Pernah dengar istilah “stoik”? Banyak orang langsung membayangkan wajah tanpa ekspresi, sikap dingin, atau orang yang tidak peduli sama sekali pada sekitarnya. Tidak heran stoikisme sering disalahpahami sebagai apatisme. Padahal dua hal ini sangat berbeda. Stoikisme bukan soal menutup hati melainkan soal mengatur emosi agar kita bisa bertindak lebih bijak.
Stoikisme itu Bukan Mati Rasa
Filsuf Yunani-Romawi seperti Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius menekankan bahwa manusia tetap punya perasaan. Bedanya mereka mengajarkan bagaimana kita tidak dikendalikan oleh emosi dan amarah.
Epictetus pernah bilang:
“It’s not what happens to you, but how you react to it that matters.”
(Bukan apa yang terjadi padamu yang penting, tapi bagaimana kamu meresponsnya.)
Artinya masalah selalu ada tapi cara kita menanggapinya menentukan kualitas hidup.
Apatis vs Stoik: Bedanya Jauh
Apatis berarti cuek total tidak peduli dengan masalah nggak peduli dengan orang lain bahkan kadang nggak peduli dengan diri sendiri. Stoik sebaliknya yaitu orang yang hidup dengan prinsip stoik tetap peduli dan tetap bertindak tetapi mereka melakukannya dengan tenang tanpa berlebihan.
Marcus Aurelius seorang kaisar sekaligus filsuf stoik pernah menulis:
“Waste no more time arguing about what a good man should be. Be one.”