Mohon tunggu...
Sumardin Karokaro
Sumardin Karokaro Mohon Tunggu... Freelancer - Sedang mengembangkan blog

Blogger, Pendiri Lapak Baca Pancana, Pemerhati Kebijakan Publik, embunpengetahuan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sepenggal Kisah Nelayan Desa

17 November 2022   18:49 Diperbarui: 30 November 2022   06:19 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh : Sumardin Karokaro

Beberapa bulan lalu saat saya mudik ke kampung halaman, selesai salat subuh aku berjalan-jalan di bibir pantai yang ada di desaku sembari melihat deru ombak kecil menerjang pasir di bibir pantai, sembari menikmati udara pagi di pantai yang ada di desa.

Alangkah indahnya hidup di desa dengan keramahtamahan penduduk desa dan sikap gotong royong yang masih begitu kental dan membudaya.

Aku terus menyusuri pantai sambil melihat-lihat kemajuan demi kemajuan yang ada di desa. Hutan yang masih asri satwa yang masih bertahan di pepohonan bakau di pinggir pantai.

Saya terus berjalan merasakan setiap benci tekanan pasir pantai yang seolah memberikan energi dari bawah kaki saya mengalir ke dalam tubuh saya.

Sinar mentari yang begitu indah yang takut temui di kota kini saya menemuinya di desa, sesekaliku alihkan pandanganku melihat beberapa nelayan desa yang siap-siap untuk pergi melaut mencari seberkas rezeki yang telah dititipkan Tuhan pada laut.

Lalu aku melanggarkan kaki menghampiri salah satu nelayan yang masih menyiapkan perkakas alat melautnya.

"Omm... Apa kabar?? Tanyaku

Iya belum sempat mendongkakkan kepalanya sebab masih sibuk dengan perkakas alat lautnya, Tak lama kemudian ia berdiri tegap dan melihat caraku.

"Ohh.... Kamu, kapan tiba dari perantauan?? Tanyanya sambil menyambutku dengan senyuman dari pipi yang tidak muda lagipadaku...

"Belum lama om baru 3 hari tibanya." Jawabku

Aku mulai membuka inti percakapan.

"Om... Selama ini om banyak dapatkan ikan??

Saat mendengar pertanyaanku Om penilaian menarik rokoknya kemudian membakarnya dan menghisap asapnya dengan begitu dalam sambil memikirkan jawaban yang ia berikan lalu ia hembuskan asapnya yang langsung dipisahkan oleh angin dan pergi menghilang.

"Laut sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Dulu sekali kita melaut ikan-ikan itu seolah loncat sendiri di atas sampan, sekarang walaupun kita cari sampai di Ujung teluk ini sudah jarang ada ikan yang banyak" jawab om nelayan itu.

"Dengan adanya bom ikan sekali meletus bisa mematikan ribuan ekor ikan sementara kami yang mencari ikan menggunakan jari kami hanya mendapatkan sisa-sisanya" Tambahnya.

Sontak saya terhentak mendengar kata bom ikan, lalu menanyakan kembali adanya pembom ikan itu.

"Siapa Om yang sering membom ikan yang ada di laut? Tanyaku.

"Siapa lagi kalau bukan orang di desa ini, dia menghalalkan segala cara menangkap ikan menggunakan bom tetapi dia tidak berpikir apakah hanya ikan yang mati atau dengan rumah-rumah ikan yang ada di dasar laut" ungkap om nelayan itu.

Sejenak saya berhenti berpikir, mata saya terbelalak, pikiran saya kacau. Hati saya bergumam "di zaman modern ini masih ada juga yang mencari ikan menggunakan bom, aneh bin ajaib"

"Lalu bagaimana dengan perilaku prmbom ikan itu, tidak ditegur oleh aparat desa atau dipanggil pihak kepolisian om.?

"Saya tidak tahu itu dan saya tidak ingin tahu, karena hal itu bukan urusan saya. Saya hanya mengurusi apa yang menjadi urusan saya, bukan mengurusi urusan orang lain"

"Oh iya nak.... Matahari sudah tinggi saya mau pergi melaut dulu" ucapan penutup lelaki paruh baya yang berprofesi sebagai nelayan itu.

Saat lelaki melayang itu mengibaskan dayungnya membela lautan pandangan saya menyerah ke langit lalu bergumam "Yaaa Tuhan ampuni tangan-tangan manusia yang merusak laut ciptaanmu"....

Begitulah realita laut kita hari ini, laut seharusnya dirawat untuk kelangsungan hidup dan generasi ke depannya malah dihancurkan generasi yang ada saat ini.

Namun tak elok juga rasanya menyalahkan masyarakat yang melakukan pemboman ikan di laut, tanpa menyoroti kinerja pemangku kebijakan pemerintah setempat baik itu Pemerintah desa maupun Pemerintah Kabupaten.

Laut harusnya menjadi titik perhatian kedua pemegang jantung kebijakan ini agar laut tetap lestari dan biota serta keragaman hayati yang ada di laut tetap terjaga dan terlindungi.

Namun ironisnya dengan kondisi dunia hari ini yang mengharuskan pembangunan itu difokuskan ke darat hingga melupakan lautan walau pada dasarnya laut adalah sumber kehidupan orang-orang di darat

Dari Pemerintah Kabupaten, pemerintah Kecamatan, Pemerintah desa, tak ada program yang menyentuh bagaimana menghidupkan kembali biota-biota yang ada di laut termasuk karang-karang yang telah mati rumah-rumah ikan yang telah hancur di adakan pemulihan kembali melalui program pemerintah.

Sulit rasanya zaman sekarang kembali membangun kerangka keanekaragaman hayati biota laut sebab penilaian itu selalu diperoleh dari dalam bukan di laut yang pada akhirnya timbul suatu anggapan "surga di darat neraka di laut"

Pembangunan memang selalu tebang pilih apalagi yang membangun hanya ingin memperbesar nama dan perutnya bukan untuk kemaslahatan makhluk hidup melainkan untuk memberi asupan nutrisi arogansi nafsu manusia itu sendiri.

Maka tak heran bila diamnya lautan seolah tiba-tiba berubah menjadi ombak yang naik menggulung daratan. Sebab laut hanya dijadikan sapi perah dikeruk hasilnya tanpa dipikirkan bagaimana laut itu tetap dan biota laut di dalam hidup berkelimpahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun