap perijinan yang sudah terlanjur berproses. Apakah tetap dilanjutkan atau dikembalikan kepada Pemohon dan memulainya dari tahap awal.

Untuk menjawab 2 contoh kasus tersebut diatas, kita wajib mengetahui terlebih dahulu kapan peraturan perundang-undangan diberlakukan, apakah Undang-Undang serta merta berlaku sejak ditetapkan sekalipun peraturan teknis dibawahnya belum ada, atau Undang-Undang yang telah ditetapkan tidak serta merta berlaku karena masih menunggu ditetapkannya peraturan perundang-undangan pelaksananya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 87 Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan, Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan;

Berdasarkan ketentuan tersebut jelas menyatakan bahwa bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan yang telah ditetapkan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan . Yang dimaksud dengan ditentukan lain adalah ketika terdapat pernyataan masa pelaksanaan Undang-Undang dimaksud yang diakomodir dalam ketentuan Peralihan dan/atau Penutup.

Kembali pada pembahasan contoh kasus pertama diatas, Jika kita merujuk pada berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang ditetapkan pada tanggal 2 November 2020, pada ketentuan peralihan maupun penutup tidak mengatur secara tegas penundaan atas pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2). Namun pada Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyatakan bahwa semua peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang yang telah diubah dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dan wajib disesuaikan paling lama 3 (tiga) bulan.

Ketentuan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dapat dijadikan ruang alternative bagi Gubernur untuk dapat atau tidak lagi menerbitkan Rekomendasi Peraturan Daerah tentang Tata Ruang Kabupaten/Kota.

Prinsip dari penerapan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah tidak bertentangan dengan Undang-Undang. Penerbitan Rekomendasi Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang Tata Ruang adalah tahapan proses administrasi untuk memperoleh penetapan dari Pemerintah Pusat. Rekomendasi tidak bersifat Final dan Mengikat yang tidak menimbulkan konsekwensi hukum. Waktu yang diberikan selama 3 (tiga) bulan untuk melakukan penyesuaian menjadi celah hokum bagi Gubernur untuk tetap dapat memproses penerbitan Rekomendasi. Perkara Pemerintah Pusat tidak menjadikan Rekomendasi Gubernur sebagai syarat untuk mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Tata Ruang adalah perkara lain. Yang terpenting adalah Gubernur telah melaksanakan fungsi pelayanan berdasarekan ketentuan yang ada.

Selanjutnya untuk contoh kasus kedua, terkait dengan perijinan berusaha yang telah terbit dan sedang berproses diuraikan dalam Pasal 184 Undang-Undang Cipta Kerja yang menyatakan :

Pada saat Undang-Undang ini berlaku :

a. Perizinan berusaha atau izin sector yang sudah terbit masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perizinan Berusaha

b. Perizinan berusaha dan/atau izin sector yang sudah terbit sebelum berlakunya Undang-Undangini dapat berlaku sesuai dengan Undang-Undangini;dan

c. Perizinan berusaha yang sedang dalam proses permohonan disesuakan dengan ketentuan dalam Undang-Undangini.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka seluruh perijinan sebagaimana diuraikan pada huruf a dan huruf b tersebut diatas tetap berlaku dan sepanjang tidak ada aturan teknis lainnya maka perijinan yang telah ada tidak memerlukan penyesuaian.

Berikutnya terhadap perizinan sektoral yang sedang berproses dan belum sempat diterbitkan sejak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ditetapkan maka penerapan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagaimana yang digunakan pada contoh kasus pertama tidak dapat diterapkan.

Berbeda dengan Perizinan yang ditetapkan melalui Suatu Keputusan yang bersifat Final dan Mengikat. Terhadap suatu perijinan sektoral yang berdasarkan Undang-Undang sebelumnya merupakan kewenangan Pemerintah Daerah dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beralih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat maka ketika kewenangan itu masih dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, tindakan tersebut masuk dalam katagori bertentangan dengan Undang-Undang, unsur Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyatakan "sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini" tidak terpenuhi.. 

Dengan demikian untuk seluruh jenis perijinan sektoral berlaku ketentuan Pasal 87 Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sekalipun Peraturan Pelaksananya belum ditetapkan sepanjang tidak terdapat petunjuk atau arahan lainnya dari masing-masing Kementerian yang membidanginya.

Kedua contoh kasus diatas dapat dijadikan rujukan untuk semua jenis kegiatan yang membutuhkan rekomendasi maupun proses penerbitan perijinan diseluruh sector yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Demikian semoga bermanfaat dan jika dalam tulisan ini terdapat pertentangan dengan substansi yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terbuka ruang diskusi yang selebar-lebarnya mengingat Undang-Undang ini masih seumur jagung dan banyaknya halaman yang terkandung didalamnya sehingga masih membutuhkan waktu yang cukup untuk mempelajari dan memahaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun