Mohon tunggu...
Sumardin Karokaro
Sumardin Karokaro Mohon Tunggu... Freelancer - Sedang mengembangkan blog

Blogger, Pendiri Lapak Baca Pancana, Pemerhati Kebijakan Publik, embunpengetahuan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Sepenggal Kisah Nelayan Desa

17 November 2022   18:49 Diperbarui: 30 November 2022   06:19 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Oh iya nak.... Matahari sudah tinggi saya mau pergi melaut dulu" ucapan penutup lelaki paruh baya yang berprofesi sebagai nelayan itu.

Saat lelaki melayang itu mengibaskan dayungnya membela lautan pandangan saya menyerah ke langit lalu bergumam "Yaaa Tuhan ampuni tangan-tangan manusia yang merusak laut ciptaanmu"....

Begitulah realita laut kita hari ini, laut seharusnya dirawat untuk kelangsungan hidup dan generasi ke depannya malah dihancurkan generasi yang ada saat ini.

Namun tak elok juga rasanya menyalahkan masyarakat yang melakukan pemboman ikan di laut, tanpa menyoroti kinerja pemangku kebijakan pemerintah setempat baik itu Pemerintah desa maupun Pemerintah Kabupaten.

Laut harusnya menjadi titik perhatian kedua pemegang jantung kebijakan ini agar laut tetap lestari dan biota serta keragaman hayati yang ada di laut tetap terjaga dan terlindungi.

Namun ironisnya dengan kondisi dunia hari ini yang mengharuskan pembangunan itu difokuskan ke darat hingga melupakan lautan walau pada dasarnya laut adalah sumber kehidupan orang-orang di darat

Dari Pemerintah Kabupaten, pemerintah Kecamatan, Pemerintah desa, tak ada program yang menyentuh bagaimana menghidupkan kembali biota-biota yang ada di laut termasuk karang-karang yang telah mati rumah-rumah ikan yang telah hancur di adakan pemulihan kembali melalui program pemerintah.

Sulit rasanya zaman sekarang kembali membangun kerangka keanekaragaman hayati biota laut sebab penilaian itu selalu diperoleh dari dalam bukan di laut yang pada akhirnya timbul suatu anggapan "surga di darat neraka di laut"

Pembangunan memang selalu tebang pilih apalagi yang membangun hanya ingin memperbesar nama dan perutnya bukan untuk kemaslahatan makhluk hidup melainkan untuk memberi asupan nutrisi arogansi nafsu manusia itu sendiri.

Maka tak heran bila diamnya lautan seolah tiba-tiba berubah menjadi ombak yang naik menggulung daratan. Sebab laut hanya dijadikan sapi perah dikeruk hasilnya tanpa dipikirkan bagaimana laut itu tetap dan biota laut di dalam hidup berkelimpahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun